Hola, tekan vote dan ramaikan komentar yak🖐
~~~~~~
Riven dan Rimba menatap tajam dan penuh kebencian pada Winter yang menunduk pelan di depan mereka.
River sengaja membiarkan Winter keluar karena dia harus meminta maaf pada kedua anaknya dan pada Embun.
Tapi sayangnya Embun tak mau menemuinya.
"Papi minta maaf,"
Riven mendecih malas, dia langsung pergi begitu sang Papi bersuara, sementara Rimba menatap Papinya sendu.
Cowok 14 tahun dengan tinggi 158 cm itu mendekati sang Papi dan menepuk bahunya.
"Pi, kelakuan Papi udah keterlaluan, 6 luka jahitan loh Pi diperut Mommy." ungkapnya lembut.
Winter menunduk, dia mengulas senyum getir. "Papi tau...Papi tau Nak Papi tau.." lirihnya sedih.
Rimba mengangguk. "Papi dan Daddy harus berusaha menahan diri, kalau suatu saat nanti Mommy meninggal ditangan Papi, gimana perasaan Papi?"
Jantung Winter serasa diremas hancur sampai tak bersisa, dia menegang, tak bisa terbayangkan hal mengerikan itu pada hidupnya.
"Papi gamau kan?" Winter menggeleng.
"Tahan diri Papi dan Daddy, kalau suatu hari nanti kalian lakuin ini lagi, Rimba yang akan habisi Daddy."
Ucapan Rimba memang lembut, namun sangat dingin dan penuh penekanan.
Winter menghela napas panjang, benar, harusnya dia melindungi Embun dan kedua anaknya.
Tapi malah dia pula yang membahayakan diri istrinya.
Tanpa menunggu lebih lama, Winter berbalik dan menuju kamar nya di lantai 2, dia harus berbicara pada istrinya.
Rimba tersenyum tipis, helaan napas kasar dia berikan. "Cepat baikan kalian, Rimba gak suka suasana rumah ini." bisiknya nanar.
Rimba mau rumah ini kembali hangat, bukan malah dingin dan kaku seperti ini.
........
Winter berlutut dikaki Embun yang saat ini tengah duduk dipinggir kasur.
"Maaf.." lirihnya pilu, dia tak berani mendongak karena merasa tak pantas lagi untuk Embun.
Embun hanya diam menatap Winter yang menangis dikakinya, dia bersidekap dada.
"Aku kecewa sama kamu Win."
Tertohok rasanya hati Winter.
"Maaf.."
Helaan napas kembali Embun berikan, dia mengibas pelan. "Udahan, aku udah gamau mikirin itu lagi."
Gelengan Winter berikan.
"Maafin duluuuu." melasnya.
Embun mengangguk tak acuh "Ish, serius Embun maafin aku duluuu." pintanya seraya memeluk kaki Embun erat.
Embun mendesis pelan. "Iya-iya udah di maafin." ketusnya.
Winter masih tak percaya, tapi ketika melihat tatapan tajam Embun, Winter diam dan memilih masuk kembali.
River yang tersadar, mulai mengerjab pelan, dia mendongak guna menatap Embun.
"Apaan?" ketus Embun.
Mata River langsung berair, bibirnya melengkung kebawah, dia melepas pelukannya dikaki Embun.
Kemudian dia memukul lantai dengan kedua tangannya. "Hiks..mau peyuk-peyuk 1 jam Mbun.." isaknya lirih.
River kira, gajadi nya mereka cerai bakalan buat suasana balik seperti semula, tapi nyatanya tidak.
Embun bahkan jarang memanjakannya lagi.
"Emoh lah." tolak Embun.
Tolakan itu membuat pukulan di lantai kamar menguat.
"Hiks..jahat!"
"Ngaca kamu?"
"Jahaaaat Embun jahaaat!..hiks..gak suka River jadinya..hiks.."
"O aja yakan."
"Ish! Peyuk!"
Embun merotasi matanya malas, dia merentangkan tangannya terpaksa, dengan cepat dan penuh kebahagiaan, River menerjang Embun seketika.
"Eeuum sayang Embun iih."
"Nyenye."
"Jawab ih!"
"Ya in aja, ntar bayi nangis."
"Aku bukan bayik!"
"Iyee dah iyeeee."
River mengusapkan wajahnya diceruk leher Embun, permasalahan mereka memang sudah selesai, semoga saja.
"Peyuk-peyuk sampai pagi ya? Yayaya?"
"Heem, terserah kamu deh.
"Yeaayyyy."
Bayik, pada dasarnya bakalan tetep bayik.
®^^®
Bersambung😾
Aku bakalan rajin kalau vote ramai dan komentar juga buanyak hehe😾🖐
KAMU SEDANG MEMBACA
Kacang Buncis [TAMAT]
Novela JuvenilKisah keluarga Daddy River dan Mommy Embun beserta kacang buncis mereka. Start-20 Oktober 2021 Ending-8 November 2021