25

9.1K 1.1K 108
                                    

Happy Reading

Sorry for the typo(s)

***

Sedari tadi Mark tidak berhenti menggosok-gosokkan kedua tangannya, sedang mempersiapkan sekaligus menenangkan diri. Perdebatan antara dirinya dan Jisung sama sekali tidak membuahkan hasil yang ia inginkan dan putra tunggalnya itu bersikeras menolak menemaninya menjemput Jaemin. 

Jisung menutup senyumnya. "Sana ayah berangkat. Nanti terlambat."

Mark menyemangati dirinya sendiri dalam hati. Baiklah, mari coba lagi dan pastikan hasilnya memuaskan. Ia duduk di samping si kecil seusai menyingkirkan beberapa mainannya. "Paman Jaemin biar dijemput sama supir ayah ya? Kepala ayah tiba-tiba sakit," ucapnya seraya memijat kepalanya agar terlihat lebih meyakinkan. 

Jisung menempelkan telapak tangannya ke dahi ayahnya. "Tapi nggak panas." Ia menatap Mark dengan netra yang memicing curiga. "Jisung tahu ayah bohong. Pokoknya ayah harus jemput Paman Jaemin! Kalau ayah nggak mau, Jisung juga nggak mau datang ke pesta ulang tahunnya Opa. Jisung di rumah aja," ancamnya. 

Helaan napas putus asa tak bosan keluar dari hidung mancung Mark sejak kemarin. Sekarang harus bagaimana lagi ia memutar otak? Semua bujuk rayunya gagal. Ia lantas memperhatikan Jisung yang sudah sibuk bermain lagi. Batinnya bertanya-tanya dari mana bayinya yang manis ini mendapatkan sifat keras kepala. "Jisung ikut ya, Nak? Biar Paman Jaemin ada temennya," rayunya tak lelah. Ia melemparkan tatapan memohon tatkala manik mereka beradu. "Ikut ya, Sayang?"

Tanpa merasa berdosa sedikitpun, Jisung tertawa. "Nggak mau." Dari caranya berbicara menunjukkan ia senang kali menjahili Mark. "Kenapa Jisung harus ikut? Jisung 'kan nggak paham sama obrolan orang dewasa seperti ayah dan Paman Jaemin. Kalau Jisung―" Kalimatnya terpaksa berhenti di tengah jalan karena diinterupsi oleh Jeno. 

"Jisung, ayo! Paman Renjun mau sampai!" Dengan sigap Jeno menangkap keponakannya yang berlari ke arahnya dan melompat ke pelukannya. Ia membisikkan sesuatu yang dihadiahi anggukan serta kikikan si lucu. "Ready?" 

"I'm ready!" 

Mereka berdua pun pergi tanpa memperdulikan Mark. 

Sementara itu, Mark merutuk sembari mengacak surainya. Kenapa adiknya harus datang di saat yang tidak tepat? Jika sudah seperti ini, ia harus menjemput Jaemin seorang diri. 

Mau tidak mau. 


***


Mark mengamati pintu di depannya dengan sorot mata penuh keraguan. Beberapa kali tangan kanannya menggantung di udara, tampak menahan diri untuk tidak menekan bel. Ia mendesah pelan sambil memijit pelipisnya yang kini betul-betul berdenyut. Mulai detik ini ia janji takkan menuturi taruhan jagoannya. Alasannya adalah hanya dirinya yang terciprat dan menerima getahnya. 

Setelah menghembuskan napas dan berdehem, ia memencet bel pintu apartemen. Timbul garis di sudut matanya saat sang pemilik tidak serta merta keluar padahal lima menit telah berlalu. Ah, tunggu. Apakah Na Jaemin sudah berangkat lebih dulu? Tidak dapat dipungkiri hal ini membuatnya tersenyum lega. 

Sementara itu, Jaemin mengernyitkan dahinya mendapati Mark berdiri di depan pintu apartemen tetangganya. Apa yang sedang pria itu lakukan? Apakah Mark kerabat dari kakek dan nenek Lee? Ia menggigit bibirnya, bimbang harus menyapa Mark atau tidak. Akhirnya, ia memutuskan untuk berdehem. 

Soon To Be Jung [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang