Chapter 2: Hallo?! Room Service? Ada Mayat di Kamarku

4.3K 469 42
                                    

Sudah dua bulan aku bekerja di La Chandelier, hotel berbintang lima yang memiliki 40 lantai terdiri dari Lobby yang sangat luas dan mewah. Restauran elit yang selalu full book. Dua kolam renang yang salah satunya terdapat di rooftop hotel dan satunya lagi terletak di dekat taman. Beberapa meeting room, ballroom, satu lantai khusus untuk manajemen hotel, satu lantai khusus untuk dapur dimana para koki bertempur untuk menyediakan hidangan untuk para tamu hotel yang menginap. Kafetaria untuk para pegawai hotel, diskotik dan karaoke, gym, dan kamar dengan berbagai tipe mulai dari standard room hingga penthouse mewah yang harga sewanya selangit.

Hari ini aku memutuskan untuk datang lebih awal ke tempat kerjaku. Aku sedang mengalami fase jenuh yang amat sangat menyiksa tapi aku tak dapat berbuat banyak. Aku tidak boleh mengajukan cuti liburan karena menurut peraturan perusahaan, aku baru mendapatkan cuti tahunanku saat lama kerjaku telah mencapai enam bulan. Lebih baik aku menikmati kebosanan ini untuk sementara waktu. Selain untuk menghemat aku juga benci nuansa romansa cinta yang ada disekitarku. Mungkin aku hanya cemburu ketika melihat situasi ini. Seandainya saja orang tuaku tak bercerai, mungkin mereka berdua akan menebar nuansa cinta setiap harinya.

Aku langsung berjalan menuju kafetaria. Tempat dimana para pegawai melepas lelah dengan secangkir kopi dan makan kudapan atau sekedar hangout dikala makan siang. Dari kejauhan seorang pria berseragam koki memanggilku. Pria itu adalah Piere, salah satu koki La Chandelier.

"Darren!"

Aku pun berjalan mendekati Piere yang duduk bersama Kisa. Kami pun mengobrol selama 45 menit. Berbagi pengetahuan mengenai seluk beluk hotel dan menggosipkan berbagai macam keunikan tamu yang menginap di La Chandelier. Dan pada akhirnya Piere mengundurkan diri dari perbincangan itu karena harus segera kembali bekerja. Sekarang hanya tersisa kami berdua.

"Jam berapa shift mu?" tanya Kisa sambil mencocolkan kentang gorengnya pada mangkuk kecil berisi saos tomat.

"Sekarang baru jam 7 malam." Jawab Darren setelah melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Masih tiga jam lagi."

"Mau ikut denganku mengelilingi hotel ini? Yahh itung – itung sambil menemaniku bekerja."

"Tentu saja! Lagi pula aku belum pernah menjelajahi hotel ini."

"Baiklah ayo kita pergi sekarang."

Kami berdua pun meninggalkan kafetaria lalu berjalan menuju ruang kebersihan dimana para room boy menyimpan trolley berisi berbagai macam alat kebersihan yang biasa digunakan untuk membersihkan kamar – kamar yang baru saja ditinggalkan para tamu yang chek out.

Tidak lama kemudian, Kisa keluar sambil menggeret trolley-nya. Lalu kami berdua pun berjalan menuju lift khusus karyawan hotel.

"Baiklah ayo kita berangkat ke kamar 1208 di lantai 20. Tamu disana baru saja check out." Ujar Kisa sambil menekan tombol pada lift.

Saat itu aku hanya berdua dengan Kisa di dalam lift. Mungkin ini waktu yang tepat untuk sedikit mengorek informasi mengenai kemistisan hotel ini.

"Kisa-kun, aku ingin menanyakan sesuatu padamu." Ujarku pada Kisa yang berdiri tepat disebelahku.

"Apa itu?" tanyanya.

"Tentang keanehan yang ada di hotel ini." Ujarnya dengan hati – hati.

Kisa menatapku dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Membuatku semakin penasaran akan misteri yang tersembunyi di dalam hotel ini.

"Mr. Anthony, pemilik hotel ini. Bos kita. Dulunya membeli sebuah hotel peninggalan Perang Dunia ke 2 yang nyaris bangkrut. Sebelum akhirnya ia memugar hotel tersebut menjadi La Chandelier seperti sekarang ini."

The Haunted Hotel of La ChandelierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang