UM--20

1.4K 44 3
                                    

Hayyy!!
Lanjut chapter 20 ya,
Happy Reading!!!
****

Rintik-rintik gerimis menyambut pagi dengan penuh berkah. Hari masih gelap, namun setiap orang sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang sudah siap dengan gamis dan sorbannya, ada pula yang masih mengantri untuk mendapat giliran mandi.

Sejak kejadian dua hari yang lalu, Bilal sudah kembali melakukan aktivitas seperti biasanya. Ia bukanlah pemuda yang mudah gelisah seperti kebanyakan pemuda sekarang ini. Baginya, setiap kegagalan adalah ujian dari Tuhannya.

Desas-desus khitbah Bilal dan Putri yang sempat tersebar di seluruh penjuru Askim Nur kini sudah tak lagi terdengar. Jangan tanya siapa dan bagaimana, kalau bukan sepupu perempuan Bilal yang melakukannya. Saat ini, Bilal kembali menyandang status single dan belum mempunyai rencana untuk menikah. Sehingga kejadian yang sebelumnya sudah tidak ada, kini terulang kembali.

"Aku nggak habis pikir sama jalan pikiran mereka yang kembali mengirimkan kado-kado nggak penting ini Bil." ucap Rara yang melihat setumpuk kado yang sudah berada di pos satpam.

Bilal hanya bisa menghela nafasnya, "Kamu tolong urusin deh Ra, aku ada kelas fiqih nanti siang." Setelah mengatakan itu Bilal langsung meninggalkan Rara yang masih mematung di tempatnya. Untung saja sepupu perempuannya itu sangat memperhatikan Bilal, hingga tidak pernah sedikit pun menolak permintaannya.

Di lain tempat, Novia yang sudah rapi dengan gamis coklat susunya bersiap untuk memasuki kelas hari ini. Sebelum itu, ia kembali membuka buku paket aqidah akhlak untuk mengecek materi yang akan ia sampaikan. Ia duduk sebentar di bangku belajarnya, sembari membaca materi tersebut. Setelah di rasa cukup, ia beranjak untuk segera memasuki kelas.

Di perjalanan, ia bertemu dengan segerombolan santriwati dengan sesuatu yang mereka sembunyikan. Novia yang sempat melihat itu pun menghentikan langkahnya. "Apa yang sedang kalian lakukan di sini? Bukankah pembelajaran akan segera di mulai." ucapnya sembari melihat satu persatu di antara mereka.

Salah satu santriwati yang menundukkan kepala akhirnya membuka suara, "Afwan Ustadzah, kami sedang dalam perjalanan menuju kelas." jawabnya.

Novia mengangkat sebelah alisnya, "Sedang menuju kelas atau menuju pos satpam ikhwan?" tanyanya memancing kejujuran santrinya.

"Afwan Ustadzah, kami hanya ingin memberikan sesuatu untuk Ustadz Muda." Akhirnya, salah satu di antara mereka mengatakan yang sebenarnya sembari menunjukkan satu kotak kecil yang sudah di bungkus sedemikian rupa.

Novia yang melihat itu hanya bisa menghela nafasnya, "Kalian ini, nggak ada henti-hentinya ya." ucapnya sembari tersenyum. "Saya tidak melarang kalian yang ingin memberikan apapun untuk Ustadz Muda, karena itu termasuk rasa peduli kalian terhadap beliau. Tapi, tolong ingat waktu. Ingat, kalian ke sini untuk mencari ilmu bukan bermain-main. Sekarang saya mohon, simpan dulu kotak itu dan masuk kelas sekarang karena pelajaran akan segera di mulai." Setelah menyelesaikan kalimatnya, Novia kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas. Para santriwati itu juga menuruti perkataan ustadzahnya, menyimpan kotak dan segera menuju kelas.

Setibanya di depan kelas, Novia mengucapkan bismillah terlebih dahulu hingga kakinya melangkah memasuki ruangan. "Assalamu'alaikum," ucapnya yang kemudian di jawab oleh seluruh santri. Kegiatan belajar mengajar pun di mulai dengan pembacaan do'a terlebih dahulu. Novia memberikan sedikit materi dan membagikan kertas soal latihan kepada santrinya. "Silakan dikerjakan, ingat jangan menyontek." ucapnya yang sudah kembali duduk di bangku guru.

Waktu 45 menit sudah berlalu, Novia mengakhiri pembelajarannya hari ini. Ia segera meninggalkan kelas dan berjalan menuju ruang guru. Setibanya di sana, ia menemui beberapa guru mata pelajaran umum yang masih bersantai di mejanya. "Selamat pagi Ustadzah Novia." sapa Firdan guru matematika. Novia hanya menundukkan kepalanya, ia sangat menjaga pandangannya terhadap lawan jenis.

Novia langsung menempati mejanya. Sembari menunggu mata pelajaran berikutnya, ia kembali membaca materi yang akan ia sampaikan.

Firdan mendekati meja Novia, ia menyodorkan map biru padanya. Novia yang bingung langsung bertanya, "Ini apa Pak Firdan?"

"CV sepupu saya Ustadzah, coba dilihat dulu siapa tahu cocok. Lagian Ustadzah Novia juga sudah cocok untuk menikah." ucap Firdan.

"Tap-"

"Baca dulu Ustadzah, ini sepupu saya minta dita'arufkan sama Ustadzah. Dia pernah ke sini nganterin buku saya yang ketinggalan di rumah dan tidak sengaja melihat Ustadzah." Firdan berlalu meninggalkan Novia yang masih terdiam. Ia masih melihat map biru tersebut dan belum berniat membukanya.

Dari kejauhan, Rara memasuki ruang guru sembari tersenyum. Ia langsung menuju meja Novia. "Hai Vi." sapanya.

Novia yang tersadar langsung tersenyum kikuk dan membalas sapaan Rara. "Hai Kak." ucapnya.

Rara yang menyadari tingkah aneh Novia mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu Vi, are you okay?" tanya Rara.

Novia kembali melihat map tersebut dan menghela nafasnya. "Nanti aku mau cerita sama Kakak. " ucapnya.

"Okay, Kakak ke kelas dulu ya. See you," Rara yang sudah mengambil bukunya segera berlalu meninggalkan Novia yang masih termenung.

Teng.... Teng.... Teng....

Bel pulang berbunyi, santriwan dan santriwati juga sudah kembali ke asrama mereka. Begitupula para pendidik yang sudah mengosongkan ruang guru.

Novia sudah kembali ke kamarnya. Map biru yang diberikan Firdan juga ia bawa pulang. Saat ini ia sedang menunggu Rara untuk berbagi cerita.

Dari kejauhan, terdengar langkah kaki yang menuju ke kamarnya. Kemudian, seseorang yang di tunggunya langsung membuka pintu kamar. "Dari tadi nungguin Vi?" tanya Rara.

"Nggak kok Kak, Via juga baru pulang." ucap Novia yang tak pernah melunturkan senyumnya.

"Ada apa nih? Kamu kayaknya nggak bersemangat deh." Rara mencoba menerka-nerka. Novia langsung menyodorkan map biru yang sedari tadi tergeletak di mejanya. "Apa nih?" tanya Rara yang langsung mengambil map tersebut.

Rara langsung membuka map itu tanpa basa-basi. Betapa terkejutnya Rara saat melihat isi dari map itu. "Vi?" Ia mencoba meminta penjelasan dari Novia.

Novia menghela nafasnya, "Aku nggak tau Kak yang mana orangnya, dan aku juga belum buka map itu. Katanya itu sepupunya Pak Firdan." jelas Novia.

"Tapi, kenapa kamu terima? Apa kamu sudah tidak mau berusaha lagi memperjuangkan cintamu?" tanya Rara menatap Novia dalam.

Novia berpikir sejenak sembari melihat ke arah jendela. "Apa aku masih bisa berjuang untuk meraih cintanya Kak?" tanya Novia.

"Masih bisa Vi, Kakak akan bantu kamu. Bagaimanapun caranya, cuma kamu yang pantas mendampingi dia." Rara berusaha meyakinkan Novia.

"Tapi, sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik Kak." Novia beralih menatap dalam Rara.

"Dan yang tidak diperjuangkan akan disesali kemudian Vi." ucap Rara. "Mau kan berjuang lagi?" Rara memastikan perasaan Novia saat ini. Ia yakin Novia dan Bilal adalah pasangan terbaik dari segi apapun.

"InshaaAllah Kak." ucap Novia pada akhirnya. Rara tersenyum menatap Novia, ia berusaha mengalirkan energi positif dan percaya diri pada adik sambungnya itu.

****

Jangan lupa tinggalkan 👣
See you on the next part....

Ustadz Muda √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang