Chapter 28 I Always There

1.5K 178 12
                                    

Aldrick meninggalkanku tanpa sepatah kata pun. Jujur saja, sebagian dari diriku menuntut penjelasan mengenai potongan - potongan memori yang tiba - tiba muncul saat aku menciumnya. Aku masih belum percaya jika Aldrick telah mati puluhan tahun yang lalu. Yang lebih gilanya lagi, kenapa aku harus menciumnya?? Aku akui ia sangat tampan, cerdas, sopan, dan terlihat sangat terhormat. Namun sebagian dari diriku masih menyangkal kenyataan bahwa ia adalah hantu. Apalagi ia adalah Aldrick Barthelemy, pria yang melakukan pembunuhan masal di tempat ini puluhan tahun silam.

Marina, si jalang itu, masih lebih baik daripada dirinya. Sedangkan Aldrick dia membunuh orang - orang yang tidak bersalah. Aku masih belum percaya dengan fakta ini.

Sudahlah aku tidak mau memikirkannya. Sekarang aku harus segera pergi dari tempat ini. Apa sebaiknya aku mengundurkan diri saja? Aku tidak ingin bekerja ditempat mengerikan seperti ini.

Tiba - tiba pintu lift terbuka di lantai 35, padahal tadi aku tidak menekan angka 35. Kenapa lift ini berhenti disini? Aku pun kembali menekan tombol lift yang lain namun tombol - tombol itu seakan tidak berfungsi sama sekali. Aku memutuskan untuk tidak keluar dari lift ini. Aku takut jika aku nekat keluar dari tempat ini maka aku akan bertemu hantu - hantu mengerikan itu lagi. Aku akan bertahan di lift ini!

Aku terus menerus menekan tombol lift tapi hasilnya nihil. Entah kenapa aku merasakan hawa dingin tepat dibelakangku. Hawa dingin yang sangat menusuk. Setelah itu aku mendengar suara gemerutuk gigi. Aku takut. Benar - benar sangat takut tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Suara gemerutuk gigi yang beradu itu makin mendekat. Kini aku merasakan sebuah jari menyentuh rambutku. Aku sudah tidak tahan lagi dengan semua ini.

Aku pun berlari keluar dari lift. Berlari dan terus berlari tanpa menoleh ke belakang sedikit pun. Berharap agar mahluk itu tidak mengikutiku. Tak lama kemudian, aku mendengar bunyi Ting yang menandakan bahwa pintu lift tertutup. Aku pun memperlambat langkahku lalu menengok ke arah belakang. Aku benar - benar terkejut saat melihat seorang wanita bergaun putih panjang. Rambutnya hitam panjang hingga menyentuh lantai. Kulitnya putih pucat. Wanita menyeramkan itu menoleh padaku dan dengan suara seraknya ia berkata, "Ma...ti!"

Aku berlari tanpa henti. Aku harus menyelamatkan diriku. Aku tidak mau mati di tempat ini dengan mengenaskan di tempat ini. Aku harus tetap hidup! Tapi aku merasa sedikit aneh. Kenapa koridor ini seperti tak berujung? Lelah! Satu kata yang dapat menggambarkan kondisiku saat ini. Namun aku harus tetap berlari walaupun disatu sisi aku sangat lelah. Nafasku mulai tersengal - sengal. Kakiku pun mulai terasa lelah. Akhirnya aku menyerah dan menghentikan langkahku. Aku pun menengok ke belakang dengan harapan wanita mengerikan itu tidak mengikutiku.

Jantungku serasa mau berhenti saat melihat wanita itu melayang mendekatiku dengan sangat cepat. Aku berlari menuju salah satu pintu penthouse dan menggedornya dengan sangat kencang. Berharap ada seseorang yang menolongku. Aku pun kembali berlari menuju pintu yang ada di sebelahnya. Aku menggedornya dan tiba - tiba pintu itu terbuka begitu saja.

Tanpa pikir panjang aku masuk ke dalam penthouse tersebut dan menutup pintu nya dengan cepat. Aku tidak ingin wanita mengerikan itu mengikutiku. Aku berusaha menetralkan jantungku yang berdegup kencang. Aku berbalik dan mengedarkan pandanganku kesekelilingku. Gelap! Ruangan ini gelap sekali. Aku pun langsung mencari saklar lampu. Klik! Ruangan pun menjadi sangat terang.

