Part 20

25.9K 2.7K 369
                                    

Akhir akhir ini aku sering mendengarkan lagu Idgitaf yang judulnya Takut. Begini liriknya takut tambah dewasa, takut aku kecewa, takut tak seindah yang kukira. Dan memang benar adanya, setiap manusia pasti pernah mengalami hat tersebut. Dulu diumurku yang masih awal dua puluhan aku benar benar takut dengan pilihan yang akan aku ambil. Takut menjalaninya dan takut tidak sanggup menjalaninya. 

Aku dulu punya banyak Mimpi, salah satunya bisa belajar diluar Negeri setelah lulus Sarjana. Ambil gelar Doktor. Tapi ternyata semua itu hanya angan anganku. Hanya sebuah keinginan yang demi tuhan bahkan tidak aku realistiskan. Aku mengambil pilihan yang kini sedikit demi sedikit aku sesali.

Aku kecewa.

Dengan diriku sendiri.

Kenapa tak pandai memilih pilihan?

Dan dari banyaknya lirik yang terdapat didalam lagunya. Lirik yang paling aku sukai adalah aku sudah dewasa. Aku sudah kecewa. Memang tak seindah yang kukira. Lirik itu yang menampar diriku. Aku kecewa, karna menjadi dewasa tak seindah yang aku kira.  Demi tuhan, rasanya aku ingin kembali kemasa mudaku. Yang masih ragu ragu memilih pilihan, dan andai aku bisa kembali aku akan membuat sebuah pilihan baru, yaitu pergi sejauh jauhnya, dari orang orang yang hanya bisa menyakiti.

Kalian benar aku memang bodoh. Mengambil jalur terberat dari banyaknya jalur yang bisa mudahnya aku terobos.

Tapi pertanyaannya, jika aku tak ambil jalan ini, bisakah aku tetap jadi seperti yang sekarang? Bisakah aku menjadi dosen diusia muda? Bisakah aku mendapatkan kasih sayang dari seorang anak? Bisakah aku merasakan peran sebagai seorang Ibu dan Isteri? Dan bisakah aku akan tetap berada didekat Ibu dan Bapak?

Aku yakin. Jika dulu aku ambil gelar Doktor, seminimalnya aku akan kerja diluar Negeri. Bahkan bisa jadi aku menetap disana. Dan setelah itu mungkin akan menyesalinya karna bisa jadi ketika aku pulang mungkin Ibu sudah tiada.

Itu yang aku inginkan?

Tentu tidak.

Aku akan tetap mensyukuri pilihan bodoh yang sudah aku ambil. Aku akan mencari banyak banyak hikmahnya. Dan aku akan sekuat hati menjalaninya.

Ya, aku hanya perlu itu.

Syukur. Syukur. Dan bersyukur.

"Lo tuh gausah gila ya Nye! Masa sih Pak Gata mau main gila dibelakang lo. Gila aja kalau sampe gitu. Lo cantik, manis, dan aduhai gini-aduh sakit Nye... "Nara meringis setelah mendapatan cubitan gemas dariku. Itu kalau tidak dihentikan pasti omongannya jelek.

"Gue gatau sih. Semoga aja Bapak sama Ibu salah liat. Tapi ya Nar, gamungkin salah liat. Jugaan cewe itu siapa sih? Mas Gata gak punya adik cewe terus juga gak terlalu dekat sama sepupu sepupunya yang cewe." aku menerawang lagi mengingat ngingat dan sudah sangat jelas Mas Gata itu tidak punya adik perempuan ataupun sepupu sepupunya pasti ya kalau main, mainnya kerumah.

"Apa jangan jangan beneran selingkuh kalik ya Nar?" tanyaku lagi.

"Muka lo kaya bukan isteri yang sedang merana ditinggal selingkuh."

Terus suruh apa dong!

"Kalaupun memang selingkuh apa gue harus nangis dua puluh empat per tujuh gitu?! Gila ya Nar, gue tu gak tolerir kalau udah selingkuh. Kalau Mas Gata beneran sampe selingkuh. Gue bakal gugat cerai kok. Gue gak suka diselingkuhin Nar. Pasti semua orang juga gitu sih. but, it is fatal for me and unforgivable."

"Very good Anye. Cuman lo lupa, anak anak lo ntar gimana kalau cerai? Gue sangsi lo gak bakal tega ninggalin Venus sama Angka." Kata Nara sambil menyomot gorengan yang dihidangkan Ibu kantin di meja kami. Aku dan Nara sedang lunch break di kantin kampus. Tadinya mau pesan makan saja, tapi aku urungkan karna aku ingin cerita hal privasi ke Nara.

Balik RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang