Part 5

26.7K 2.5K 40
                                    

Hari ini berjalan seperti biasanya. Aku bangun. Beres beres kamar. Mandi. Masak. Lalu mengajar. Tidak ada episode lanjutan dari cerita kemarin. Mas Gata diam, akupun diam. Anak anak pun diam. Mungkin mereka tahu Mama Papanya sedang tidak baik baik saja. Sebenarnya ini bukan masalah yang harus dibesar besarkan kalau saja Mas Gata mau terus terang. Dan juga lebih terbuka padaku, toh aku tidak akan marah pada masalah sepele seperti dia mengunjungi atau menemui mantan istrinya.

Hanya saja permasalahannya disini Mas Gata yang selalu menganggap masalah itu tidak penting. Kalau problem yang harusnya bisa membuat pertengkaran kalau sama Mas Gata tidak. Aku Marah, dia diamkan. Aku kesal, dia juga diam. Giliran dia marah aku yang ketar ketir. Dimana letak keadilan pemirsa?!

Andai saja aku bisa seperti Mas Gata yang tidak perlu repot repot mempermasalahkan masalah yang tidak penting, atau menggangap masalah sebagai angin lalu. Namun tidak bisa! Aku diberi perasaan ya bisa merasakan, senang, sedih, bahagia, kesel, benci dan lain lain. Kenapa Mas Gata tidak? Dia mau sedang bahagia atau sengsara mukanya tetap sama. Tenang dan lempeng!

Dasar. Mentang mentang menjadi lelaki lebih mengutamakan logika, apa apa harus logis. Kalau permasalahan yang menyangkut perasaan dibilang tidak logis. Emangnya perasaan itu gapenting buat kamu ya Mas? Kalau buatku penting dan aku ingin kamu mengerti perasaanku kira kira kamu bisa tidak Mas?

Susah banget ya buat kamu buka hati untuk aku?

Okelah. Kita menikah bukan karna cinta. Tapi bukankah cinta datang karna terbiasa?

Tiga tahun. Sudah tiga tahun kita bersama, perasaan kamu gimana ke aku Mas? Apakah masi anggap aku cuma menjadi ibu sambung anak anakmu? Atau sungguhan pasangan hidupmu? Atau jangan jangan hanya teman seatap ya Mas?

Ouh. Mikir aneh aneh aja terus Nye!

Udahlah Nye, fokus mengajar saja!

"Bu Anye.. Slidenya kelewatan"

Ouh Astaga! Kebanyakan melamun kamu Anye! Sampai lupa kalau lagi mengajar.

"Maaf.. Mari kita lanjut" aku sibuk kembali ke Laptop didepanku. Malu sebenarnya melamun didepan anak anak apalagi sedang menerangkan sesuatu.

Shit!

Jangan bilang apa yang aku lamunkan tak sengaja aku ucapkan!

Aku langsung buru buru bertanya.

"Maaf, tadi saya ada bicara aneh di depan kalian?" aku melihat mereka menggeleng. Syukurlah, lega rasanya.

"Oke... Kita lanjut. Jurnal itu terdiri atas beberapa kolom. Kolom (1) : untuk mencatat tanggal terjadinya transaksi. Kolom ini terbagi atas dua bagian. Bagian kiri digunakan untuk mencatat tahun dan bulan, sedangkan bagian kanan untuk mencatat tanggal. Kolam (2) : untuk mencatat nama akun yang didebet dan nama akun yang dikredit. Dalam kolom ini dicatat juga keterangan atau uraian singkat tentang transaksi yang dicatat. Kolam(3) : untuk mencatat nomor akun yang didebet maupun aku yang dikredit. cara pemakaian kolom ini akan diterangkan pad bagian lain dalam bab ini.Kolom (4) : untuk mencatat jumlah rupiah yang harus didebetkan ke dalam akun yang namanya telah tertulis pada kolom (2). Kolom (5) : untuk mencatat jumlah rupiah yang harus dikreditkan ke dalam akun yang namanya telah tertulis pada kolom (2). Berikut saya perlihatkan contohnya." Aku mengampu mata kuliah Akuntansi pada semester satu, tahun ini.

"Apa ada yang ingin ditanyakan?"

"Cukup bu." mereka menjawab kompak.

Aku mengangguk dan melanjutkan kembali

"Pencatatan ke buku besar.
1. Pencatatan ke dalam Buku Besar (Posting)
2. Pencatatan saldo awal dari data neraca awal (jika perusahaan sudah berdiri sebelum periode bersangkutan). Rekening yang ada di sisi debet neraca dicatat sebagai saldo debet dan rekening yang di sisi kredit neraca dicatat sebagai saldo kredit.
3. Pencatatan tanggal terjadinya transaksi yang diambilkan dari tanggal transaksi pada jurnal, ke kolom tanggal rekening buku besar yang bersangkutan.
4. Pencatatan keterangan yang diambilkan dari keterangan/uraian dari jurnal ke kolom keterangan pada rekening buku besar yang bersangkutan.
5. Pencatatan jumlah debet dalam jurnal ke kolom debet rekening yang bersangkutan, dan mencatat jumlah kredit dalam jurnal ke kolom kredit rekening yang bersangkutan.
6. Pencatatan nomor halaman jurnal ke kolom referensi (Ref) rekening buku besar yang bersangkutanJika rekening dalam jurnal sudah dibukukan ke dalam rekening buku besar, di kolom referensi jurnal dicatat nomor kode rekening yang bersangkutan.Jika digunakan rekening yang berbentuk tiga kolom atau empat kolom, carilah saldonya dengan cara membandingkan antara jumlah saldo dengan pencatatan transaksi tersebut.
7. Pencatatan debet akan menambah saldo debet atau mengurangi saldo kredit, sedangkan pencatatan kredit akan mengurangi saldo debet atau menambah saldo kredit.
Saya akan meng-share tugas kalian. Saya cukupkan sampai disini. Terimakasih dan selamat siang." Aku mengakhiri kelasku siang ini dan kembali keruang dosen.

"Bu Anye, Makan makan sini.. Pak Gata baik banget ya bu bagi bagi rezeki makanan. Alhamdulillah rezeki dosen sholeh." Aku disambut dengan hangat, dan segera diberi ruang untuk makan. Beberapa dosen lain mengucapkan terimakasih kepadaku atas sesuatu yang tidak aku lakukan tentu aku tidak memiliki andil perihal mentraktir makanan. Aku mendesah kecewa, untuk hal hal sekecil ini pun Mas Gata tidak terbuka kepadaku. Lalu apa gunanya aku? Kalau hal sekecil inipun dia lakukan sendiri. Sebenarnya aku sangat malu mereka mengucapkan terimakasih atas sesuatu yang tidak aku lakukan seakan akan aku berperan besar disini padahal ya akupun tidak tahu.

"Loh itu Pak Gata, Mari sini Pak makan bersama sama."

Aku menengok untuk melihat keberadaan Mas Gata, rupanya benar dia mengarah kesini dan duduk di kursi kosong depanku. Kami para dosen memang makan bersama tetapi duduk dikursi masing masing.

Mas Gata tersenyum dan mengambil makanan milikku yang belum sempat ku makan.

"Ambil lagi."

Enggan menyahut aku lantas pergi untuk mengambil makanan lagi untukku.

"Terimakasih ya Pak."

"Sering sering juga gaapa loh Pak, kami senang" Pak Edi ikutan menyahut.

Dosen lain tertawa. "Lah Di keenakan kamu dong..." Bu Mika, salah satu dosen yang paling tua disini berdecak sinis.

"Bercanda dong buu... " Pak Edi menjawab sembari cengar cengir.

Pak Edi emang orangnya begitu. Asik dan suka bercandaan. Dan tentu masih single. Alias belum menikah. Banyak dosen dosen muda disini yang sering digoda oleh Pak Edi, tapi maksudnya cuma bercanda.

Aku kembali duduk ke kursiku. Rupanya makanan Mas Gata sudah habis. Cepat juga makannya ya? Atau aku yang terlalu lama mengambil makananku? Ah bodoamat kenapa juga harus aku pikirin.

"Makan yang banyak Nye... Badan kamu kecil gitu." aku melotot kearahnya. Enak banget kalau ngomong! Dulu aku agak berisi dibilang gendutan! Giliran udah diet diet dibilang kecil. Mauanya apasih!

"Nanti gendut kamu suruh diet"

"Kapan saya suruh kamu diet?"

Aku melongo. Lupa ya anda bilang ke saia beberapa bulan lalu kalau saia gendutan. Pikun ya kamu Mas?

"Waktu dirumah Ibu kamu bilang aku gendut. "

Mas Gata mengerutkan dahinya, mungkin sedang mengingat ngingat. Awas aja lupa?! Aku aja masi ingat malunya ditertawakan bapak!

"Saya kan cuma menyetujui ucapan bapak Nye.."

Idih.

Mana ada.

Dia sampai menilaiku dari atas kebawah baru berucap bahwa aku gendut.

"Tetap saja penilaian kamu kan?"

"Tapi saya tidak suruh kamu diet."

Astaga.

Aku benar benar ingin ke Antartika lalu teriak sekencang kencangnya. Emang kalau kalian dibilang sama suami gendut kalian berbangga hati? Tidak kan pemirsa! Pasti setelah itu kalian berpikiran untuk diet! Emang dibilang gendut sama suami sendiri tu harus tersipu sipu gitu?

"Terserah." malas aku menanggapi. Bodoamat! Susah ngomong sama kamu memang!

"Buatkan saya kopi Nye, bawa keruangan saya."

Shit!

Padahal aku lagi kesel lho Mas! Kok kamu gapeka sih!


Semoga kalian terhibur dengan cerita ringan dari Anye-Gata.

Balik RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang