Chapter 3: Hi Handsome! Please Hangout with Me!

3.8K 458 53
                                    


Tidak terasa sudah enam bulan aku bekerja di La Chandelier. Selama ini aku tidak mendengar kabar mengenai Erick, sahabat yang mengajakku untuk merantau ke Paris. Keberadaannya seperti hilang ditelan bumi. Ingin sekali aku menghubunginya tapi aku mengurungkan niatku itu. Mungkin ia sibuk. Ayahnya, Paman Anthony, ingin sekali putra satu - satunya itu fokus kepada bisnis keluarganya. Tapi Erick pernah berkata padaku bahwa ia tidak tertarik menjadi pebisnis seperti ayahnya. Jadi aku tidak akan menganggunya sama sekali, biarlah ia menata masa depannya dan aku pun menata hidupku yang hancur berantakan ini.

Ngomong - ngomong, setelah penemuan jasad Anastasia Huntington, si wanita bergaun merah yang mati gantung diri di hotel ini, banyak yang mengatakan jika kamar tersebut berhantu. Banyak sekali tamu hotel yang check out sebelum waktunya atau tiba - tiba mereka minta pindah kamar. Keluhannya sama, mereka seperti diawasi oleh seseorang yang nyatanya tidak ada. Menurutku hal semacam ini hanyalah paranoid belaka atau halusinasi yang tak nyata. Baiklah, aku percaya mahluk halus itu ada tapi hal seperti itu bukanlah sesuatu yang harus kau takuti. Aku lebih takut terhadap manusia yang sering sekali menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu ketimbang mahluk halus yang akan muncul dihadapanmu lalu menghilang begitu saja setelah kau berteriak ketakutan.

Kematian Anastasia Huntington menjadi buah bibir dikalangan para karyawan hotel terlebih lagi bagi karyawan yang bekerja langsung di lapangan seperti Paquito. Paquito, si pria keturunan Mexico yang gemar bergosip dan membumbui segala sesuatu dengan 'percikan' mistik. Dan hampir seluruh karyawan percaya dengan perkataannya termasuk partnerku Miccah.

Semenjak Miccah bertemu dengan wanita mengerikan di lantai 15, ia menjadi sangat penakut walaupun gara - gara hal ini ia menjadi pusat perhatian karena dianggap pemberani. Nyatanya semua itu hanyalah omong kosong belaka. Apalagi ditambah dengan penemuan mayat wanita gantung diri. Lengkaplah sudah penderitaanku! Aku harus mengerjakan perbaikan kamera CCTV seorang diri. Sebenarnya aku ingin sekali marah padanya tapi aku tidak tega jika ia mulai memasang raut wajah sedih yang langsung membuatku simpati padanya.

Dan disinilah aku, didalam lift menuju lantai 36 bersama si lebay Paquito yang bertugas mengantar makan siang untuk para room boy dan room girl di bagian karaoke.

"Kau mau ke lantai berapa?" Tanya Paquito padaku.

"Lantai 36. Ada kamera cctv yang konslet jadi aku harus mengeceknya."jawabku padanya.

"Oh Amigos! Gracias!" ujarnya sambil membuat tanda salib. Aku hanya menatapnya keheranan. Heran kenapa Tuhan menciptakan orang seperti dirinya di dunia ini. "Terimakasih karena Kau telah mengirimkan seorang teman untuk menemaniku ke lantai 36."

Aku memalingkan wajahku, lalu menatap ke depan. Tuhan, aku memang jarang sekali berdoa pada-Mu tapi aku mohon jangan biarkan mahluk disebelahku ini bercerita. Jujur saja! Aku tidak ingin mendengar apa pun darinya.

"Jangan bilang kau tidak tahu kisah mengenai keangkeran lantai 36?"

Sepertinya Tuhan tidak mendengarkan doa spontanku. Baiklah! Apa boleh buat, aku akan mendengarkan cerita si mulut besar ini.

"Kau tahu bagaimana angkernya ruang karaoke dan diskotik di La Chandelier?" tanyanya lagi padaku. Aku hanya menggeleng perlahan sambil memasang ekspresi datar di wajahku. Semoga saja Paquito sadar jika aku tak ingin mendengar ceritanya. Namun pria keturunan Meksiko ini sepertinya tidak peka, ia pun mulai bercerita.

Seandainya membunuh itu legal, maka saat itu juga ia akan menghantam kepala Paquito dengan tangga alumunium yang ia bawa. Kejam? Tidak juga. Biar si lebay ini merasakan bagaimana rasanya menjadi salah satu mahluk halus penghuni hotel.

The Haunted Hotel of La ChandelierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang