Happy Reading
Sorry for the typo(s)
***
Mark menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Atensinya terletak pada jagoannya yang tengah fokus mewarnai. Hari ini libur sehingga ia bisa bermain dengan Jisung. Di sela memperhatikan, ia terngiang dengan cerita ayahnya tentang hobi Jisung yang senang sekali kabur.
Sebenarnya apa yang dipikirkan Jisung dan apa yang ia cari? Kenapa dia sangat suka membuat orang rumah khawatir?
"Ayah, lihat!"
Ayah muda ini menatap gambaran si kecil yang cukup bagus untuk anak seusianya. Jerapah, gajah, zebra, dan singa. "Waah bagus sekali. Tapi warnanya sedikit keluar garis. Perbaiki lagi ya," ujarnya sembari mengusak surai lebat Jisung.
"Okay!"
Mark tersenyum tipis. Niatnya yang ingin bertanya pun ia urungkan lantaran tak ingin mengganggu kegiatan Jisung. Tak apa. Lebih baik ia menunggu Jisung selesai.
"Yeay! Sudah selesai!"
Jisung lantas mengambil glue stick dan mengoleskannya di balik kertas gambarnya. Setelah selesai, ia menempelkannya di dinding. Senyum bangganya terbit menyaksikan hasil karyanya.
"Jisung?"
"Ada apa, Ayah?"
"Sini duduk di samping ayah." Mark mengusap kepala Jung kecil ini. "Waktu itu Jisung makan siang sama siapa?" tanyanya hati-hati.
Mata Jisung mengedip dan bibirnya ia kulum. Butuh beberapa menit sebelum belah bibirnya terbuka dan bersuara. "Sama Paman Jaemin," balasnya seraya menundukan kepala.
"Paman Jaemin siapa?" Mark mengerutkan kening. Nama itu asing dan tidak pernah ia kenal. Hidungnya meloloskan helaan napas samar saat Jisung menunduk. "Kenapa menunduk? Jisung kan nggak salah. Ayah penasaran aja."
Perlahan tapi pasti, Jisung mendongak dan menatap ayahnya dengan netra yang berkaca-kaca. Ia lantas memeluk Mark erat. "Paman yang waktu itu bantu Jisung."
"Oh maksud Jisung Dokter Na?" Ia tersenyum ketika kesayangannya ini mengangguk pelan. "Ayah mau tanya lagi. Paman Jaemin baik nggak?"
"Iya baiiik sekali! Makanya Jisung suka."
Serta merta bibir Mark terkunci. "Kalau mau keluar, Jisung jangan lupa minta izin ke ayah, bubu, atau geepa ya? Ayah khawatir waktu bubu bilang Jisung kabur. Ayah takut Jisung diculik atau terluka. Apalagi Jisung belum terlalu kenal Paman Jaemin," jelasnya setelah suaranya kembali. Ia menahan senyum dengan susah payah mendapati Jisung yang tengah menahan tangis.
Jung Jisung lucu sekali.
"Bukan maksud ayah melarang tapi Jisung harus izin dulu biar ayah nggak cemas. Ayah seperti ini karena ayah sayaang banget sama Jisung. Semuanya khawatir sama Jisung. Jisung juga harus tahu Jisung sangat berharga buat ayah. Jadi jangan diulangi lagi ya?"
"Hiks.."
Senyum Mark lepas. Jemarinya lantas menghapus air mata yang perlahan menuruni pipi gembil Jisung. "Nggak apa-apa. Jisung boleh nangis kok," ucapnya lembut. Dengan sayang ia mengusap-usap punggung jagoannya yang bergetar lemah.
Salah satu kebiasaan Jisung yang tidak ia sukai adalah menangis tanpa suara dan baginya itu sangat menyakitkan. Kenapa harus ditahan? Setiap menangis, Jisung akan sembunyi-sembunyi dan menahan isak tangisnya agar tidak terdengar. Bocah menggemaskan ini seolah tidak ingin ayahnya tahu.
Itu membuat Mark merasa bersalah dan gagal.
Menangis itu normal untuk laki-laki. Siapapun boleh menangis selama itu mampu membuat hati lega. Apalagi ini Jisung, seorang anak laki-laki yang belum lama menginjak usia lima tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soon To Be Jung [MarkMin]
Fanfiction"Dokter Na cantik. Jisung suka." "Sekali lagi, terima kasih." "Ayah, Jisung mau papa." "Saya serius." "Na Jaemin, be mine?"