12. PERSELISIHAN

2.5K 241 5
                                    

SELAMAT MEMBACAAA YAAA

***

Genisa mengusap rambut hitam Arka yang sedikit basah lantaran kehujanan. Wanita itu tersenyum sedih kala melihat wajah Arka yang penuh lebam dengan mata terpejam. Tidak biasanya Arka terlihat lemah seperti ini. Wajah tenang itu seolah terdapat banyak kegelisahan, hatinya begitu sakit mengingat Arka yang masuk ke dalam rumah dengan keadaan yang sangat kacau. Babak belur, basah kuyup dan disertai ringisan pelan menahan sakit.

"Arka tidur, Ma?" Yasta memasuki kamar Arka dengan kedua tangan yang di masukkan pada kedua saku jaket. Cowok itu berdiri disamping mamanya sembari sesekali melihat ruangan adiknya yang bernuansa elegan dengan sedikit poster bergambar abstrak.

"Iya, kecapean banget kayak nya." Jawab Genisa tanpa mengalihkan perhatiannya.

Yasta diam, dia menatap wajah Arka dengan perasaan yang tidak dapat di mengerti. Ada sedikit penyesalan dengan apa yang sudah dirinya lakukan. Namun tetap saja, rasa dendam itu tidak akan pernah sirna begitu saja. "Tumben, Arka babak belur sampai kayak gini " Ucap Yasta lagi.

"Nggak ada yang tau kondisi tubuh seseorang, jangan mentang-mentang udah biasa babak belur, bakal tetep kuat." Sahut Bara yang menghampiri mereka. Arka yang memang tidak tidur, memilih untuk tetap memejamkan matanya. Menikmati usapan lembut dari tangan sang Mama. Untuk kemudian, ia meraih tangan Genisa dan mendekapnya pelan.

Genisa yang sedikit terkejut, menatap anak laki-lakinya yang masih memejamkan mata sembari mengusap rambut cowok itu, "Arka, ada yang sakit lagi sayang?"

"Nggak ada," jawabnya dengan gelengan kepala. Jika dibilang sakit, itu pasti. Seluruh tubuh cowok itu nyaris penuh luka lebam, mustahil jika Arka tidak merasakan sakit sama sekali. Tubuhnya terasa sangat lemas dan remuk.

"Jagoan papa kuat, nggak mungkin langsung tepar gitu aja!" Ucap Bara seolah menyemangati putra keduanya. Pria itu duduk disisi ranjang Arka.

"Siapa yang bikin lo kayak gini, Ka?" Tanya Yasta sontak membuat Arka membuka matanya. Tangannya mengepal erat tanpa sepengetahuan mereka. "Keparat! Cara main lo murahan! Sok nggak tahu apa-apa didepan mama sama papa? Pengecut!" Batin Arka mengumpat dengan pandangan menatap kearah Yasta.

"Siapa, Ka?" Tanya Bara karena tak kunjung mendapat jawaban. Pikiranya sebagai seorang ayah, ia juga harus bertindak dengan kasus pengeroyokan putranya.

"Nggak tau pah, Arka nggak kenal."

"Bener kamu nggak kenal?" Tanya Genisa kembali memastikan.

*****


Aurey berjalan menuruni tangga seraya memegangi tubuh Arka, agar tidak terjatuh karena masih sangat lemas. Untung saja hari ini adalah hari minggu. Jadi, Arka bisa beristirahat penuh tanpa melakukan aktivitas apapun di sekolah. Mereka berjalan menuju sofa ruang tamu dan duduk di sana. Lebam disekujur tubuh Arka masih terlihat sangat jelas. Bahkan, saat berjalan pun, perutnya masih terasa sangat nyeri. "Bang?"

"Hm,"

Aurey menghela napas dengan melihat luka di tubuh kakaknya, terutama pada bagian wajah. Sesekali meringis disaat membayangkan bagaimana sakitnya luka itu jika dibuat untuk berbicara. "Masih sakit nggak?"

"Masih," jawab Arka jujur. Cowok itu menghela napas kesal, ia sama sekali tidak minat makan kala adiknya menyuapi satu sisir roti. Perutnya benar-benar tidak nyaman.

ALGARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang