Fav - Thirty Seven

3.5K 671 405
                                    

"Lo nggak merasa ada sesuatu yang harus dibicarain sama gue?"

Beberapa saat menanti jawaban, Jeno menolehkan kepalanya ke kiri. Lalu kembali berujar, "Gue ngomong, btw."

"Iya, lo ngomong sama siapa, bujang? Ini lanang tiga, nanti nyaut tiga-tiganya lo pusing!" kesal Haechan yang duduk di kursi pojok.

"Bukan sama lo yang pasti."

Haechan mencebik. "Ngambekan lo, janda."

Bukan apa-apa, sudah sehari berlalu, Jeno masih kesal perkara Haechan menceritakan masalah hubungannya dengan Rayana begitu saja pada Jaemin.

Demi menjaga perasaan temannya itu, ia sudah bergerak sejauh ini sampai membuat gadisnya 'hilang'.

Lalu, Jaemin tahu begitu saja?

Dari mulut sialannya Haechan?

Sebenarnya, ia juga tidak bisa menumpahkan segala kesalahan pada Haechan. Karena Jeno sendiri juga lupa mengingatkannya. Tapi, setidaknya lelaki itu paham, kan? Haechan sendiri yang menganalisis kalau Jaemin menyukai Rayana.

"Na."

"Kenapa?"

"Lo gapapa?" tanya Jeno ragu-ragu.

"Emang gue kenapa?"

"Tuh, anjir! Lo liat! Nana biasa aja! Pas gue ceritain juga--- Oke, Jen. Lanjut." Lagi-lagi, Haechan menyusut setiap mendapat tatapan tajam dari Jeno.

"Kenapa, sih?" Jaemin kembali bertanya. Dahinya sedikit mengerut setelah mendengar obrolan singkat dua temannya barusan.

"Masalah Jeno sama Aya balikan, Na."

Kini, atensi teralihkan ke sumber suara. Lelaki yang sejak tadi fokus senam jari di layar ponsel itu menjawab tanpa menaikkan pandangannya.

"Oh, iya. Gue lupa ngucapin selamat. Congrats, Brader. Nggak sia-sia ya berproses sejauh ini buat dapetin Aya lagi," kata lelaki itu. Lelaki yang tersenyum lebar seraya menepuk pundak lelaki di sebelahnya.

Jeno menghela napas pelan. Bukan ucapan seperti ini yang ingin ia dengar dari Jaemin. Harus bagaimana ia menjelaskannya lagi?

"Jeno nggak enak karna lo juga naksir Aya."

Lagi-lagi terucap dari bibir yang sama.

Haechan yang kepalang kesal, menyenggol pelan lengan lelaki itu. Membuat sang empunya mengumpat pelan karena harus mengakhiri paksa game online-nya.

Renjun meletakkan ponselnya di atas meja kantin, lalu menatap tiga temannya bergantian. "Kita temen bukan, sih?"

Mendengar pertanyaan retoris itu, tiga lelaki di sana membungkam.

"Udah berapa kali diem-dieman karna masalah ginian?" cecarnya lagi.

"Nggak gitu, jing. Lo diem dulu deh gue bilang," ujar Haechan pelan, nyaris berbisik.

"Nggak. Lo sadar nggak sih kita yang sekarang udah mulai renggang? Gue sadar gue ada andil, makanya gue pengen ikut perbaiki. Kita main bareng aja udah jarang banget. Nggak usah jauh-jauh bicarain main, ketawa bareng terakhir kali kapan, gue tanya?"

Haechan tertawa paksa. "Sekarang, jir. Ketawa nggak lo?"

"Gue lagi serius, Chan."

Sontak membuat lelaki itu mengatupkan bibirnya, rapat.

"Gimana mau main, emang lagi banyak masalah gini," sahut Jeno.

"Nah, itu lo tau. Kenapa nambah masalah lagi?"

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang