Happy Reading
Sorry for the typo(s)
***
Jisung menatap jalanan yang basah oleh guyuran hujan. Ia menganggap hujan lebih menarik dan mengabaikan ayahnya. Ia sedang dalam perjalanan pulang ke rumah dan sedari tadi Mark belum mengajaknya bicara. Ya sudahlah. Ia juga tidak peduli dan malas.
Netra Mark yang masih berkilat tajam tak sengaja melihat muffin yang masih digenggam Jisung. Pemandangan tersebut tak elak membuat dirinya menghembuskan napas berat. Ia marah namun di saat yang bersamaan dirinya juga merasa bersalah. Ia tahu putra sematawayangnya ini marah. Terbukti dengan Jisung yang enggan menatap dirinya. Bahkan terkesan mengacuhkannya.
Di luar kendalinya, tiba-tiba otaknya memutar ulang kejadian lima belas menit yang lalu.
"Saya ingin menjemput Jisung."
Sementara itu, di ruang keluarga, Jisung beberapa kali menoleh ke belakang. Ia penasaran kenapa Jaemin tidak kunjung kembali. Dengan demikian, ia pun menyusul dan berapa terkejutnya dirinya menyadari ayahnya ada di depan pintu. "Ayah?" panggilnya takut-takut.
Ia menyembunyikan tubuh kecilnya di punggung Jaemin. Ia bisa menebak bahwa Mark marah. Hal itu terlihat jelas sebab ia hapal bagaimana aura sang ayah bila tengah menahan amarah.
Jantung Jaemin seakan melorot ke perut. Mengapa atmosfer di sekitar mereka lambat laun berubah setelah mendengar cicitan Jisung? Ia menunduk dan mata cantiknya beradu dengan nayanika Jisung yang sedikit berkaca-kaca. Ketakutan jua terpancar jelas di sana. Ia pun menatap Mark dan berkata, "Jika anda―"
Mark menahan diri untuk tidak mendengus. "Ayo pulang."
Jisung menurut dan buru-buru mendekati Mark. Ia sadar dengan perubahan suara Mark sehingga ia tidak ingin ayahnya lebih marah dari ini. Walau dilanda rasa takut, ia masih bisa mengukir senyum. "Jisung pulang dulu ya," pamitnya.
Mau tidak mau Jaemin mengangguk. Sungguh, di hati kecilnya terbesit rasa bersalah. Ia tidak tega melihat Jisung yang menahan tangis. "Jisung hati-hati ya pulangnya."
Akhirnya mereka sampai di rumah. Jisung langsung turun dan berlari tepat setelah Mark membukakan pintu.
"Bubu, Jisung mau minta tolong."
Taeyong mengangguk lalu menuntun kesayangannya. Ia mengerti Jisung ingin membantunya mandi dan berganti baju.
Setengah jam hampir berlalu dan Jisung sudah selesai mandi. Ia tampak menggemaskan dalam balutan kaus kuning pucat dan celana pendek berwarna putih. Eksistensi Mark yang baru saja masuk ke kamar ia hiraukan.
Taeyong tersenyum manis saat Jisung mengucapkan terima kasih dan mencium pipinya. Tatkala netranya bersiborok dengan si sulung, ia mengusap pelan bahunya. "Jangan marah dan bicara yang lembut," ujarnya sebelum berlalu.
Pilihan Mark hanya mengangguk agar Taeyong tidak memperpanjang. Ia mendekati Jisung yang tengah bermain dengan action figure iron man. "Jisung," panggilnya meminta perhatiannya. Ia mengatur emosinya lebih dulu kemudian duduk di sebelah jagoannya. "Jisung janji apa ke ayah tadi siang?"
"Jisung," tegurnya setelah tiga menit sang pemilik nama tidak menggubrisnya sama sekali.
Jisung mencebik. "Janji main sama Om Jeno." Ugh, ia malas sekali dan memilih memainkan action figurenya asal-asalan. Ia sedikit tersentak ketika Mark mengambil mainannya.
"Jisung, lihat ayah." Mark benar-benar tidak suka bila Jisung mengabaikannya. "Jisung janji main sama Om Jeno tapi kenapa Jisung nggak ikut pulang waktu Om Jeno pulang? Jisung kenapa di rumah Paman jaemin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Soon To Be Jung [MarkMin]
Fanfiction"Dokter Na cantik. Jisung suka." "Sekali lagi, terima kasih." "Ayah, Jisung mau papa." "Saya serius." "Na Jaemin, be mine?"