Kalau diingat ingat berapa kali kami bertengkar atau beradu pendapat jumlahnya sudah tak terkira. Ini menurutku sih. Kalau Mas Gata mungkin mengira semua tidak menjadi masalah. Pokoknya semua masalah yang harusnya jadi masalah dia selalu menganggap enteng. Kalau aku marah, dia diamkan. Kalau dia marah dia juga diam. Jadi sama sama tidak berpengaruh dalam kehidupan seorang Gata Maharajasa.
Atau mungkin bisa jadi selama menikah denganku dia merasa tak perlu mengurusi persoalan kecil yang dibesar besarkan hanya karna sifat kekanakan yang muncul didiriku.
Atau bisa jadi dia malah menanggapi diriku yang kurang dewasa dalam bertindak dan berperilaku.
Perbedaan umur kami belasan tahun. Itu adalah faktor terbesar terjadinya perbedaan pendapat, pemikiran, dan kebiasaan. Makanya kami jarang sekali mengalami kesamaan.
Aku masih suka menonton film, Mas Gata tidak suka. Aku suka diajak jalan jalan, menurut Mas Gata itu tidak hemat waktu. Aku masih suka weekend bareng teman teman, Mas Gata jarang bertemu teman, kalau tidak acara reuni, seminar, acara diskusi, silahturahmi, atau bertemu karna kebetulan.
Tapi Mama pernah cerita dulu Mas Gata itu lumayan aktif main dengan teman teman sebelum punya anak. Mungkin karna ia merasa bertambahnya tanggung jawab. Selanjutnya, makin kesini makin jarang bertemu dengan teman temannya.
Aku sebenarnya ingin sesekali mengajak Mas Gata gabung bareng aku dan teman temanku. Tapi aku urungkan, teringat Mas Gata tidak suka berbasa basi, maksudku mungkin acaraku dengan teman temanku akan dianggap membosankan.
"Emang Anye sering ngajar ya Nye?" Mbak Hanum bertanya kepadaku disela sela kunyahan cookie yang aku sediakan.
"Sering Mbak, tapi ga banyak. Dibagi bagi sama urus anak."
Mbak Hanum mengangguk angguk.
"Jadi Ibu emang harus tanggap ya Nye... Bapak bapak mana paham ya Nye." Aku tertawa mendengarnya.
Kedua Bapak hanya diam saja, Pak Fadli yang tersenyum mendengar sindiran isterinya. Mas Gata diam saja, karna mungkin dia merasa tak begitu.
"Aku juga tanggap loh yang, urus kamu sama anak anak. Ini buktinya lemak ada dimana mana." Pak Fadli menyahut sembari mencolek colek lengan Mbak Hanum yang langsung dihadiahkan cubitan manis diperut.
Ouh. Romantisnya.
Pasti mereka saling mencintai.
"Anye galak gak ke kamu Ga? Kayanya semua isteri tu bisa buat laki laki kicep ya.." Pak Fadli bertanya kepada Mas Gata yang hanya dibalas kerutan kening.
"Kenapa harus gitu?" Mas Gata malah balik bertanya. Yang langsung disorakin heboh sama Pak Fadli.
"Nice banget. Stay cool gitu ya lo?" Pak fadli bicara sambil terbahak bahak. "Yes, I know seorang Gata Maharajasa gimana. Banyakin stok sabar ya Nye. Laki lo nih tahan banting sama omelan lo." Pak Fadli melanjutkan ucapannya sambil menepuk nepuk paha Mas Gata.
Mas Gata balik tersenyum. Lalu tak membalas satu katapun. Luar biasa suamiku!
"Oiya, Anye belum isi ya?" Mbak Hanum bertanya yang membuatku sedikit meringis.
"Belum Mbak. Belum rezeki." Aku menjawab sembari melihat ke arah Mas Gata yang hanya cuek saja. Seakan akan kami tak pernah bertengkar karna masalah anak.
"Gue nikah setahun langsung dikasi anak. Lo tiga tahun aja ganembus nembus? Ckckck Ga.. Ga.." Ouh. Pak Fadli ngajak gelut!
"Oh ya? Isteri lo dulu KB gak?" Mas Gata balik membalas yang langsung membuatku tersedak sedak karna aku sedang minum jus jeruk yang Bik Narsih buat.
Aku berusaha mengisyaratkan kepada Mas Gata untuk tidak membahas masalah tersebut disini. Tapi Mas Gata hanya menatapku sebentar lalu balik fokus ke Pak Fadli.
"Gak lah. Nikah kan kalau bukan untuk dapet anak emang dapet apa lagi? Kebahagiaan, kesenangan dengan pasangan mah itu bonus menurut Gue." Pak Fadli menyahut yang didukung anggukan kepala oleh Mbak Hanum.
"Tapi kayanya ada ya sebagian orang yang gamau punya anak?"
Aku langsung lemas. Mas Gata Brengsek! Ngapain nyindir nyindir sih? Ngomong langsung ke aku aja kenapa. Aku jadi males. Sebenarnya siapa yang belum dewasa sih?!
"Ya sebagian orang sih. Tapi menurut gue, hal itu kurang dapet positif nya. Okelah, itu pilihan masing masing. Tapi kalau di lihat lihat, kenapa harus milih gapunya anak? Disaat kita tahu kita adalah makhluk sosial yang butuh orang lain juga. Emangnya kalau kita udah tua yang ngurus siapa kalau bukan anak? Juga, kalau takut finansial, halah basi banget menurut gue. Kaya anak itu membuka pintu rezeki bro." Pak Fadli menjawab bersungut sungut yang langsung membuat Mbak Hanum mengambilkan minuman untuk suaminya.
Ngomong ngomong, teman Mas Gata yang mau berkunjung adalah Pak Fadli dan Mbak Hanum. Tetangga Mas Gata dulu, yang sekarang masi tetap menjadi tetangga Mama mertuaku. Pak Fadli seumuran Mas Gata, tapi kalau diliat dari segi penampilang Mas Gata lebih unggul dalam usia. Maksudnya terlihat lebih muda dan fresh. Mbak Hanum juga sepertinya sudah berkepala empat sama seperti suaminya.
Katanya muka kita bisa mengikuti muka pasangan kita kan? Semisal isteri yang lebih muda lama kelamaan akan menyeimbangkan usia suami yang lebih tua. Kalau isteri yang lebih tua, suami ikut tua. Jadi Mas Gata terlihat muda karna usiaku kan? Atau memang mau aku tua atau muda Mas Gata tetap saja awet muda. Ouh tidak adil!
"Menurut saya gak gitu Pak. Maksud saya memang sebagian orang merasa begitu. Tapi kita tidak bisa pukul rata alasan orang tidak ingin punya anak hanya karna finansial. Bisa jadi ada beberapa alasan lain pak. Kita kan tidak tahu ya pak?" aku bicara sembari menyelipkan candaan.
"Betul tuh, Aku juga ngerasa gitu kok Nye. Mas Fadli nih kalau ngomong ga disaring dulu."
"Iya iyaa. Pokoknya gitulah ya Nye. Saya mau ngomong lagi takut salah nih." Kata Pak Fadli sembari melirik isterinya.
"I see. Kaya semisal tidak siap mengandung dan melahirkan ya Nye?" Mas Gata ikutan nimbrung.
Ouh. Kelaut aja sana kamu Mas!
Please deh.
Aku balas menatapnya sinis.
"Memangnya ada ya yang seperti itu? Kayanya lebih banyak perempuan itu mau menjadi Ibu deh, melewati fase mengandung dan melahirkan." Mbak Hanum menyahut lagi diikuti decakan pelan dari Mas Gata yang masih bisa aku dengar, karna aku duduk disamping Mas Gata.
Biar kita habis bertengkar, kita harus menunjukan sikap baik baik saja di depan orang orang kan?
Aku rasa hal tersebut sudah sangat lumrah di dalam rumah tangga.
Mas Gata mengambil minum lalu menjawab ucapan Mbak Hanum
"Ada kok Num, ya kan Nye?"
Ouh Mas Gata gila!
Aku bringsut berdiri, lalu menghadap Mas Gata.
"Iya, ada kok Mbak. Aku contohnya." Kataku tak lupa memberikan tatapan tajam kepada Mas Gata. Biar dia paham, kalau aku marah.
Lalu aku perlahan berjalan meninggalkan ruang tamu.
Biarlah disangka tidak sopan, Mas Gata keterlaluan banget!
Kenapa coba bahas masalah didepan tamu? Apa faedahnya?
Aku benar benar tidak mengerti dengan pola pikir Mas Gata.
Shit!
Maaf ya saya terlalu lama.
Saya mau Bab ini 100 votes dan 50 komen, biar saya semangat, dan ga slow update.Tapi saya ga maksa kok. Kalau ga tembus juga saya tetap update, tapi kemungkinan sedikit lebih lama.
Btw, saya ucapkan Terimakasih banyak buat kalian yang masih setia menunggu cerita Anye-Gata!
KAMU SEDANG MEMBACA
Balik Rasa
RomanceAku tak menyangka diusiaku yang ke dua puluh tujuh aku sudah memiliki dua orang anak remaja dan suami ya bersahaja. Aku disini akan menceritakan titik balik menjadi seorang istri dan ibu. Ngomong ngomong, aku akan memperkenalkan diri secara singka...