Aku tidak melihat seorang pun disini tapi aku yakin bahwa tadi ada seseorang yang membukakanku pintu. Pintu di penthouse ini hanya akan terbuka dengan password, sidik jari si pemilik, dan juga kartu akses khusus yang dimiliki oleh manajemen hotel. Sebenarnya aku memiliki kartu akses khusus itu, tapi hari ini aku tidak membawanya sama sekali. Jadi kesimpulannya pasti ada seseorang di dalam penthouse ini yang membukakan pintu untukku.

Aku pun memberanikan diri untuk masuk lebih dalam untuk bertemu si pemilik penthouse dan berterima kasih kepadanya secara langsung.

"Helloo... Apakah ada orang di sini? Aku Renata Whitby senior manager di hotel ini!"

Hening. Seperti tidak ada siapa pun disini. Paling tidak aku berada di ruangan yang terang dan penuh cahaya, jadi aku tidak akan bertemu dengan mahluk - mahluk mengerikan seperti tadi. Tiba - tiba aku mendengar suara benda jatuh. Suara itu sepertinya berasal dari kamar utama penthouse ini. Aku pun mempercepat langkahku menuju kamar itu. Setibanya disana, aku pun langsung membuka pintu kamar tersebut.

Aku benar - benar terkejut saat melihat mayat seorang laki - laki yang berlumuran darah dengan rongga dada yang terbelah. Pria itu adalah Baron Van Huntington. Aku berlari menuju pintu keluar dengan panik. Ekspresi wajah Baron Van Huntington yang mengerikan masih terekam jelas dibenakku.

Aku berusaha membuka pintu tersebut menggunakan kartu akses yang tergeletak di sebuah meja kecil tepat di dekat pintu. Namun sia - sia saja, pintu tersebut tak kunjung terbuka. Sampai pada akhirnya aku sadar jika tepat dibelakangku ada seseorang atau sesuatu yang sedang mengamatiku. Air mataku meleleh begitu saja. Jika memang ini akhir dari hidupku, maka aku pasrah.

Aku pun berbalik. Kini dihadapanku tampak seorang wanita bergaun putih dan berambut panjang yang tadi mengejarku di koridor. Seketika itu tubuhku melayang ke udara. Leherku seperti tercekik. Aku tidak dapat bernafas sama sekali. Mungkin ini adalah akhir perjalanan dari seorang Renata Whitby.

Tubuhku melemas. Aku sudah tidak berdaya lagi...

***

(Aldric POV)

Aku harus secepatnya menyegel semua hantu di La Chandelier. Jika tidak mereka akan menyakiti banyak manusia di tempat ini. Apa lagi, kedatangan mereka membuat situasi disini menjadi semakin buruk. Tiba - tiba aku merasakan hawa dingin yang menusuk. Hawa dingin ini berasal dari hantu - hantu yang mati karena dendam dan kematian yang tidak wajar, seperti bunuh diri atau dibunuh dengan cara yang sadis dan brutal.

Salah satu keuntungan menjadi hantu adalah aku dapat berpindah tempat dengan sangat cepat. Jika dihitung dalam satuan waktu mungkin sepersekian detik saja. Dan sekarang aku telah berada didepan sebuah pintu besar yang cukup mewah. Para karyawan hotel menyebutnya penthouse. Aku meletakkan telapak tanganku di permukaan pintu lalu menghempaskan pintu tersebut hingga terbuka.

Setelah pintu itu terbuka aku melihat tubuh Renata yang melayang di udara. dan disudut lainnya, seorang wanita bergaun putih dan rambut nya yang panjang sampai menyentuh lantai sedang mencekiknya.

Aku hanya tersenyum sambil menatap wanita mengerikan itu.

"Nyonya, bisa kau turunkan wanita ini?"

Wanita itu hanya menatapku dengan tatapan mata datar tanpa ekspresi.

"Aku benar - benar sibuk dan tidak punya banyak waktu untuk meladenimu."

Aku pun langsung membuat sebuah sigil kecil untuk mengurungnya kembali. Dan dalam sekejap wanita mengerikan itu terhisap kedalam sebuah lukisan wanita yang terpajang di dinding. Tubuh Renata pun jatuh ke lantai, untung saja aku sempat menangkapnya. Aku berjalan menuju lukisan itu dengan Renata yang tak sadarkan diri dipelukanku.

"Maafkan aku Nyonya Huntington. Jika kau dapat melupakan semua dendammu maka kau akan terbebas dari lukisan ini."

Setelah itu aku pergi keluar dari penthouse tersebut. Mencari tempat yang aman untuk REnata dan kembali menyegel semua hantu - hantu yang berkeliaran di hotel ini.

Aku harap ERick dan Darren cepat menyelesaikan misinya...

The Haunted Hotel of La ChandelierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang