Passionate || Kisses In The Morning and Trouble in the Afternoon

10.6K 306 557
                                    

Mau saya double up?
Kalo gitu bisa sih ditargetkan untuk vote dan komen ya.

Vote harus 80++ bisa kok org readrsnya semalem itu 150++

Komen, sabi 500? Kalo gak nyampe komen 500 gak bakal next. Wkwkw kalo vote bisa dipertimbangkan.

Sudah ya? Kalo gak nyampe target gak bisa dong dapat duble up wkwkw aku nulis kalian yang harus berjuang juga, jangan enaknya baca aja tanpa ngasih apresiasi sama penulisnya.

___________________

Jika kalian bertanya apa yang kemarin siang Jenny dan Sergio lakukan maka jawabannya adalah iya. Iya mereka sudah melakukan itu, mempersatukan jiwa dan raga mereka. Sergio juga sempat membisikan kalimat yang memabukan saat mereka sedang bergerak dengan keringat yang bercururan.

Sergio berkata, "Aku mencintaimu. Selalu mencintaimu, wajahmu, tubuhmu dan hatimu." Meski dibagian tengah perkataan Sergio sangat fulgar. Tidak bisa dipungkiri bukan jika Jenny merasakan panas yang mengerikan?

Jenny kembali tersenyum-senyum saat mengingat bagainana dirinya mendesah nyaring dibawah kukungan suaminya itu, dan wajah tampan Sergio yang mendongak keatas dengan mata terpejam serta mulut terbuka meneriaki namanya. Ughhh! Rasanya itu adalah momen yang paling tidak bisa Jenny lupakan.

Oh ya, Jenny sekarang sedang berada di caffe dekat dengan kampusnya. Jenny memiliki kelas pagi dan dirinya baru saja selesai dengan kelasnya.

"Permisi," Jenny langsung menoleh ketika mengenali suara tersebut.

"Arnold?" Cicit Jenny dengan wajah kagetnya, dia pikir dirinya tida akan pernah bertemu dengan pria ini lagi.

"Jane boleh aku duduk disini? Ah! Aku tadi memang sengaja ingin kesini karena ini caffe langgananku," jelasnya yang Jenny sendiri tidak memintannya.

"Duduklah." Arnold mengangguk dengan wajah tanpa dosanya, sedangkan Jenny mati-matian menahan kesal dan amarahnya. Masih kesal dengan kejadian tempo lalu.

"Kau sedang apa disini?" Tanya Arnold ketika sudah 5 menit ia duduk namun Jenny mengabaikan-nya dengan terus memenyibukan dengan ponselnya.

"Menurutmu aku sedang apa?" Jawab Jenny tanpa minta.

"Kau masih marah Jane?" Tutur Arnold sambil berusaha memengang tangan Jenny, Jenny yang sadar ketika Arnold memengang tangannya langsung menepisnya. Jenny kemudian menoleh, menatap Arnolad. "Kau pikir aku akan terlihat biasa saja setelah kejadian itu?" Ucap Jenny dengan kekehan sinis diwajahnya.

Arnold diam beberapa saat sebelum tawa pria itu menggelegar, "Hahaha! Kau pikir aku serius dengan ucapanku tempo lalu Jane? Oh Tuhan! Tidak kusangka seorang Jennyta Agiana Geynor merasa begitu tegang oleh ucapanku!" Jenny mengeryitkan dahinya.

"Maksudmu apa sih?"

"Kau masih bertanya Jane? Aku hanya bercanda waktu itu! Kenapa kau merasakan jika aku serius?"

Jenny terkekeh, "Seriously? Bercanda katamu? Kau pikir aku tolol! Tidak mengerti bagaimana tatapan seriusmu itu, oh ayolah Arnold kau lupa kita sudah berteman sejak kapan? Jangan bengini, ini sama saja kau menjauhkan diriku dengan dirimu, kau sahabatku ingat itu." Ucap Jenny sebelum bangkit sambil membereskan tasnya.

Sebelum Jenny meninggalkan Arnold dirinya menyempatkan untuk berbalik, "Dan ingat aku sudah memiliki suami asal kau tau. Jangan mengerjar ku jika kau masih ingin kuanggap sebagai sahabat, aku tidak ingin nasibmu seperti Jacob." Setelah mengatakan hal itu Jenny benar-benar pergi dari sana dengan wajah datarnya.

Sedangkan Arnold mengeraskan rahangnya, mencengkram gelas yang ada digenggamannya. Arnold berdecih, "Cih! Kau pikir dengan dirimu bersuami aku akan melepaskan mu huh?! Tidak Jane! Kau milikku! Dan akan selamanya begitu!!"

_______&&&&&________

Jenny berjalan dengan menunduk tanpa melihat kedepan dirinya benar-benar dengan sifat Arnold yang berubah-ubah seperti Bunglond, membuat Jenny memasang alarm pada hatinya agar waspada dengan pria bernama Arnold Putra itu. Entahlah padahal Arnold adalah salah satu sahabatnya yang sangat penting dalam hidupnya.

Duk.

"Asshhh!!" Jenny mengaduh kesakitaj saat keningnya terbentur keras akan sesuatu, mendongak dan mendapati dada bidang suaminya itu. Sergio berdiri dengan gagahnya memasukan kedua tanggannya disaku celana, memandang wajah Jenny dengan datar. Jenny sontak mengeryitkan dahi tidak biasanya Sergio menatapnya dengan pandangan mematikan seperti.

"Ada apa?" Tanya Jenny ingin memegang bahu Sergio namun langsung ditepis oleh pria itu membuat Jenny lagi-lagi menahan nafas-nya.

"Apa ini?" Kali ini Sergio yang bertanya dengan menunjukan selembar foto berisikan- GOOD JOB! dirinya dan Arnold dengan Arnold yang sedang memengang tangannya. Eh tunggu dulu! Bukankah itu tadi ketika dirinya di caffe tadi?!

"A-apa?! I-itu bukan s-seperti yang kau liat! Ak___"

"Kau berselingkuh Jenn." Geram Sergio dengan tangan meremas foto tersebut sampai tak berbentuk.

Jenny mengatupkan mulutnya bagaimana dirinya menjelaskan?

"Bukankah kau waktu itu bercerita jika bajingan itu menyatakan cinta padamu lalu kau menolak? Tapi kenapa aku tidak yakin? Kau malah berselingkuh." Ucap Sergio dengan mata berkilat marah.

"Tidak! Bukan seperti itu! Kau pikir aku murahan sampai harus berselingkuh ketika sudah memiliki suami?!" Pekik Jenny ketika Sergio mulai melangkahkan kakinya. Kemudian kembali berbalik menatap Jenny dengan kekehan kecil diwajahnya.

"Kapan aku menyebut dirimu murahan? Kau merasa begitu? Berarti benar kau selingkuh."

Jenny menggeleng dengan isak tangis yang terdengar nyaring, "KAU MENYEBALKAN SERGIO! JANGAN DEKATI AKU LAGI ATAU KITA CERAI!!"

"JENNYY!!"

Jenny terdiam saat Sergio membentaknya dan gerakan tiba-tiba Sergio yang menarik tangannya dengan kasar.

"Katakan sekali lagi."

"Tidak."

"Katakan sekali lagi Jenny." Sergio menekan dengan lebih erat lagi cengkramannya pada lengan Jenny tidak perduli jika istrinya itu kesakitan.

"Jangan menyakitiku seperti ini Sergio!!" Pekik Jenny berusaha melepaskan cengkraman Sergio.

"Jangan berteriak pada ku Jenn!!"

Jenny terdiam dengan airmata terus mengalir dipipinya, membuang muka tidak ingin menatap wajah Sergio yang memerah menahan marah bahkan saat Sergio berkata tadi urat lehernya sangat tercetak jelas.

Sergio yang sadar akan kelakuannya pun mulai melepas tangannya dan menangkup kedua pipi basah Jenny, dan berucap yang mampu membuat sekujur tubuh Jenny meremang seketika.

"Jauhi pria itu jika kau tidak ingin melihatku menjadi seorang pembunuh."

Jenny tidak menjawab dirinya malah melepaskan tangan Sergio yang berada dipipinya dan langsung berlari menaiki tangga.

Sergio menggeram marah mengambil ponselnya yang berada disaku dan mulai menekan tombol guna menelpon seseorang.

"Hallo Tuan?"

"Carikan aku data tentang Arnold Putra. Ku tunggu dalam 2 jam."

"Baik Tuan!"

Tut!

Ketika sudah menunggu selama hampir dua jam Sergio tersenyum saat pesan dari Email-nya terkirim. Membacanya dengan teliti lalu tanpa sadar Sergio mengeluarkan smirk-nya yang sudah lama sekali dirinya tidak pernah munculkan.

"Ingin merebut miliku he? Cih! Kau bahkan tidak berhak menyentuh tangan milikku jerk!"

Tbc.

Mau duoble up?

Ya terusin targetnya:)

Passionate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang