Bab 2

1.1K 176 8
                                    

"Di mana kau?! Bukankah sudah kubilang, jangan berkeliaran sendirian!"

Pria itu menjauhkan ponselnya dari telinga. Seseorang yang sudah ia duga akan mencarinya, tidak putus asa membunyikan teleponnya berkali-kali. Mengganggu aktivitasnya bersama seorang gadis yang ia temui ketika mampir di sebuah kabaret yang terletak tak jauh dari motelnya berada.

Kabaret merupakan tempat hiburan malam yang menyajikan pertunjukan tarian Can-Can yang dibawakan oleh para gadis di Prancis. Lebih tepatnya, kabaret adalah tempat di mana turis sepertinya mendapatkan hiburan malam khusus orang dewasa. Menjelang Tahun Baru, banyak kabaret yang membuka reservasi. Tentu pria dengan wajah tampan itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Selagi ia berada di luar negeri, tidak masalah mengorupsi sedikit dari perjalanan bisnisnya untuk bersenang-senang. Meskipun, ia harus rela menerima omelan-omelan pedas dari manajernya.

Gadis berpakaian merah itu masih berbaring di atas kasur, menyibakkan sedikit roknya ke atas, mempertunjukkan pahanya yang mulus dan menggoda. Dibandingkan berparas layaknya orang Eropa pada umumnya, gadis bernama Esther itu memiliki marga Liu, keturunan Tionghoa. Kulitnya putih seperti porselen dengan rambut hitam lurus sepunggung. Sangat mendekati kriteria idamannya.

"Hei, kau mendengarku?! Jawab, sekarang ada di mana kau? Pesawat kita berangkat besok pagi."

"Ck, berisik."

Pria itu pun langsung mematikan telepon. Tidak peduli pada manajernya yang kepanikan, pandangannya justru tertuju pada gadis cantik yang sejak tadi terus menggodanya.

"Telepon dari siapa sampai-sampai kau mengabaikanku?"

"Maaf, Esther Sayang. Anjingku terus menggonggong di rumah, sepertinya sudah merindukanku di sana. Aku harus segera pulang."

"Apa? Kau mau pulang? Padahal kau sudah membawaku ke sini. Apa kita tidak akan ngapa-ngapain?"

Pria itu mengecup kening Esther. Kedua telapak tangannya yang hangat dan besar, menangkup wajah gadis itu. Mereka bertatapan intens sebelum akhirnya sang pria mendaratkan ciuman di bibir Esther. Ciuman yang panas dan menggairahkan. Dari bibir, ia beralih ke leher, hingga ke pundak Esther yang tidak tertutup pakaian.

"Ah, Leon~ ini enak sekali," desah gadis itu ketagihan.

Service yang diberikan Leon tidak main-main. Pria itu mahir menggunakan lidahnya, membasahi setiap titik sensitif milik Esther yang berhasil ia temukan dengan mudah. Tidak heran jika selama ini ia disebut sebagai Don Juan. Tokoh fiksi asal Spanyol yang terkenal sebagai penakluk wanita. Leon mempunyai seribu satu teknik untuk meluluhkan hati wanita. Ia pandai merayu dengan kata-kata, ia juga pandai menggunakan tatapan matanya untuk membuat mangsanya terjebak. Terdapat satu hal yang menjadi keunggulan Leon dibandingkan Don Juan. Jika Don Juan digambarkan bermuka pas-pasan, Leon adalah bentuk sempurnanya. Leon memiliki ketampanan, kelembutan, dan pesona yang luar biasa menggoda. Tidak heran jika pria itu menekuni dunia pemotretan.

Postur tubuhnya yang atletis dan wajahnya yang simetris dengan rahang tegas, membuat siapapun terpukau. Terbukti, bahkan tak hanya terkenal di negara asalnya, Korea Selatan, ia juga digandrungi para gadis Eropa yang notabene lebih menggilai orang-orang barat sebangsa Amerika. Keindahan Leon bertaraf Internasional.

Selesai memadu kasih dengan gadis asing itu, Leon memutuskan untuk segera kembali ke ibu kota, Paris. Ia sengaja pergi diam-diam, kabur dari pengawasan ketat manajernya sampai ke kota Rouen. Niatnya tidak ingin sampai sana, tetapi turis asing sepertinya mana tahu arah. Ia asal menaiki tube dan tiba-tiba saja sampai di Rouen.

"Leon? Leon apanya! Dia pikir aku benar-benar Leon? Itu kan cuma tokoh game yang dulu sering kumainkan, dasar bodoh."

Ia keluar dari motel, berjalan sambil bersiul. Mengenakan mantelnya kembali. Tak lupa menutup wajahnya dengan masker. Kali ini, ia harus memastikan bahwa ia benar-benar sampai di Paris. Kalau ia tersesat lagi, maka bisa kacau. Manajernya itu tak akan memberi ampun lagi.

DECADE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang