Bagian 6 : Kemarahan

991 137 4
                                    

Rasya nekat mendatangi ayahnya dengan wajah penuh kekesalan. Pagi ini, dia menemukan kebohongan. Lagi dan lagi, kedua orang tuanya benar benar sulit untuk ia mengerti. Rasya langsung membuka pintu ruang meeting dan membiarkan semua kolega ayahnya menatap Rasya dengan tatapan bingung dan terkejut. Sementara itu, ayahnya yang sudah kesal meminta semua keluar dengan wajah dinginnya dan setelah pintu tertutup, dengan kasar ia menarik Rasya dan menggeram pada sulungnya itu.

"Ini untuk kesekian kalinya anak tidak tau sopan santun sepertimu mengusik ketenanganku!" kesal.

"Jadi, begitulah caramu menilai anakmu sekarang? Termasuk Gema yang dengan sengaja kau singkirkan ?", Rasya melemparkan lembaran kertas yang sudah kusut dalam genggaman kuatnya. "Apakah kau mengira dengan surat penangguhan hak asuh Gema dari pengadilan ini akan mengalahkanku untuk membawa Gema pergi darimu?" sarkas Rasya sambil menunjuk kasar wajah ayahnya.

"Kau hanyalah boneka ibumu. Daripada mengurus kehidupan Gema, kau lebih baik mengurus hidupmu sendiri. Setelah ini kau juga akan menjadi boneka dari ibumu itu" ucapan dengan nada yang teramat dingin itu sangat menusuk Rasya.

"Kalian pernah bersama sebelumnya. Apa yang membuat kalian menjadi seperti ini ?" tanya Rasya yang ia tau pertanyaan itu sangatlah tidak berguna disaat sekarang.

"Tanyakan pada ibumu. Oh, atau calon suami ibumu"

Rasya semakin terkejut. Gelengan kepala yang kaku terlihat jelas dan wajah Rasya yang semakin sedih menunjukan Rasya tidak tau apapun tentang pernikahan ibunya.

"Ah, wanita itu masih menjadi penipu ternyata. Dia bahkan berbohong pada anaknya sendiri. Mungkin dia bahkan sudah melakukan pernikahan dibelakangmu, Nak. Sejak dulu, seperti itulah ibumu" ucap Randy yang kemudian mencoba untuk melangkah.

"Lalu bagaimana dengan ayah yang menikah dibelakang ibu?" Sindir Rasya yang teramat menusuk hati Randy.

"Ayah merasa lebih baik ketika melihat ibu menikah lagi? Ayah tidak merindukan kehidupan rumah tangga ayah yang dulu lagi? Ayah bahagia dengan ibu Ranti dan ingin terus melihat aku dan Gema seperti sekarang?" Tanya Rasya bertubi-tubi dengan suara yang sudah gemetar.

Rasya menarik nafasnya panjang terlebih dahulu lalu melanjutkan kalimatnya, "Apakah seorang ayah pantas memukul anaknya hanya karena marah pada keadaan?" Sindir Rasya yang langsung membuat Randy berteriak sambil mengguncangkan kedua bahunya kuat.

"Jangan sampai pengadilan tau apa yang sudah ayah lakukan pada Gema" ancam Rasya yang kemudian menyingkirkan kedua tangan Randy dari bahunya.

***
Gema tidak sengaja berpapasan dengan ibunya saat ia berjalan pulang. Dibalik topi hoodienya, kedua mata bulat Gema berkaca menyuarakan kerinduan yang teramat dalam pada sosok yang sudah membawanya ke dunia itu.

Namun Marta tampaknya tidak merindukan Gema sama sekali. Kedua kakinya berjalan dengan angkuh menghampiri Gema yang mematung merasakan gejolak hatinya sendiri.

"Ayahmu menangguhkan hak asuhnya. Kau akan sangat sulit untuk bertemu Rasya. Selain itu, aku akan memiliki keluarga baru dan setelah menikah, aku dan Rasya akan tinggal di Australia, kami akan menetap disana"

Ini baru kalimat pembuka, tetapi sudah sangat menyakitkan untuk Gema. Jika Rasya pergi sejauh itu, bagaimana dia bisa menyembuhkan hatinya?

"Selain itu, kemungkinan kami tidak akan kembali lagi. Aku harap kau tidak mengganggu Rasya karena dia harus fokus untuk study dan karirnya"

"Ibu, aku--"

"Aku tau kau adalah adiknya dan kau adalah putraku. Tapi yang harus kau ingat, dalam tubuhmu itu mengalir darah seorang penghianat yang sudah membuat hidupku berantakan dan membuat fikiranku menjadi tidak waras. Ini salah ayahmu, Nak. Bahkan saat ini, melihatmu saja sudah membuatku hampir hilang kendali"

"Ibu--"

"Hak asuhmu sepenuhnya berada ditangan ayahmu. Ibu dan Rasya tidak ingin ikut campur. Hiduplah berdasarkan kenyataan, Gema. Tidak ada lagi ibu dan ayah bersama. Yang ada, ibu dan ayah sudah berpisah. Rasya, dia juga bukan lagi kakakmu setelah perceraian itu"

Gema sungguh tidak ingin mendengar lebih banyak lagi. "Tunggu, ibu--"

"Selamat tinggal, Gema"

Apa?

"Ibu, IBU!!"

Mobil ibunya melaju terlalu cepat. Tapi Gema terus mengejar mobil itu dengan segala kekutan yang ia punya sembari memanggil ibunya dengan keras.

"IBU..... ibuu... IBU,TUNGGUU!!!!"

Gema menyerah. Kedua kakinya berdenyut dengan sangat keras. Ucapan selamat tinggal macam apa itu? Tidak adakah pelukan atau kata-kata manis lainnya sebelum ibunya pergi?

Gema bahkan belum sempat untuk mengatakan, semoga ibu bahagia, aku sayang ibu, atau tolong aku ibu.

Gema bahkan tidak memiliki kesempatan untuk bertemu, melihat, atau memeluk kakaknya sebelum perpisahan yang pahit itu terjadi.


-Rasya dan Gema-

GEMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang