36. KEPERGIAN YANG SINGKAT

3.7K 298 19
                                    

HAIII!!!

SELAMAT MEMBACA KEMBALI.

Bismillah dulu semoga sukaa


Bersimbah darah bukan berarti waktunya untuk menyerah. Tetapi membuktikan kepada sang berlian, bahwa yang tidak berkilau, bukan berarti harga rendah. Tetapi harga mati yang diperjuangkan dengan amarah.

Tidak perlu marah, tidak perlu kecewa, dan tidak perlu menyesal. Apa pun yang telah terjadi saat ini, hanya ujian sementara yang menegaskan kembali betapa indah dan sakitnya sebuah 'Takdir'.


*******

Di ruangan yang khas dengan aroma antiseptik itu, Aurey masih setia memandangi wajah pucat laki-laki yang terpejam di atas brankar beberapa hari belakangan ini. Tangannya bergerak mengambil kain yang sudah dibasahi oleh air hangat dan mengusapkannya ke lengan kakak laki-lakinya. Sudah hampir seminggu lamanya, Arka belum ada perkembangan sama sekali. Bukannya membaik, jantungnya kini semakin lemah dan sering mengalami drop.

"Abang, denger suara adek cantik lo ini nggak?" Aurey tersenyum sendu. Dari sekian pertanyaan yang dirinya tanyakan, sama sekali tidak mendapat jawaban. Kakak terbaiknya itu masih tenang dengan dunianya sendiri.

"Kangen bang, kangen banget. Bang Ka bangun, ya? Kasih semangat buat bang Leo, dia juga sakit kayak abang!" Air mata yang sempat dirinya tahan kini meluncur begitu saja. Membasahi wajah cantiknya yang tkdak ceria saat ini.

Aurey menyentuh kening Arka yang tertutup rambut yang mulai memanjang, dingin. Tubuhnya terasa begitu dingin. "Jangan tidur terus bang, yakin nggak kangen sama tawuran?"

Melihat napas kakaknya yang sangat pelan, tentu membuat Aurey khawatir. Ia khawatir jika suatu saat nanti, napas itu berhenti, napas itu tidak lagi berhembus. Aurey tidak menginginkan hal yang sewaktu-waktu bisa terjadi itu. Ia belum siap menerima hal yang bersangkutan dengan kehilangan. Dia belum siap, sungguh!

Gadis itu kembali menangis, masih terbayang jelas bagaimana sakitnya luka-luka disekujur tubuh kakaknya. Terbayang juga bagaimana indahnya sosok laki-laki yang melingkarkan kain hitam di kepalanya. Terbayang jelas, punggung yang tegap, suara yang tegas, senyum yang begitu tulus, dan usapan yang sangat-sangat membuat Aurey candu.

"Bang, bentar lagi ke puncak buat perpisahan sama kelas dua belas. Lo kan udah janji, bakal jaga keamanan di puncak nanti. Bangun yuk,"

"Denger kan bang, lo denger semua suara gue? Jadi, bangun ya bang? Peluk gue lagi, usap kepala gue lagi!" Aurey meraih tangan lemah Arka untuk mengusap rambutnya. "Nggak kangen kita semua? Mama, papa, bang Yasta, dan temen-temen lo? Kita nungguin kesadaran lo bang. Mereka juga nungguin ketuanya bangun dan ngasih penenang buat mereka. Buat hari-hari mereka yang kacau,"

Tes..

Arka meneteskan air mata disela-sela Aurey bercerita. Aurey tahu, bahwa kakaknya bisa mendengar semuanya. Aurey juga yakin, di bawah kesadarannya, Arka kesakitan. "Gapapa kok bang, kalo lo belum kuat. Cuman butuh semangat aja, di saat lo kayak gini, bang Leo sakit bang. Bukan hanya fisik, tapi juga batinnya,"

"Kita masih sabar nungguin kok bang. Tenang aja, kita semua masih nungguin lo buat bangun!"

"Sakit banget ya, bang? Badannya, jantungnya, semua sakit ya?"

Tidak jauh dari sana, Yasta mencengkeram jaketnya kuat. Entah apa yang membuatnya seperti itu, Yasta hanya sakit. Sakit melihat keluarganya yang dipenuhi dengan kesedihan. Sakit karena terlalu menuruti egonya sendiri!

ALGARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang