"Sudah pernah ku katakan, Kebahagian itu sangat mudah untuk didapatkan. Buktinya, melihat dia tersenyum saja aku sudah bahagia."
—🍁—
Langit sudah berubah warna menjadi gelap gulita ditemani bulan dan bintang yang tak pernah sekalipun menyampaikan pamit pada langit malam. Sekalipun itu tertutupj awan, namun, hadirnya selalu ada. Malam ini, Raya baru saja melangkahkan kakinya keluar dari toko bunga. Cewek itu tersenyum tipis melihat bunga mawar putih sebagai hiasan yang baru ia beli.
Mawar putih, bunga yang kata orang melambangkan ketulusan hati.
Dia sederhana, iya, namun indah. Sangat.
"Dulu ayah suka banget sama mawar putih. Cantik." Gumam Raya semakin mengembangkan senyum manisnya disana.
Raya menoleh untuk melihat keadaan di sana sekalian mencari motor yang ia parkirkan di pinggir jalan. Raya memicingkan matanya saat melihat perempuan yang tak asing baginya keluar dari apotek tak jauh dari nya. Raya menaikkan alisnya dan tersenyum, "Chita!" Panggilnya melambaikan tangan.
Pemilik nama itu menoleh setelah melihat isi plastik baru ia bawa keluar dari apotek. Chita tersentak saat melihat Raya menghampirinya. "Hai, Raya!" Balas Chita tersenyum kaku. Sangat tampak bahwa ia tidak tenang melihat Raya yang menghampiri nya.
Harusnya gue gak ketemu Raya dulu kali ini. Ah, terlambat.
Raya berhenti disamping Chita. "Sorry, ya, kalo hari ini gue gak masuk sekolah. Gue temenin bunda gue buat beresin barangnya pindah ke apartemen gue." Ucap Raya menjelaskan. Raya memang Chita memberi tahu Chita jika ia tidak masuk sekolah dengan alasannya tm sehingga membuat cewek itu mencari keberadaan Raya tadi di sekolah dan mengirimnya pesan untuk bertanya tempat gadis itu berada yang membuatnya tidak masuk.
Mendengar itu, Chita mengerutkan alisnya bingung. "B-bunda?" Sejenak ia diam setelah Raya mengangguk. "Lo udah baikan sama bunda lo?" Tanya nya.
Raya mengangguk lalu tersenyum. "Iya. Gue udah baikan sama bunda gue. Seneng banget gue, bisa rasain hidup bareng keluarga lagi. Walau udah gak lengkap." Cewek itu tetap tersenyum hambar pada Chita. Mungkin kini Raya sedang bahagia, namun sangat jelas jika dibalik itu bukan bahagia sesungguhnya yang ia dapat. Hanya seberapa persen. Namun, ekspetasi Raya tidak mau ketinggian. Ia mengakui keberadaan keluarga nya sekarang dan mulai mau berdamai akan masa lalu Bunda nya.
Tapi, tidak dengan Chita.
Raya melihat kantung plastik yang Chita pegang lalu melihat ke belakang. "Lo kok ke apotek? Lo sakit, Chit?" Tanya Raya menatap sahabatnya itu dengan tatapan khawatir.
Nah, itu pertanyaan yang sangat Chita hindarkan. Seketika Chita gelagapan. Cewek itu mendengus lalu tersenyum kaku. "I-ini. Ini buat kak Bian. Kakak gue lagi gak enak badan di rumah. Makanya gue beliin dia obat." Jawab Chita gugup. Ia berusaha untuk biasa saja didepan Raya. Semoga, cewek itu percaya.
Menjelaskan waksud gue untuk waktu sekarang gak tepat, Ray. Kalau lo dengar pernyataan ini, sama aja seperti membuat gelas yang utuh tiba-tiba jatuh ke lantai dan pecah berhamburan oleh dorongan tangan yang di sengaja walau lewat ucapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYGARA (SELESAI)
Teen FictionJudul awal : NEGARA "kamu datang seperti hujan, deras dan dingin, lalu pergi tanpa kata seperti angin" Negara Ganandra Aldebra adalah seorang cowok dengan segudang tingkah absurd dan tawanya yang kadang mengundang kekesalan apalagi kepada guru BK. W...