UM--9

1.6K 50 1
                                    

Heyyy!!
Happy Reading!!!

****

Kebohongan adalah salah satu hal yang Allah benci

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kebohongan adalah salah satu hal yang Allah benci. Manusia bisa berbohong dengan manusia lain, namun Allah tetap bisa mengetahuinya.

Jangan berbahagia jika kebohongan itu ditutupi Allah, mungkin saja Allah sedang menguji hati manusianya saat ia menutupi kebohongan itu.

Allah menegaskan dalam Al – Qur’an yang terdapat dalam surat At – Taubah ayat 119, “Maka berbohong merupakan perbuatan dosa karena telah menyalahi perintah Allah SWT. Dan perbuatan bohong berpotensi menjadi dosa berakar karena setiap kebohongan pasti akan ditutupi oleh kebohongan. Dan setiap kebohongan akan berpotensi menjadi dosa jariyah bilamana kebohongan tersebut banyak yang mempercayai dan menyebarkannya.”

Mengenai problematika yang sering terdengar, yaitu berbohong demi kebaikan.

Ummu Kultsum meriwayatkan sebuah hadits tentang penjelasan Rasulullah mengenai hal ini. Dalam hadits tersebut, Baginda menjelaskan bahwa perilaku bohong hanya diperbolehkan bagi umat Islam dalam tiga perkara. Yakni dalam berjihad, dalam mendamaikan orang/kelompok yang sedang bermusuhan, dan dalam menjaga keharmonisan rumah tangga.

"Terimakasih Kak, karena selama ini sudah mau direpotkan sama Via." ucap Via saat Rara sudah kembali dari kediaman Bilal.

"Sama-sama Vi, Kakak senang direpotkan sama kamu." ucap Rara terkekeh.

Keduanya memang sudah akrab sejak pertama bertemu. Sifat Rara yang blak-blakan membuat mereka memahami satu sama lain.

Dikamar, Putri sedang melihat dirinya didepan cermin. Ia tersenyum saat mengingat kejadian kemarin.

"Tidak ada usaha yang sia-sia Put." monolognya. Memori kemarin seakan berputar, sebenarnya bukan kemauan dirinya untuk melakukan hal keji seperti ini.

Putri pov...

Orang lain mungkin melihatku perempuan yang tidak tau malu. Apa lagi Ustadz Bilal yang tidak lama lagi menjadi suamiku. Sedih bercampur haru, cintaku didapat dengan cara yang salah.

Aku tidak akan melakukan ini, jika saja bukan Via yang akan dijodohkan dengan Ustadz Bilal. Aku iri pada Via, yang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan.

Kejadian hari itu, tak sengaja aku mendengar percakapan Ustadzah Rara dan Via.

"Vi, Kakak boleh minta CV kamu nggak?" tanya Ustadzah Rara yang sudah bisa ku tebak untuk apa.

"Untuk apa Kak? Mau dijodohin ya." Via sempat bergurau namun memang benar ia akan dijodohkan.

"Iya Vi, kamu mau kan jadi adik ipar Kakak? Bilal mau nikah tapi calonnya belum ada." jelas Ustadzah Rara. Demi Allah, hatiku saat itu benar-benar hancur. Ingin rasanya aku membuka pintu kamar Via dan berkata bahwa aku tidak setuju. Siapa yang tidak mau menjadi istri Ustadz Bilal?

"Kakak serius? Padahal Via cuma bercanda loh tadi." ucap Via.

"Iya Vi, Kakak serius. Kamu cocok banget sama Bilal. Kakak yakin, kamu bisa jagain Bilal dengan baik." ucap Ustadzah Rara. Dalam hati aku berkata, aku juga bisa jagain Ustadz Bilal, Ustadzah.

"Nanti Via print dulu ya Kak. Secepatnya deh, kalau urusan begini nggak bisa ditunda." Via kembali terkekeh.

Aku berbalik arah dari pintu kamar Via. Aku harus segera mengambil langkah yang benar untuk memperjuangkan Ustadz Bilal. Memang tidak ada yang tau bahwa aku menyukai Ustadz Bilal. Namun, bukankah mereka tau bahwa kaum hawa pesantren Aşkim Nur ini sangat mengidamkan Ustadz Bilal?

Saat itu, aku berbalik menuju kamarku. Hendak mengambil buku yang selalu aku bawa, buku harian ku. Aku mencari ke segala arah, namun tidak menemukan buku itu. Ya Allah, dimana aku meletakkannya.

Aku mendudukkan tubuhku tepat di atas kasur, sembari mengingat-ingat lagi. "Ya Allah, tertinggal di ruang guru." Aku menepuk jidat ku tak sengaja. Benar, buku itu pasti tertinggal di sana. Aku segera menuju ruang guru sebelum buku itu dibaca oleh orang lain.

Di perjalanan, aku melihat Ustadz Bilal yang sedang berbicara dengan Ustadz Roni. Aku sedikit mendengar perbincangan mereka. Sepertinya, Ustadz Bilal hendak menuju ruang guru sama sepertiku.

Aku yang sedari tadi menghentikan langkah, berubah haluan menuju masjid Aşkim Nur. Sepertinya, rencana ku harus dilaksanakan saat ini.

Aku berpikir sejenak apa yang harus aku lakukan. Mumpung masjid juga sudah sepi, aku bisa berpikir dengan tenang.

Setelah merasa rencana ku cukup matang, aku beranjak meninggalkan masjid dan menuju ruang guru.

Aku melihat Ustadz Bilal hendak keluar dari ruang guru. Aku segera berlari melewatinya.

"Afwan Ustadzah, ada apa gerangan?" teriak Ustadz Bilal. Dengan suaranya yang khas, ini kali pertama ia berbicara tertuju padaku. Dari suaranya saja orang sudah pasti tau jika itu ustadz muda, idaman kaum hawa Aşkim Nur.

Aku tak memperdulikan teriakan Ustadz Bilal. Aku masih berlari menuju ruang guru. Aku pastikan, Ustadz Bilal pasti mengikuti langkahku.

"Ustadzah, apakah tidak ada apa-apa?" Nah kan, Ustadz Bilal begitu khawatir jika terjadi apa-apa dengan penghuni Aşkim Nur. Aku bersembunyi di bawah meja guru, tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang Ustadz Bilal lontarkan.

Hampir setengah jam aku menunggu Ustadz Bilal untuk masuk menemuiku. Aku memang nekat karena ini demi masa depan. Bersama Ustadz Bilal hidupku akan lebih terarah, aku yakin itu.

"Ustadzah?" teriak Ustadz Bilal yang sedari tadi ku dengar. Dari bawah meja, aku bisa melihat kaki Ustadz Bilal mulai melangkah masuk ke ruang guru. Jantungku berdegup kencang, ada perasaan takut namun aku tetap harus menjalankan rencana ini.

Aku membiarkan Ustadz Bilal benar-benar masuk. Namun, saat ia berbalik arah ingin keluar dari ruangan, aku segera mencegahnya.

"Ustadz Muda?" sapaku yang membuatnya berbalik menghadapku.

"Ustadzah, dari manakah gerangan?" tanya Ustadz Bilal. MashaAllah, aku tidak pernah sedekat ini berbicara dengan Ustadz Bilal. Wajahnya memang sangat-sangat menyejukkan.

"Sedari tadi saya disini Ustadz, Ustadz mengikuti saya?" tanyaku hanya berbasa-basi.

"Saya hanya penasaran mengenai apa yang terjadi saat tak sengaja melihat Ustadzah tergesa-gesa." jawab Ustadz Bilal. Baguslah, rencana awalku memang seperti itu Ustadz, batinku.

"Jika memang tidak terjadi apa-apa, saya permisi." pamit Ustadz Bilal. Ia pun melangkah menuju pintu keluar. Aku berpikir sejenak, aku harus mencegah Ustadz Bilal.

Dengan tergesa-gesa, aku mengacak-acak jilbabku. Lipstik yang awalnya rapi, aku aku gosok hingga ke wajah agar terlihat berantakan. Tak lupa, air didalam despenser yang terletak dibelakang ku teteskan di kedua mataku.

"Tolong!" teriak ku. Ustadz Bilal berbalik arah menatapku. Sepertinya misiku akan berhasil, Ustadz Roni membawa seorang Santri putra ke ruang guru mungkin karena mendengar teriakan ku.

Selanjutnya, apa yang terjadi benar-benar seperti rencanaku. Ustadzah Rara juga berpihak padaku. Ia memutuskan bahwa Ustadz Bilal akan bertanggungjawab. Kamu hebat Put, sebentar lagi kamu akan menjadi istri dari seorang pemimpin pesantren. Ustadz Muda, idaman para kaum hawa Aşkim Nur.

****

Jangan lupa tekan tombol bintang dan tinggalkan commennya ya 🤗

See you on the next part....

Ustadz Muda √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang