"Kamu sengaja banget ya Mas?" aku mengarahkan pertanyaan sinis kepada Mas Gata.
Mukanya tetap datar menatapku, seakan akan muka jutek yang aku perlihatkan tidak gentar membuatnya ciut.
Sialan.
Benar kata Pak Fadli, Mas Gata selalu stay cool disituasi apapun.
"Saya hanya bicara apa adanya."
"Bicara apa adanya ya? Untuk apasih kaya gitu? Seneng kamu mojokin aku? True kan kamu memang niat nyindir aku?" aku menyela dengan cepat, tidak mau membiarkan Mas Gata punya kesempatan untuk berbicara.
Cause, kalau dia sudah bicara, aku pasti yang akan mulai menciut dan kehilangan gairah untuk berdebat.
"Gak sepenuhnya salah." Mas Gata menjawab dengan menatapku. Lalu menarik tanganku supaya duduk di sofa sebelahnya.
Saat ini kami sedang di kamar. Setelah aku masuk kamar, selang berapa lama Pak Fadli dan Mbak Hanum pulang. Aku sedikit merasa bersalah dan malu karna sikapku yang kekanakan.
Harusnya aku bisa menahan kekesalanku, sampai tamuku pulang.
Ouh, aku harus minta maaf kepada Mbak Hanum.
"Gausah deket deket, aku lagi marah ya sama kamu."Aku menepis tangan Mas Gata yang mencoba menarikku agar lebih dekat dengannya.
"Saya minta maaf, sini bantu saya koreksi nilai."
Shit!
Aku kira dia menyeretku dekat dengannya karna dia mau bujuk aku, ternyata disuruh koreksi nilai. Gaada yang lebih mencengangkan lagi ya Mas?
Astaga.
Sabar Anye!
"Mas aku serius, kamu serius dengerin aku ga sih?"
"Denger."
Aku beringsung mendekat, lalu mengambil alih laptop dipangkuannya. Kalau ga diginiin kayanya dia akan terus terusan menganggap omonganku sebagai angin lalu.
"Kenapa sih Nye?" Mas Gata berusaha mengambil laptopnya kembali, tapi aku lebih gesit berdiri dan memindahkan laptop ke kasur. Supaya berada jauh dari jangkauanya.
"Dengerin aku makanya!" aku melotot kearahnya, yang dibalas decakan oleh Mas Gata.
"Saya denger dari tadi." lalu kembali melanjutkan. "Kamu bisa tidak sih Nye, sekali aja gausah banyak bicara, gausah banyak nuntut ini itu. Saya maunya kamu tu kaya Sena gitu lo, diam dan tenang. Dewasa dan gak kekanakan." lalu diakhiri kalimat." Salah saya menikah dengan orang yang jauh lebih muda." Kemudian Mas Gata mengambil laptopnya dan keluar dari kamar.
Menyisakan aku dengan keterkejutan yang luar biasa.
Kalian tahu, hal apa saja yang paling membuat kita merasa tersakiti?
Ucapan orang terdekat yang melukai perasaan kita.
Hanya kalimat singkat yang diucapakan dengan jujur oleh Mas Gata, mampu membuatku diam tak berkutik.
Rasanya kaya nyawaku dicabut. Tinggal raga tanpa nyawa, yang melayang layang.
Aku lemes banget dengernya.
Segitu kekanakannya aku dimata kamu ya Mas? Segitu ga dewasa banget aku dihadapan kamu ya Mas?
Aku mengelap dengan kasar air mata yang tiba tiba sudah membanjiri wajahku. Lalu meraup sisa sisa harga diri yang dengan kejamnya dicampakan oleh suamiku sendiri.
Mungkin lain kali aku harus belajar dari Mantan isterinya, biar jadi isteri sempurna buat seorang Gata Maharajasa.
Padahal kalau kamu tahu Mas, aku gapernah nuntut banyak selama ini. Kamu gatau seberapa kebosanannya aku sebagai isteri kamu yang selalu menuruti setiap perintahmu, atau seberapa lelahnya aku untuk merasa pantas bersanding dengan kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balik Rasa
RomanceAku tak menyangka diusiaku yang ke dua puluh tujuh aku sudah memiliki dua orang anak remaja dan suami ya bersahaja. Aku disini akan menceritakan titik balik menjadi seorang istri dan ibu. Ngomong ngomong, aku akan memperkenalkan diri secara singka...