Chapter 11 : Jiwa Sang Penyihir

2.7K 330 15
                                    

Lift ini berjalan sangat lambat. Bagaimana ya keadaan Erick dan Aldrick? Jujur saja aku merasa bersalah ketika harus meninggalkan mereka berdua. Tapi mau tidak mau aku harus melakukannya, jika tidak maka kami semua tidak akan selamat. Sebenarnya aku juga tidak mempercayai wanita yang kulihat tadi. Bisa saja ia hanya menjebakku agar aku meninggalkan Erick dan Darren. Bagaimana ini? Jika yang kulawan adalah sesamaku sendiri maka aku tidak akan gentar sedikit pun. Aku akan memberikan pukulan terbaikku hingga lawanku K.O. tapi yang kuhadapi adalah sesosok entitas yang sudah mati. Dengan cara apa aku harus melawan mereka?

Aku bukan Erick yang terlahir sebagai indigo. Aku hanya laki – laki biasa yang lahir didalam keluarga yang tidak mempercayai klenik maupun segala sesuatu yang bersifat mistis. Ibuku wanita yang modern apalagi ayahku yang notabene adalah seorang penegak hukum yang dituntut harus menggunakan logikanya setiap waktu. Sebenarnya aku pun juga sama seperti kedua orang tuaku, tidak mempercayai hal – hal mistis seperti ini. Namun pertemuanku dengan Erick membawaku ke suatu titik dimana aku harus mengubah pola pikirku. Alam semesta ini menyimpan banyak misteri dimana manusia sepertiku hanyalah titik kecil yang tak berarti.

Ting!

Pintu lift pun terbuka lebar memperlihatkan koridor panjang yang gelap dengan pintu – pintu kamar yang tertutup rapat di sisi kanan dan kirinya. Perasaanku tidak enak. Seperti ada sesuatu yang sedang menungguku di dalam kegelapan.

Bola api biru ini tiba – tiba masuk ke dalam jaket yang kupakai. Sepertinya ada sesuatu yang menakutinya hingga ia bersembunyi. Aku pun melangkah maju dan menekan tombol angka yang terletak disudut lift, tapi sialnya pintu lift itu tidak mau tertutup. Aku semakin panik apalagi aku melihat salah satu pintu yang terletak tepat di ujung koridor terbuka perlahan.

Krieetttt

"Sial." umpatku.

Aku terdiam sambil menatap koridor gelap yang terhampar dihadapanku. Satu menit berlalu tapi tidak terjadi apa – apa. Tidak ada mahluk apapun yang muncul. Di dalam keheninganini, aku dapat mendengar degupan jantungku yang berdebar semakin kencang. Aku harus segera pergi dari tempat ini!

Kengerian pun terjadi, aku melihat seorang wanita dengan rambut panjang terurai yang menutupi wajahnya keluar dari pintu yang terbuka tadi. Wanita itu berjalan keluar dari salah satu kamar dengan gestur aneh yang menyeramkan. Gerakannya seakan terpatah – patah hingga terlihat mengerikan. Setelah sampai dibagian tengah koridor, wanita mengerikan itu berbalik dan menatap lift sambil menggerakkan kepalanya perlahan. Dibalik rambut panjang yang menutupi wajahnya, wanita itu mengeluarkan gemerutuk gigi – giginya yang saling beradu hingga menimbulkan suara. Ia memakai gaun tidur berwarna abu – abu yang lusuh dan robek dibeberapa bagian. Postur tubuhnya tinggi kurus, seperti tulang yang hanya dibalut dengan kulit.

Mahluk mengerikan itu terus menatap lift dalam diam tanpa melakukan apa pun. Namun hal itu membuatku semakin panik. Aku terus menekan semua tombol – tombol pada lift tersebut agar segera tertutup. Tiba – tiba wanita itu berjalan dengan sangat cepat kearahku.

"Holy shiiiittt!!!" teriakku.

Rambut wanita itu tersibak dan memperlihatkan robekkan bibirnya yang memanjang hingga telinga. Gigi – giginya panjang dan runcing seperti bukan gigi manusia. Mata wanita itu berwarna putih dengan pupil warna hitam yang sangat kecil. Tangannya mengarah kedepan lengkap dengan jari – jari berkuku panjang yang runcing. Siap untuk mencabik tubuh lawannya sekejap mata.

Pintu lift pun tertutup tepat pada waktunya. Sial! Aku selamat! Lift yang kunaiki kembali berjalan entah akan berhenti di lantai berapa. Aku mengacak rambutku. Ini gila! Benar – benar gila! Aku dikelilingi oleh mahluk – mahluk menyeramkan seperti ini. Apa aku akan mati di tempat ini.

Aku jatuh terduduk di lantai lift. Mencoba menetralkan degup jantungku yang sedari tadi berdebar tak karuan.

Perhatianku kini teralihkan pada mahluk berbentuk bola api berwarna biru yang dari tadi bersembunyi didalam jaketku.

"Kau ini hantu tapi takut dengan hantu!"ujarku sambil menyentil mahluk imut yang tengah melayang tepat sejengkal dari wajahku.

Aku mendongakan kepalaku dan menatap monitor kecil yang bertuliskan angka lima. Tak lama kemudian pintu lift terbuka. Kini dihadapanku ada seorang wanita berambut panjang berwarna putih. Ia melayang dihadapanku sambil menyunggingkan senyuman di bibirnya yang semerah darah.

"Hai Darren! Akhirnya kita bertemu!"

***

The Haunted Hotel of La ChandelierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang