Kita sama-sama sakit dengan kepergian mama.
******
Setelah sedikit berbincang, beberapa anggota Venzaros memutuskan untuk sedikit bermain game hingga tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul tengah malam. Anggota lainnya sudah berpamitan untuk pulang kerumah, menyisakan mereka bersembilan—Erinna dan sembilan inti Venzaros yang masih sibuk masing-masing. Iya, Erinna memang sengaja diajak ke sana untuk sekedar berkumpul.
Terkecuali Arka dan Satya yang sudah merasa bosan dan memilih untuk pergi menuju teras markas. Baru saja mendudukkan tubuhnya, angin malam yang begitu dingin spontan menyentuh kulit hingga menembus tulang. Rasa dingin yang menyerang membuat mereka mengeratkan jaket masing-masing.
Arka menghela napas sejenak, pikirannya kembali berkecamuk dengan beberapa masalah yang membuatnya pusing akhir-akhir ini. Semua hal yang sangat tidak jarang dia rasakan, seolah tidak memberi celah untuk kebebasannya. Laki-laki itu berpikir, semesta sedang tidak memihaknya untuk diberi ketenangan. Alur yang berjalan seakan bertolak belakang dengan apa yang diinginkan olehnya.
"Gue capek, Sat." Ujar Arka yang membuat Satya beranjak duduk dari posisi berbaringnya.
Satya mengernyit sedikit bingung dengan arah pembicaraan sahabatnya itu sebelum menyahut. "Capek ya istirahat lah bos, capek kenapa lo?"
"Sama kayak dulu," jawab Arka dengan hembusan napas pelan. Sepertinya dirinya sudah tidak bisa memendam semua masalahnya sendirian, Arka butuh tempat untuk menyalurkan segala keresahannya. Sekuat apapun dirinya, ia hanya seorang manusia biasa yang perlu istirahat.
Mendengar itu Satya bergeming cukup lama. Meresapi dan kembali memikirkan arah pembicaraan yang Arka ucapkan. Seolah sudah menemukan jawaban dari pikirannya, Satya tersenyum tipis. "Hal itu, masih ada?" Satya kembali memastikan. 'Hal' yang dimaksudnya adalah tuduhan Yasta terhadap Arka. "Cerita aja Ka, lo nggak perlu mendam sendiri semua masalah lo."
"Rasa bersalah selalu menghantui gue Sat, penyesalan dan merasa dipojokkan berkali-kali gue rasain," Arka menjeda ucapannya sejenak. "Gue berusaha buat ngelupain semuanya. Tapi kenapa? Yasta selalu nekan gue dengan kata 'pembunuh?"
Tiba-tiba emosi Satya memuncak, dia baru mengetahui kalau selama ini Yasta masih membuat Arka terpaksa kembali teringat dengan masalalunya. Dia kira Yasta seperti itu hanya sementara saja. Ternyata tebakannya salah, Arka menyimpan luka yang tidak dirinya ketahui sama sekali.
"Gue capek, terus menerus minum obat-obatan yang saat ini bikin gue muak. Selain kematian mama, abang gue juga bilang hal yang sama setelah kecelakaan Shira. Pembunuh, pembawa sial? Bahkan tuduhan yang kontras dengan kenyataan. Dituduh pemakai gara-gara dia liat gue minum obat sialan itu," Arka terkekeh miris, menertawai apa yang sedang menyiksanya. Ia tidak peduli apabila ditertawai, Arka hanya ingin mengeluarkan segala hal yang mengganjal .
Belum selesai dengan tekanan dari Yasta soal kematian mamanya, Arka kembali dibuat jatuh ke dalam jurang yang sama disaat melihat kenyataan pahit yang menimpanya—kehilangan lagi. Kekasihnya kecelakaan tepat di depan matanya sendiri, lantaran tertabrak mobil yang berkecepatan tinggi disaat berlari untuk menghampirinya yang saat itu dalam kondisi tidak bisa melakukan apa-apa. Iya, Arka dan sahabat-sahabatnya dicekal oleh orang yang tidak mereka kenal dengan diberi pukulan bertubi-tubi.
Melihat itu semua, tubuh Arka melemas disaat itu juga. Kekasihnya yang dia jaga harus kehilangan nyawa karena ingin menolongnya. Cowok itu menyesal karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk sekedar menolong Shira yang meninggal tepat di lokasi. Dan mungkin, ini semua adalah alasan dari Arka yang belum bisa membuka hati untuk perempuan sampai saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGARKA
Teen FictionNEW VERSION!!! FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA!! ____________ "Gue nggak akan kemana-mana. Karena tugas gue masih panjang!" -ALGARKA VERGONTABARA- Sebenarnya hanya cerita sederhana yang menceritakan seorang laki-laki...