Mungkin memang benar adanya cinta tulus seorang laki laki kepada pasangan itu nyata. Aku harus menggarisbawahi laki laki tersebut, tentu Mas Gata belum termasuk salah satunya. Yang aku maksud adalah Bapak, sudah seminggu peninggalan Ibu, Bapak masih tetap menjalankan aktivitas aktivitasnya seperti biasa, malah aku melihat Bapak semakin gencar mencari cari kegiatan untuk beliau lakukan.
Namun satu hal yang bisa aku lihat. Tidak ada satupun binar mata Bapak yang menyala. Semuanya redup. Remang remang aku melihat ada kerapuhan didalamnya. Ibarat sebuah kursi yang dimakan rayap, lama lama akan lenyap. Maka itu yang aku takutkan, aku takut Bapak terlalu terlarut dalam ambisinya untuk menjadi kuat dan terlihat tegar, sampai lupa bahwa sesekali terlihat rapuh itu tak apa. Tak perlu membebani diri.
Pertama kali aku sampai dirumah, jenazah Ibu sudah dikafani lebih dulu karna jika menunggu aku datang akan memakan waktu. Karna aku terjebak macet cukup lama, penyebabnya adalah kecelakaan.
Bapak akhirnya memutuskan mengubur Ibu lebih dulu dan tidak menunggu anak anaknya tiba. Karena pikir Bapak itu terlalu lama dan tidak baik buat Ibu yang harusnya sudah diantar keperistirahatan terakhir.
Beruntung aku tiba sebelum Ibu dimakamkan. Aku peluk Ibu, Aku cium Ibu, dan aku selalu berharap sampai saat ini bahwa Ibu masih ada disudut rumah ini. Menyiapkan makanan di ruang makan, atau menyusun buku buku diruang keluarga, atau yang paling sering Ibu lakukan adalah menyirami tanamannya dihalaman belakang yang katanya sudah ia anggap anak sendiri.
Seminggu Ibu pergi, namun tak pernah sekalipun rasa penyesalan yang hinggap didada kunjung mereda. Seandainya aku sering mengunjungi Ibu. Seandainya aku sering menghubungi Ibu, menceritakan apapun yang aku alami. Tapi hal tersebut hanya akan menjadi kata seandainya. Sekalipun aku menangis tak henti henti, menyesali segala hal, Ibuku tidak akan pernah kembali.
Harusnya yang kulakukan saat ini adalah mendoakan Ibu dan menghibur Bapak kan? Tapi kenapa rasanya sulit sekali menghibur seseorang dengan perasaan yang hancur lebur.
Seberapa kalipun aku berusaha baik baik saja, nyatanya aku tak pernah baik baik saja. Rasanya aku ingin semua orang di dunia ini tuh tau rasanya nggak punya Ibu tuh gimana biar tak sekalipun dari kalian ada yang menyesal seperti aku.
Demi tuhan, sayangi Ibumu. Cintai Ibumu, dan muliakan Ibumu.
"Nduk... Kalau mau pulang ya gakpapa. Bapak kan ada Mas Linggar disini. Kasian Venus sama Angka kalau ditinggal lama. Gata juga pasti udah ninggalin kerjaan banyak. Kasian Gata gak leluasa kalau disini."
"Gakpapa Pak.. Nanti aku suruh Mas Gata pulang duluan. Aku mau temani Bapak dulu ya?"pintaku yang membuat Bapak hanya bisa mengangguk pasrah.
Hening beberapa saat sebelum Bapak kembali mengajakku bicara.
"Kata Ibu kamu akhir akhir ini kamu sedang ada masalah ya? Ibu tahu Nduk semuanya. Ibumu selalu tahu apa yang dirasakan anak anaknya. Kata Ibu akhir akhir ini suaramu selalu serak kalau ditelepon, atau kadang kadang suka kurang fokus kalau diajak bicara. Benar Nduk kamu ada masalah? Bapak minta maaf kalau memang masalah kamu ada dipernikahan. Harusnya dulu Bapak gak usah maksa kamu untuk cepat nikah ya Nduk..."
Perkataan Bapak langsung membuatku meluruhkan tangis. Aku tidak menyangka Ibu tahu sedalam itu, dan aku harus membuat Ibu menerka nerka dan berpikir keras tentang keadaan anaknya. Harusnya aku yang menceritakan dan berkeluh kesah kepadanya kan?
"Kalau aja dulu Bapak biarin kamu lanjut ambil gelar Doktor diluar Negeri mungkin sekarang kamu sudah bisa menemukan sayapmu dan terbang sejauh jauhnya mencari kata bahagia ya Nduk... Kalau seandainya Bapak gak keras kepala buat Ibu berhenti berkarir, mungkin Ibumu sudah punya banyak prestasi ya. Ibumu punya banyak mimpi, tapi lagi lagi Bapak egois dengan menjadikan Ibu hanya sebagai Ibu rumah tangga. Bapak menyesal Nduk.. Kenapa harus sekarang menyesalnya? Kenapa harus Ibumu pergi dulu baru Bapak tahu arti dari kehilangan dan penyesalan ya Nduk." Kupeluk erat Bapak. Berharap aku juga bisa memberikan energi positif untuk Bapak.
"Pak... Udah pak. Ibu pasti mengerti dengan maksud Bapak. Ibu pasti ngertiin Bapak."
Bapak tambah tersedu sedu. Seminggu berlalu, baru hari ini aku melihat tangisan Bapak.
"Itu yang membuat Bapak menyesal Nduk. Tak pernah sekalipun Ibumu protes akan semua hal yang Bapak perintahkan. Sekalipun itu bertentangan dengan keinginan Ibu. Maka dari itu Nduk. Kalau kamu tidak bahagia dengan dirimu yang sekarang, kamu bisa lepaskan Nduk. Terbanglah setinggi tingginya. Gapai kebahagian dirimu, dan utamakan dirimu Nduk."
"Pak..."
"Bapak tahu kamu ndak bahagia. Maka dari itu kamu boleh lepaskan Gata jika dia memang menyakitimu. Bapak bukan menyarankan perpisahan, tapi Bapak hanya ingin mengajarkan arti mengepakan sayap kepada anak anak Bapak."
Apa benar apa kata Bapak? Aku boleh terbang jauh? Melepaskan semua yang hanya bisa menggores luka, termasuk pernikahanku?
"Ini semua sudah menjadi pilihan Anye pak. Anye yang akan bertanggung jawab atas apapun yang sudah menjadi pilihan Anye. Termasuk menjadi bagian dari kehidupan Mas Gata Pak."
Dari semua percakapanku dengan Bapak sebulan yang lalu, tak pernah satupun kalimat yang Bapak ucapkan luput dari ingatanku. Termasuk salah satu kalimat yang dengan talaknya langsung menjatuhkan perasaanku hingga kedasar dasarnya. "Bapak pernah melihat Gata jalan dengan wanita lain di Mall. Bapak kira itu rekan bisnisnya Nye, tapi ternyata waktu Bapak lihat lebih dekat usianya terbilang masih muda Nye. Bapak saat itu masih berpikiran positif, tapi selang beberapa hari Ibumu cerita melihat Gata sedang memeluk perempuan belia yang Bapak tafsirkan adalah perempuan yang sama seperti yang Bapak lihat. Mungkin hal itu yang membuatmu sering menangis dan melamun akhir akhir ini Nye?"
Bahkan aku tak tahu menau tentang hal itu. Rupanya masalah yang sering aku permasalahkan kepada Mas Gata tak sebanding dengan masalah yang aku alami sekarang.
Demi tuhan,tak pernah terbayangkan sekalipun bahwa Mas Gata akan selingkuh. Aku tidak tahu itu benar benar selingkuh atau hanya ketidaksengajaan. Namun yang aku tahu, Mas Gata adalah laki laki brengsek yang pernah aku temui.
"Saya koreksi nilai diruang kerja dulu Nye. Kamu tidur duluan saja. Selamat Malam Anyelir." lalu Mas Gata menghilang dibalik pintu.
Akhir akhir ini memang Mas Gata lebih sering ber-ekspresi dan lebih terlihat bahagia. Auranya terpancar sampai aku sedikit kaget dengan perubahannya. Tapi dari semua pemikiran yang ada dikepalaku, aku hanya bisa menafsirkan satu hal dari semua perubahan sikap Mas Gata adalah bahwa Mas Gata sedang jatuh cinta.
Namun pertanyaannya apakah Mas Gata sedang jatuh cinta denganku atau kepada perempuan lain?
Tentu, poin dua yang akan aku percaya.
Mas Gata selingkuh.
Aku up double nih. Maapkan kalau ada kesalahan penulisan. Soalnya ini naskah masih belum terlalu matang langsung aku update.
Btw, udah mulai gak slow nih ceritanya. Semoga kalian suka HAHAHAHA.
Btw lagi, komen dong dibawah asal kalian dari mana? Kalau aku dari Lampung.
Jangan lupa vote dan komen.
Yuk bisa tembus 400 votes dan 200 komen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balik Rasa
RomanceAku tak menyangka diusiaku yang ke dua puluh tujuh aku sudah memiliki dua orang anak remaja dan suami ya bersahaja. Aku disini akan menceritakan titik balik menjadi seorang istri dan ibu. Ngomong ngomong, aku akan memperkenalkan diri secara singka...