Chapter 26 : Panggil aku Marina! (2)

2.1K 266 41
                                    


Marina benar - benar wanita yang menjengkelkan. Ia membuatku harus mengekorinya kemanapun dirinya pergi. Setelah menemaninya pergi ke salon untuk perawatan rambut, ia membuatku duduk sambil menungguinya memilih parfum.

"Nona Winchester, anda harus mencoba parfum keluaran terbaru bulan ini." ujar seorang pria paruh baya yang menyodorkan sebuah botol kecil padanya. Marina menyemprotkan parfum tersebut ke pergelangan tangannya lalu menciumnya. "Aku mau parfum ini Tuan Dominique."

Aku kembali mendengus sebal dengan gayanya yang sok elegan dan terhormat. Menurutku dia hanya wanita rendahan yang menjual dirinya demi uang, jadi jangan terlalu berharap jika kasta sosialnya akan naik begitu saja. Saking bosannya aku pun mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru toko dan mataku terpaku pada sebuah jendela besar yang mengarah ke jalan raya. Aku melihat seorang pria misterius dengan pakaian yang lusuh sedang memperhatikan Marina dari balik sebuah pilar bangunan. Tatapan mata pria itu sangat menakutkan. Sorot matanya menyiratkan amarah yang tak tertahan.

Aku terhenyak ketika Marina sudah berada tepat disebelahku sambil menenteng tas kecil berisi parfum yang baru saja dibelinya.

"Ayo! Kita harus segera pergi dari tempat ini!" ujar Marina padaku.

Aku hanya mengangguk tanpa mengatakan sepatah kata pun. Saat keluar dari toko parfum Dominique, aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Mencari si penguntit yang dari tadi memperhatikan gerak - gerik Marina. Entah kenapa perasaanku tidak enak. Seperti firasat bahwa akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi.

Marina mengajakku ke sebuah hotel yang sangat megah, katanya ia akan bertemu dengan seorang panglima atau jenderal berpangkat. Ahh... Aku lupa siapa namanya.

Dalam hitungan detik, aku sudah berada didepan sebuah hotel yang sangat familiar untukku. Dalam satu kedipan mata aku mengenali hotel ini sebagai La Chandelier yang tentunya masih dalam versi masa lalu. Beberapa bagian dari gedung ini memang sengaja tidak dipugar agar nilai sejarahnya terjaga.

Aku tersentak dari lamunanku ketika Marina menepuk bahuku dengan keras,"Ayo kita menonton opera."

Gaun merah muda yang melekat ditubuh Marina seketika berubah menjadi gaun berwarna merah. Aku akui jika ia terlihat sangat seksi mengenakan gaun tersebut. Tapi kenapa hanya gaun milik Marina yang berubah? Kenapa gaunku tidak? Marina pun menoleh padaku,"Hanya aku yang boleh tampil cantik disini."

Menyebalkan!

"Maaf tapi kau tidak sepadan denganku."jawabku ketus.

Marina menatapku dingin lalu ia menghampiri seorang pria tampan berpakaian seperti prajurit. Mereka berdua berjalan memasuki lift meninggalkanku sendiri diantara kerumunan orang yang berlalu lalang di Lobby hotel. Aku pun sibuk mengutuki Marina si jalang itu sampai pada akhirnya kedua mataku tertuju pada seorang pria yang sedang bersembunyi dibalik pilar. Pria itu adalah pria yang sama yang mengintai kami berdua saat berada di toko parfum. Pria asing itu menatap Marina dengan tatapan tajam penuh dendam. Kemudian, ia pun pergi meninggalkan tempat itu.

Rasa penasaranku tergelitik dan akhirnya aku pun mengikuti pria misterius tersebut. Pria itu berjalan menjauhi jalanan Paris yang ramai memasuki lorong gelap yang sepi. Ia berjalan dengan cepat, sehingga membuatku kesusahan untuk mengikutinya. Ditambah lagi gaun yang kugunakan membuatku kesulitan untuk melangkah.

Setelah berjalan di dalam lorong yang gelap dan sepi, akhirnya kami tiba disebuah jalan berlumpur yang becek. Tempat ini berbeda dengan jalanan Paris yang bersih. Mungkin ini adalah tempat untuk orang - orang miskin dan tidak mempunyai kedudukan di Paris. Dilihat dari mantel coklat lusuh yang ia kenakan, sudah pasti pria misterius itu pasti dari kalangan orang miskin. Pantas saja Marina menolaknya. Pria itu menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah sederhana yang kelihatannya hampir ambruk. Dilihat dari struktur bangunannya yang sedikit miring. Ia mengeluarkan kunci dari dalam saku bajunya. Lalu membuka pintu rumah tersebut dan masuk kedalam.

Sial! Aku tidak dapat mengintai pria itu lagi. Padahal aku penasaran sekali. Aku harus mencari cara agar aku dapat mengetahui siapa sebenarnya dirinya. Ditengah ketermenunganku, ada seekor anak kucing yang mendekatiku. Namun, ketika akan kupegang, anak kucing tersebut berlari kearah sebuah lorong gelap. Dan bodohnya aku mengikuti kucing kecil itu sampai pada akhirnya aku berada didepan sebuah pintu reyot yang sedikit terbuka.

Jangan - jangan pintu ini adalah pintu belakang rumah laki - laki misterius itu! Aku pun membukanya perlahan lalu aku memasukinya. Pintu tersebut terhubung dengan sebuah dapur. Dapur itu sangat kotor seperti tidak pernah dibersihkan dalam waktu yang lama.

Rasa penasaranku bertambah. Kini aku berjalan di koridor sempit yang ternyata menghubungkanku dengan ruang keluarga. Disana terletak pigura usang dan berdebu. Aku mengambilnya dari atas meja lalu membersihkannya dengan telapak tanganku agar dapat melihat foto yang ada didalamnya.

Betapa terkejutnya aku ketika aku melihat foto tersebut. Foto tersebut adalah sebuah foto sepasang pengantin. Dan aku mengenal si pengantin wanita. Namun tanpa kusadari, sebuah moncong senapan telah bertengger tepat dibelakang kepalaku.

"Mati kau! Perempuan sundal!"

Dalam sekejap mata, pria misterius itu menarik pelatuk senapannya. Seketika itu, tubuh Renata jatuh ke lantai.

***

The Haunted Hotel of La ChandelierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang