Bagian 28 : Gagasan Baru

580 68 2
                                    

Rasya hanya menghabiskan waktu dengan mengosongkan pikiran dilorong rumah sakit yang suram dan sepi. Sudah lebih dari satu jam Rasya hanya menangis disana. Seharusnya setelah semua yang ia upayakan, Gema bisa sembuh dan bisa membuka kehidupan baru bersama semua sahabatnya.

Apa yang ia lihat hari ini adalah bukti Gema masih jatuh sedalam-dalamnya. Rasya masih belum berhasil membahagiakan adiknya.

Dari kejauhan Yoga melihat Rasya kurang lebih selama lima belas menit ia memperhatikan pemuda yang sedang hancur dan kecewa itu dengan perasaan yang sama. Pada menit selanjutnya, Yoga memutuskan untuk duduk disamping Rasya namun tetap Yoga memberikan jarak. Yoga menoleh kesisi kanan dimana Rasya masih menumpukan kepala dengan kedua tangannya.

"Kita tidak gagal, Rasya" Hanya ini yang bisa Yoga katakan dan sepertinya itu belum cukup memberikan rasa lega dihati Rasya.

"Gema masih sama. Dimana sisi tidak ada kegagalan itu, Kak?" Tanya Rasya masih dengan sesunggukan.

Yoga menghela nafas sebentar untuk mengisi dadanya yang tiba-tiba memberat, "Ingat yang aku katakan diawal, Rasya? Kita tidak boleh menaruh keberhasilan yang besar untuk penyembuhan Gema. Ia sudah mengalami hal sulit sejak masih kecil dan pasti untuk kembali ke semua sebelum perceraian kedua orang tuamu, itu kecil kemungkinannya"

Secara tidak sadar, Rasya menggigit bibir bawahnya kuat setelah mendengar kenyataan dari Yoga. Bolehkah Rasya menolak kenyataan itu? Rasya hanya ingin adiknya sembuh atau setidaknya tidak ada kemungkinan untuk Gema melakukan bunuh diri selama masih bersamanya. Itu saja.

"Hasil yang didapatkan hingga saat ini adalah Gema berusaha melawan semua halusinasi yang ia alami. Mungkin ini terdengar jahat, Rasya. Tapi dengan semua diagnosa mental illness itu, Gema tidak sampai mengalami tingkat yang parah, Skizofrenia"

Kali ini Rasya tertarik untuk mendengarkan. Rasya mengangkat kepalanya dan menyandarkannya pada tembok. Tatapan dari mata elang itu terlihat sangat lelah.

"Gema hanya melukai diri sendiri dan berniat untuk hilang dari kehidupannya. Dia memilih untuk menahan semuanya sendiri. Gema sangat kuat dari yang kita duga. Memang, terkadang ada waktu dia seperti tadi dan itu wajar. Asal Gema tidak mengenggam benda yang membahayakan"

Penjelasan Yoga terdengar seperti harapan yang menenangkan untuknya. Rasya menoleh pada Yoga yang ternyata juga sedang menatapnya. Setelah ucapan Yoga itu, tarikan nafas Rasya lebih membaik. Ia bisa mengisi paru-parunya dengan oksigen yang lebih banyak dibanding sebelumnya.

"Gema sudah lebih baik, Rasya. Tapi proses kesembuhannya tidak boleh dipaksakan. Kau harus tau kapan membiarkan Gema meluapkan isi hatinya dan kapan dia harus meminum obatnya. Keinginan untuk bunuh diri Gema akan selalu ada setiap kali halusinasi itu terdengar. Namun Gema masih tetap percaya, suara itu tidak ada. Gema sangat kuat, Rasya"

"Tetap saja, Kak. Ketakutan dan semua kemungkinan buruk selalu muncul dalam kepalaku. Aku tau Gema seperti apa tapi ini adalah batinku sebagai seorang kakak. Disatu sisi aku ingin dia terus berjuang tapi kalau dia sudah terlalu lelah untuk itu dan tiba-tiba dia memilih jalan yang lain, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin gagal dua kali sebagai kakaknya. Aku ingin Gema bahagia bersamaku meski tanpa ayah dan ibu" , Yoga mengangguk maklum. Dia tidak lagi mengucapkan apa-apa. Namun Yoga tau Rasya sudah sepenuhnya paham dengan semua penjelasannya.

"Terima kasih sudah selalu mendampingi kami, Kak. Untuk semuanya. Aku tidak tau bagaimana jika aku dan Gema tidak memiliki Kak Yoga dan lainnya", Rasya menggeser tubuhnya dan memeluk Yoga sembari bersandar nyaman dibahu pemuda pucat itu.

"Kau tau aku tidak suka dipeluk seperti ini, kan?" Tanya Yoga sarkas meminta Rasya berhenti memeluknya.

"Sebentar saja, Kak", dan pada akhirnya Yoga tidak bisa menolak permintaan Rasya.

GEMA || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang