Fav - Three

11.5K 1.3K 205
                                    

"Bang, nebeng sampe sekolah, dong."

Gadis dengan rambut sepunggung itu berusaha tersenyum semanis mungkin. Mencoba membujuk sang kakak yang sebenarnya udah ketebak bakal jawab---

"Nggak."

Tuh, bener kan.

Padahal sekolah Rayana dan kampus kakaknya itu searah.

"Sama Jeno aja kenapa, sih?" sambung Yuta dengan wajah menahan kesalnya.

"Udahan."

Yuta menaikkan sebelah alis. "Apanya?"

"Gue sama Jeno, udahan."

"Yaudah, tinggal beluman lagi aja, susah banget?"

"Nggak gitu konsepnya, Yuta!"

"SOPAN!"

"Bang," cicitnya pelan.

Lelaki tampan yang sudah rapi dengan outfit anak kuliahannya itu, lantas berdiri setelah meneguk segelas susu. "Tunggu di mobil," ujarnya, mengundang senyum sumringah di wajah Rayana.

Namun, tidak bertahan lama. Senyum itu pudar setelah mendengar dua kata selanjutnya.

"Bayarin bensin."

Rayana mendengus. Memang, tidak ada yang lebih laknat dari seorang lelaki bernama---

"Lo pasti lagi maki gue dalem hati," ujar Yuta yang sudah berjalan ke arahnya setelah menyandang tas.

---Yuta. Iya, memang nggak ada yang lebih laknat dari kakak kandungnya. Segala bensin dibayarin, padahal kalau lelaki itu pergi sendiri juga jarak yang ditempuh tetap sama.

"MA! AYA BERANGKAT!" teriak gadis itu sebelum kerah seragamnya ditarik sang kakak.

Kata orang, punya kakak laki-laki itu enak. Beuh, belum rasain jadi adiknya Yuta ya? Rayana udah capek sih. Bisa tukar tambah nggak kira-kira?

Rayana sering lihat teman kakaknya main ke rumah, ada yang ganteng banget, pipinya bolong gitu. Kalau nggak salah namanya Jaehyun. Pengen ditukar sama yang itu aja.

Yuta ngeselin soalnya.

Tapi, sayang seribu sayang, Yuta juga kelewat pinter. Tengil-tengil gitu dulunya juara paralel di SMA. Guru-guru di sekolah kalau ditanyain yang namanya Yuta pasti pada kenal. Kakaknya memang se-famous itu.

Mau bilang Rayana iri?

Iya, memang.

Jujur saja, telinganya juga sudah lelah mendengar ocehan orang-orang penganut paham 'pintar turunan keluarga', yang acap kali mengatakan,

"Abangnya pinter, masa adeknya nggak?"

Ah, itu pertanyaan yang sampai sekarang nggak bisa Rayana jawab.

"Kok bisa putus?" tanya Yuta, memecah keheningan.

"Sepele sih masalahnya," jawab Rayana sembari memerhatikan jalanan dari balik kaca.

"Apa?"

"Gue nggak sengaja megang lengannya, terus dihempas gitu." Nada bicaranya menurun. Kalau mengingat itu, ada rasa malu, hina, kesal, dan rindu yang bercampur jadi satu.

Iya, Rayana merindukan mantannya.

"Makanya, rajin cuci tangan. Berapa kali sih gue bilang? Tangan lo banyak najisnya itu," cibir Yuta diakhiri gelak tawanya.

See? Rayana kadang heran yang modelan gini bisa juara paralel.

"Tapi muka lo nggak keliatan kayak cewek habis putus, Dek."

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang