UM--19

1.2K 45 19
                                    

Haayyy!
I'm back again, xixixi
Mumpung masih mood buat up 😅
Happy Reading!!!

****

Kehidupan terus berputar, begitupula matahari yang bergantian dengan sang rembulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kehidupan terus berputar, begitupula matahari yang bergantian dengan sang rembulan. Dari pagi menjadi malam, lalu malam kembali lagi ke pagi. Begitulah seterusnya, tak pernah berhenti walau hanya satu detik.

Setiap manusia punya rancangan kehidupan masing-masing. Baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Namun kembali lagi, setiap rancangan yang sudah ditata dengan sedemikian rupa akan dicocokkan dengan rancangan Allah yang penuh cinta.

Persiapan untuk acara khitbah hari ini sudah selesai. Keluarga sangat antusias mendengar Bilal yang ingin segera mengkhitbah anak gadis orang lain.

"Bil, maaf ya suamiku nggak bisa pergi soalnya lagi ke luar kota. Nanti, aku nyusul belakangan ada urusan di pesantren. Sea nanti sama Neneknya," ucap Rara pada Bilal yang kini sedang mempersiapkan diri. Ia hanya mengangguk saat mendengar perkataan Rara.

Setelah mengatakan itu, Rara segera berpamitan untuk ke pesantren terlebih dahulu. Menaiki mobil hitamnya, ia mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. "Waktuku udah nggak banyak, semuanya bakal ke bongkar Put." monolognya.

Sesampainya di pesantren, ia segera menuju ruang keamanan pesantren. Dengan langkah yang terburu-buru, ia menemui penjaga keamanan yang berada di sana. "Ini yang Ustadzah minta kemarin." ucap penjaga keamanan tersebut.

Rara langsung mengambil USB yang disodorkan penjaga keamanan padanya sembari tersenyum. "Syukron Pak." ucapnya yang langsung meninggalkan tempat tersebut.

Rara memutuskan untuk menemui Novia terlebih dahulu. "Vi, ayo ikut Kakak." ucapnya yang langsung menarik tangan Novia.

Dengan wajah kebingungan, Novia memperhatikan tingkah Rara yang tidak seperti biasanya. "Kemana Kak?" tanyanya. Rara tak berniat menjawab, ia membawa Novia masuk ke dalam mobilnya.

Di perjalanan, Novia kembali bertanya pada Rara. "Kak, kita mau kemana?"

"Membuktikan kebenaran." jawab Rara singkat.

Novia yang mendengar jawaban tersebut semakin bingung. "Maksud Kakak?" Ia kembali menanyakan kejelasan kepergian mereka.

"Vi, Bilal nggak salah. Ia dijebak." ucap Rara yang masih fokus menyetir mobilnya.

"Kakak tahu dari mana?" Novia menatap Rara dengan serius. Bukankah waktu itu mereka sudah sepakat untuk tidak mengurusi hal ini lagi.

"Kakak punya bukti Vi. Dua hari ini Kakak berusaha untuk mencari buktinya dan alhamdulillah bukti itu sudah ditemukan." ucap Rara.

"Kalau memang benar yang Kakak katakan, sungguh tega Putri melakukannya pada Ustadz Bilal." Novia menatap perjalanan yang tidak begitu ramai.

Perjalanan mereka kali ini menghabiskan waktu kurang lebih dua jam. Rencananya, acara khitbah tersebut akan diselenggarakan di Mempawah, tempat tinggal Putri. Sepanjang perjalanan tak ada yang ingin mencairkan suasana. Novia tidak ingin mengganggu konsentrasi Rara  yang fokus menghadapi jalan raya.

Setibanya di sana, Rara langsung memarkirkan mobilnya di antara mobil para keluarga yang sudah lebih dulu tiba. Ia mengambil tas yang berisi laptop dan segera turun dari mobil.

Sementara di dalam, ke dua keluarga sedang berbincang-bincang terlebih dahulu. "Jadi langsung saja, maksud dan tujuan kami ke sini-"

"Sebentar!" teriak Rara saat Reza sedang ingin mengatakan sesuatu. Semua mata tertuju pada Rara. Tak sedikit di antaranya bertanya-tanya mengenai kehadiran Rara.

Rara melangkah diikuti Novia di belakangnya. Ia meletakkan laptop di atas meja dan menghadapkannya pada Bilal. "Kenapa Ra?" tanya Bilal.

"Khitbah ini tidak bisa dilanjutkan." ucap Rara. Mendengar pernyataan tersebut, semuanya semakin bingung. Sementara Putri yang berada di samping ibunya menjadi tegang.

"Rara, apa maksud kamu?" Rika yang melihat tingkah anaknya ini tidak tinggal diam. Sedari kecil ia tahu bahwa Rara tidak pernah melakukan hal yang seperti ini.

"Acara khitbah ini adalah perbuatan keji Ustadzah, e maksud saya Putri. Maaf sebelumnya, panggilan Ustadzah sudah tidak lagi cocok untuk seseorang yang berani melakukan hal kotor demi mendapatkan sesuatu." Rara menatap sinis Putri. Sementara yang ditatap hanya bisa terdiam.

"Maksud anda apa berani berbicara seperti itu pada anak saya?" Ibu Putri yang tidak terima dengan perlakuan Rara langsung berdiri tegak.

"Mohon maaf Ibu, saya ada video yang ingin ditunjukkan. Mohon untuk dilihat baik-baik." Rara langsung memutar video rekaman CCTV yang berada di dalam USB. Semua mata melihat video tersebut dengan seksama.

"Mengkhitbah Putri bukanlah kemauan Bilal. Ia hanya ingin bertanggungjawab karena Putri menuduh Bilal melecehkannya." jelas Rara. "Sejak kejadian itu, kami semua tidak terpikirkan dengan CCTV yang berada di dalam ruangan tersebut. Putri juga mungkin tidak sadar bahwa CCTV selalu memantau setiap penjuru pesantren selama 24 jam." ucap Rara yang memberikan seulas senyum pada Putri.

"Putri?" Ibu Putri meminta penjelasan pada anaknya. Namun sang pemilik nama hanya menundukkan kepala tanpa berbicara.

"Saya rasa ini sudah jelas, Bilal sudah terbebas atas tuduhan Putri." ucap Rara. "Jadi bagaimana Ustadz Bilal, apakah masih mau lanjut?" Rara menatap Bilal dengan penuh harap.

"Tidak ada yang perlu dilanjutkan, semua yang berawal dari perbuatan yang tercela tidak akan membawa kebahagiaan. Mohon maaf sebelumnya, kami undur diri." Reza berdiri dengan tegas. Ia meninggalkan kediaman Putri diikuti oleh semua anggota keluarganya.

Saat melihat rombongan keluarga Bilal hendak meninggalkan rumahnya, Putri beranjak dan langsung berlutut pada Rara. "Ustadzah, maafkan saya." ucapnya. "Saya salah Ustadzah, beri saya kesempatan untuk kembali ke Aşkım Nur." lirih Putri dengan tangisannya.

"Saya tidak punya hak untuk memutuskan itu." Rara berusaha melepaskan tangan Putri dari kakinya. "Sepertinya kamu juga lebih baik tidak berada di pesantren yang akan menimbulkan kekacauan lagi." ucapnya lagi.

"Saya janji Ustadzah, tidak akan mengulanginya lagi." ucapnya dengan isak tangis. "Saya hanya ingin menjadi istri Ustadz Bilal, saya ingin dibimbing kejalan Allah." lagi, Putri lagi-lagi membuat hati Rara memanas.

"Namun cara kamu itu salah, sama sekali tidak menunjukkan cara seorang Ustadzah." Rara masih berusaha melepaskan tangan Putri dari kakinya.

Bilal yang melihat Putri seperti itu menghela nafas kasarnya. "Sebaiknya Ustadzah Putri istirahat terlebih dahulu. Jika sudah membaik silakan kembali ke pesantren." ucapnya yang langsung meninggalkan rumah Putri.

Rara yang mendengar pernyataan Bilal tersebut sungguh tidak percaya. Ia langsung mengejar sepupunya itu. "Bil, kenapa kamu masih memberikan dia kesempatan untuk tetap ke pesantren?" tanya Rara dengan nafas yang sudah terengah-engah.

"Sudahlah Ra," Bilal langsung memasuki mobilnya. Sebagian keluarga sudah menunggunya di dalam.

Rara yang tidak habis pikir dengan sepupunya itu langsung menuju mobil. "Benar-benar bukan manusia. Sudah tahu dijebak masih saja memperlakukannya dengan baik." monolognya.

"Sudahlah Kak, lagipula Ustadz Bilal benar. Putri tidak punya pekerjaan selain mengajar di pesantren." ucap Novia yang sudah duduk di samping kemudi.

Mobil Rara akhirnya kembali meninggalkan rumah Putri. Sepanjang jalan ia hanya fokus mengemudi tanpa berbicara sedikitpun. Novia yang berada di sampingnya cukup tahu diri. Saat ini kondisi Rara sedang tidak baik-baik saja.

****
P

lease, tinggalkan jejak👣
See you on the next part.....

Ustadz Muda √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang