Fav - One

27.1K 1.8K 253
                                    

"Jen, kita putus aja gimana?"

Lelaki yang tengah fokus senam jari di ponsel itu lantas mendongak sekilas, lalu mengangguk ringan. "Boleh."

Rayana yang niat awalnya cuma bergurau, sontak mendelik mendengar satu kata barusan. "Jeno!"

"Bercanda, kan?"

"Ya ... iya bercanda. Jangan dibolehin juga tapi," gerutunya pelan.

Jeno mengangguk lagi. Tangannya bergerak menyimpan ponsel ke dalam saku, lalu memusatkan atensinya pada sang kekasih. "Tumben bercandanya gitu?"

"Nggak tau. Mulut aku suka random belakangan ini."

Hening. Jeno tidak menjawab lagi.

"Tapi kayaknya asik deh." Rayana kembali berujar.

Jeno yang baru saja menyeruput soda miliknya, mengernyitkan dahi bingung. "Apanya yang asik?"

Putusnya.

Rayana mengatupkan bibir rapat. Sebenarnya, ia tidak terpikir sama sekali untuk mengatakan hal itu. Tapi setelah melihat respon Jeno barusan, entah dorongan dari mana, keinginan mengakhiri hubungan sedikit membubung di hatinya.

"Apanya, Ay?" tanya lelaki itu lagi.

Setelah berpikir ulang, Rayana menggeleng pelan. "Nggak jadi."

Monoton.

Hubungannya terlalu monoton. Rayana tidak meminta lebih, ia hanya ingin seperti kebanyakan pasangan lainnya. Saling bercanda, banyak tertawa, dan keromantisan tetap ada.

Awal berpacaran, Rayana pikir Jeno akan berubah. Faktanya, hubungan mereka sudah berjalan sebulan, dan lelaki itu masih tetap sama. Flat. Banyak diem. Senyum juga jarang.

Padahal, kalau udah senyum ...

"Jen, coba senyum," pinta Rayana.

Lelaki itu menaikkan kedua alisnya bingung, namun tak urung tetap menurut. Perlahan, senyum manis tercetak di wajah tampannya.

Tuh, kan! Ganteng!

Ganteng banget.

Matanya jadi ikutan senyum gitu. Lucu, tapi candu. Masa tiap mau lihat senyum Jeno yang lucu gitu harus minta dulu?

"Jen, kamu nggak bosen?" tanya Rayana lagi.

Iya, selalu seperti ini. Keseringan Rayana yang cari topik. Kebalik nggak, sih?

Lelaki itu menggeleng singkat. "Mau pindah cafe?"

Rayana menghela napas berat, lalu tersenyum tipis. "Nggak usah. Di sini aja."

Lelaki itu kembali mengangguk.

Ini Jeno kalau jadi miniatur rumahan lucu kali ya? Angguk-angguk mulu.

"Tadi malem Papa pergi dinas lagi, Jen. Berangkatnya malem banget, sekitar jam tiga subuh gitu," celoteh Rayana.

"Malem atau subuh?"

Gadis itu berdecak pelan. Bisa nggak sih, fokus ke ceritanya aja? Rayana jadi berasa curhat sama guru bahasa.

"Subuh," jawabnya singkat.

Jeno manggut-manggut. "Terus?"

"Yaudah, aku nggak sempat jumpa Papa."

"Malemnya emang nggak jumpa?"

Rayana meneguk paksa salivanya. "Iya, maksudnya aku nggak sempat jumpa sebelum Papa berangkat," ralatnya.

Jeno mengangguk lagi.

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang