Fav - Thirty One

3.4K 703 479
                                    

Disusul helaan napas kasar, lelaki dengan jaket denim itu berulang kali menyugar rambutnya ke belakang. Sejak menginjakkan kaki di kafe bernuansa hijau itu, tak terhitung sudah berapa kali ia menelepon dan mengirim pesan pada sang pujaan.

Rayana tidak ada di sana.

Parahnya lagi, ponsel gadis itu juga tidak bisa dihubungi.

Kalau saja Jeno tahu kejadiannya akan seperti ini, persetan dengan backstreet. Harusnya pulang bersama tidak termasuk hal yang mencurigakan, mengingat memang dua insan itu kerap melakukannya sebelum kembali berpacaran.

"Sumpah, gue nggak tau harus minta tolong sama siapa lagi. Lo ke sini bisa? Kafe deket bengkel."

Gelak tawa terdengar dari seberang sana. "Lo ngelawak, nih. Gue baru sampe masa disuruh keluar lagi."

"Chan."

"Otw."

Panggilan terputus. Jeno kembali beralih menelepon Rayana.

Ini sudah aneh sejak gadis itu bertanya perihal motor yang mogok, lalu sampai ke kafe yang memang kebetulan dekat dengan bengkel langganan mereka.

Dan sekarang, gadisnya menghilang tanpa jejak.

Line

Jeno
Aya plis
Aku udah di kafe
Kamu pulang?
Hp nya mati?
Bales apa aja
Aku panik
Panik banget
Ayaaa

Jeno kembali menghela napas gusar. Pikiran-pikiran negatif mulai menyerang isi kepalanya. Kalau tidak janggal sejak awal, mungkin Jeno tidak akan sepanik ini.

Jarinya beralih ke ruang obrolan dengan Yuta. Beberapa kata sudah ia ketik di kolom pesan. Tak berapa lama, ia hapus kembali.

Nyari mati, sih. Bisa-bisa Jeno kembali jomblo dalam sehari kalau Yuta tahu adik cantiknya itu menghilang.

"KENAPA, NJING?!"

Lelaki dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya itu memekik dari depan pintu kafe. Sempat membuat perhatian para pengunjung terpusat ke arahnya, sebelum akhirnya Haechan menunduk ringan, meminta maaf.

"Aya hilang."

"SUMPAH?"

Lagi-lagi, Haechan menjadi pusat perhatian. Bahkan beberapa dari mereka sudah berbisik ria membicarakan remaja yang tampaknya tidak peduli itu.

"Nggak lucu, anjing. Apa sih tiba-tiba?!" Haechan kembali memekik, kali ini sedikit lebih pelan dari sebelumnya.

"Gue harus jelasin dari mana?" monolog Jeno seraya menutup kedua matanya dengan telapak tangan.

"Oke, rileks. Tarik napas dulu. Lo panik banget, sampe gemeteran gitu." Haechan menuntun Jeno untuk duduk di kursi yang tak jauh dari posisi keduanya berdiri.

Iya, sudah setengah jam panik, Jeno bahkan tidak berpikir untuk duduk.

"Kalo lo nggak tau mau jelasin darimana, gue aja yang nanya."

Jeno mengangguk asal. Menatap lekat-lekat wajah sang teman yang tampak serius itu.

"Aya kemana?"

Sontak membuat Jeno menghempas punggungnya ke sandaran kursi. Kepada siapapun, tolong jauhkan Haechan dari Jeno saat ini juga.

"Kalo gue tau Aya kemana, lo nggak bakal di sini, Chan." Jeno memejam menahan kesal.

"Sorry, mulut gue suka kepleset. Ah, lo, mah. Santai makanya. Gue ikutan panik, nih!"

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang