Fav - Twenty Eight

3.6K 712 550
                                    

Sepuluh menit menjelang jam istirahat, Jeno yang biasanya selalu fokus dari detik awal dimulainya pelajaran, kini tak lagi mendengar dengan jelas penjelasan guru di depan sana.

Isi kepalanya sudah berbelit, terlihat jelas dari coretan asal yang ia ciptakan di bagian belakang bukunya. Membentuk gumpalan benang kusut yang tak lagi memiliki ujung.

Ucapan Haechan tadi malam benar-benar mengganggu konsentrasinya hari ini.

"Jeno!"

Lelaki itu tersentak saat merasakan lengannya disikut pelan. "Hah?"

Jeno mengikuti arah pandang Jaemin. Matanya mendelik kala melihat sosok wanita yang harusnya menjelaskan di depan sana, sudah berdiri tak jauh dari mejanya.

"Tiga kali saya panggilin, ngapain kamu?"

Jeno mengatupkan bibir rapat. Perlahan, tangannya bergerak menutup bukti nyata kegiatan melamunnya tadi.

"Lihat soal di depan. Jenis gaya Coulomb apa yang dihasilkan dari dua muatan itu?"

Jeno menggigit kecil bibir bawahnya, mencoba menganalisis soal yang entah sejak kapan tertulis di papan berwarna putih itu.

"Kalau Jeno nggak bisa jawab, nggak ada jam istirahat," ujar Bu Seulgi.

Sontak membuat satu kelas ricuh menaruh harapan besar pada Jeno. Seolah mempertaruhkan hidup dan mati mereka pada jawaban yang akan Jeno lontarkan nanti.

"Lima." Hitung mundur dimulai, Jeno semakin kelabakan.

"Empat."

"Jen, tolongin perut gue, Jen." Samar-samar ia bisa mendengar suara lelaki yang menyebabkan otaknya tidak bekerja dengan baik hari ini.

"Tiga."

Hingga Jeno merasakan seragam bawahnya ditarik-tarik oleh lelaki yang duduk di sebelahnya. Jeno mulai menemukan titik terang.

"Tarik-menarik, Bu," jawabnya cepat.

Hening beberapa saat hingga wanita itu menganggukkan kepalanya. "Selamat istirahat."

Bersamaan dengan Bu Seulgi yang berbalik badan, sorakan bahagia terdengar memenuhi ruang kelas yang sempat ricuh itu.

"Makasih, Na," ujarnya pelan.

"Gue narik baju lo doang kali. Emang lo pinter, Jen. Mungkin kalo Haechan yang gue gituin udah ngamuk duluan," kata Jaemin diakhiri kekehan kecil.

"Tetep aja, makasih."

"Tumbenan tadi. Mikirin Aya?"

Jeno tersenyum tipis. "Iya."

Memang benar, ia sedari tadi memikirkan Rayana ..., juga Jaemin. Awalnya, Jeno tidak begitu mempercayai tebakan asal Haechan. Namun, setelah dipikir ulang, mengingat beberapa kali Jaemin tampak mengkhawatirkan gadis pujaannya itu, Jeno sedikit memikirkan ucapan Haechan.

Ah, tidak sedikit. Jeno banyak memikirkan ucapan Haechan.

Berbeda saat mengetahui perihal Renjun, saingannya kali ini benar-benar membuat Jeno ingin menyerah. Ia masih berharap semoga tebakan Haechan salah.

Jaemin pernah mengatakan tidak akan menyukai gebetan temannya sendiri. Jeno masih ingin mempercayai itu. Walau keyakinannya sudah berkurang separuh.

"Ayo kantin!" seru Haechan.

"Gue di kelas aja." Jeno menjawab seraya menenggelamkan kepalanya dalam lipatan tangan di atas meja.

"Loh, udah gantian? Nggak ke atap juga, Jen?" canda Renjun, yang segera dihadiahi tatapan tajam dari Haechan. "Canda, atap."

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang