Chapter 31: Demons

48 14 0
                                    


Kepalaku sangat sakit. Apa yang terjadi padaku? Aku ingin sekali bangun tapi seperti ada yang menghalangiku untuk terbangun. Samar - samar aku mendengar suara laki - laki. Suara itu terdengar familiar untukku. Apakah itu suara Damien tapi ia sedang bercakap - cakap dengan siapa?

Perlahan aku membuka kedua mataku. Samar - samar kumelihat Damien yang sedang berlutut dihadapan dua mahluk mengerikan. Mahluk pertama bertubuh seperti laki - laki pada umumnya tapi kulitnya berkerut seperti kulit yang sudah lama terendam di dalam air. Sedangkan yang satunya lagi seperti manusia tanpa kulit dengan bau yang sangat menyengat.

"Tuanku! Aku persembahkan dua tubuh manusia ini untuk kau tempati." ujar Damien tertunduk.

Lalu kedua mahluk itu menghilang begitu saja dari hadapan Damien. Tak lama kemudian, Kisa dan Marissa bangkit dan berdiri tepat di depan Damian.

"Wanita ini sangat cantik. Aku suka seleramu Florien."

"Tubuh pria Asia ini pun tidak terlalu buruk."

Bael menempati tubuh Marissa sedangkan Florien berada di dalam tubuh Kisa.

"Bagaimana dengannya?" tanya Bael pada Damian.

"Mikaila sudah menyiapkan tubuh yang cocok untuknya Sang Agung." jawab Damien tanpa berani menatap Bael.

Sementara itu, iblis berwujud ular besar berwarna putih itu masuk ke dalam tubuh Baron Van Huntington. Mikaila tersenyum saat melihat sang Baron turun dari ranjangnya.

"Selamat datang yang mulia." ujar Mikaila sambil tersenyum.

"Aku akan mengakhiri semua ini dengan caraku." jawabnya sambil tersenyum.

Baron Van Huntington melihat jarum jam yang sebentar lagi akan berhenti diangka tiga. Ia mengayunkan tangannya perlahan. Seketika itu, semua hal aneh yang terjadi di La Chandelier terhenti dan semua kembali normal seperti tidak pernah terjadi apa - apa.

***

(di ruang kerja Erick)

Aku terbangun di atas sofa yang ada di dalam kantor Erick. Kenapa aku berada disini? Bukannya tadi aku sedang bertarung dengan Bael? Marissa! Bagaimana keadaannya? Aku melihat Erick tergeletak tak sadarkan diri diatas meja kerjanya. Lalu aku pun berjalan kearahnya dan membangunkannya.

"Erick! Bangun! Dimana Bael dan Florien? Seharusnya kita mengalahkan mereka."

Erick terbangun. Ia merasakan sakit pada perutnya, "Sakit."

Lalu aku pun membantunya untuk duduk dan membuka kemejanya. Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat, tidak ada luka sedikit pun di tubuh Erick. Padahal tadi Florien sempat menggores perut Erick dengan kuku - kuku panjangnya.

"Darren, kita gagal." bisik Erick perlahan.

Air mata kami pun tak terbendung lagi. Malam ini menjadi malam paling menyedihkan untukku dan Erick.

***

(di Bar)

"Renata! Kenapa kau diam saja?"tanya Sissy padaku. "Kita harus melewati ladies night ini dengan ceria."

Tapi aku tidak menjawab pertanyaan Sissy. Aku merasa ada sesuatu yang hilang dari dalam diriku tapi aku tidak tahu apa itu. Aku hanya teringat sepasang mata biru yang indah, tapi aku tidak tahu siapa pemiliknya. Mungkin aku hanya bermimpi.

***

(di Kitchen / dapur hotel)

"Ya Tuhan, Paquito! Kenapa kau tertidur disini!" teriak Miccah dengan suaranya yang menggelegar hingga Paquito tersadar dari tidurnya.

"Miccah! Dimana Kisa dan Damian? Apa kau melihat mereka?"

Miccah menatap Paquito dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Lalu ia memegang jidat Paquito dengan telapak tangannya, siapa tahu saja Paquito sedang demam sehingga ia tampak tidak waras.

"Aku tidak demam!" sambil menangkis telapak tangan Miccah dengan kasar. "Dimana Kisa dan DAmian?"

"Sebenarnya siapa Kisa dan Damian? Aku tidak mengenal mereka berdua. Apa kau baik - baik saja Paquito?"

"Aku tidak sedang bercanda MICCAH!" teriak PAquito penuh emosi. Hal ini membuat Miccah semakin bingung.

"Maaf Paquito! Tapi disini tidak pernah ada karyawan bernama Damian dan Kisa."ujar Miccah lagi.

Paquito beranjak dari tempatnya tertidur lalu berlari menuju pintu keluar dari Kitchen Room. Meninggalkan Miccah yang semakin kebingungan. Kini tujuannya adalah membuktikan bahwa semua yang dialaminya pada hari ini bukanlah halusinasi belaka.

Paquito berlari menuju loker room. Sesampainya disana ia langsung membuka loker miliknya. Disana ia menemukan sebuah foto polaroid yang diambil saat bermain poker bersama. Wajah Kisa dan Damian ada disana. Paquito pun menangis lalu ia melangkah dengan gontai menuju ruangan Erick.

Sesampainya di ruang kerja Erick, Paquito memperlihatkan foto itu kepada ERick dan Darren.

"Aku tidak gila Monsieur!" ujarnya sambil menitikan air mata. "Semua yang terjadi adalah kenyataan dan benar - benar terjadi. Kisa dan Damian, bagaimana pun juga mereka adalah teman - temanku."

Erick menepuk bahunya. Lalu berlutut meminta maaf pada PAquito, "Maafkan aku yang telah gagal melindungi kalian."

Darren hanya diam. Ia tidak berkomentar apa - apa. Namun hatinya terasa sakit apalagi saat teringat akan Marissa yang menyelamatkan nyawanya dari Bael. Kemudian ia keluar tanpa berkata apa - apa.

Sesampainya di lobby, Darren berpapasan dengan Marissa Lynch yang tersenyum padanya dengan senyuman licik. Amarah Darren memuncak, ia pun berusaha mengejar sosok Marissa yang berjalan menuju pintu keluar La Chandelier. Namun, langkahnya terhenti saat seorang pria menahan tubuh Darren.

"Jika kau ingin membalas mereka! Jadilah lebih kuat." lalu pria itu menyelipkan sebuah botol berukuran kecil ke tangan Darren.

Saat darren menoleh, pria asing itu sudah tidak ada disana. Darren melihat botol yang ada di genggaman tangannya. Benda terkutuk yang seharusnya tidak berada di dunia manusia.


***

Bentar lagi cerita ini ending...

Siap - siap sama cerita baru :D

The Haunted Hotel of La ChandelierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang