Fav - Twenty Two

3.9K 807 450
                                    

Rayana menggenggam erat ujung kausnya. Napasnya tercekat, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Dibanding kata drama, yang ia lihat saat ini lebih seperti neraka dalam rumah tangga.

"Masuk mobil, Aya!"

Seolah tuli, Rayana masih berdiri di posisinya, menatap lurus ke arah pria paruh baya yang baru saja menghentikan kegiatan jambak-menjambaknya.

"Dek, please," lirih sang kakak dengan pakaian yang tampak berantakan.

"Ini ... kenapa?"

"Nanti gue jelasin, sekarang Aya masuk mobil dulu, ya?" Yuta mendekat ke sang adik. Tangannya yang sedikit gemetar perlahan naik, menutupi dua mata Rayana. "Aya nggak liat apa-apa. Aya nggak liat apa-apa."

"Gue ... liat."

"Lo salah liat."

Matanya ditutup, tapi telinga masih dapat mendengar jelas isak tangis sang mama. Lagipula, anak bodoh mana yang bisa tersugesti dalam hitungan detik?

"Aya ...."

Suara ini. Suara pria yang kerap memanggilnya dengan sebutan 'Princess'.

"Mundur."

"Dengerin Papa dulu, ya?"

"GUE BILANG MUNDUR, BRENGSEK!"

Rayana berjengit kaget. Tangannya sudah berpindah menggenggam tali sling bag. Kakaknya memang sering mengumpat, tapi yang kali ini terdengar jauh berbeda.

Menusuk. Sangat.

"Aya, masuk mobil."

Dengan mata yang masih tertutupi telapak tangan sang kakak, gadis itu menggeleng lemah.

"MASUK MOBIL!"

"Nggak!" pekik Rayana seraya menghempas tangan yang menutupi kedua matanya. "Gila lo, ya?"

"Iya, gue gila! Puas? Sekarang masuk mobil," titah Yuta dengan tangan yang mengarah ke luar.

Rayana menggeleng kuat, dengan bibir yang bergetar menahan tangis, ia melangkah masuk. Melewati ayah dan anak yang terpaku di tempatnya masing-masing.

"Mama gapapa?" Gadis itu berjongkok, merapikan rambut sang mama yang sudah acak-acakan. "Mana yang luka?"

"Gapapa, Mama gapapa."

Rayana menggeleng tak percaya. Setelah apa yang ia lihat tadi, mustahil jika Mama tidak terluka.

Tangannya masih menelusuri sekujur tubuh sang mama, menyibak rambut di leher, melihat ke bagian betis yang tertutupi gaun rumah, meraba bagian punggung, hingga terhenti di bagian pergelangan.

"Mama gapapa," ujar wanita itu lagi. Dengan cepat menutupi lengan gaun yang sempat tersingkap sejenak.

Rayana membeku sesaat. Tangan yang baru saja terlepas dari lengan sang mama, kini lemas tak berdaya.

"Mama ... cutting?"

Wanita itu menggeleng cepat. "Ini ... ini kena pisau dapur. Mama nggak fokus, terus nggak sengaja---"

"Nggak sengaja ... berkali-kali?"

Mama menunduk dalam. Bahu yang sejak tadi sudah merosot, kini bergetar hebat. Disusul air mata yang kian menetes ke gaun rumahnya. "Mama nggak gila," isaknya parau.

Mendongak, Rayana menatap langit-langit ruang tamu. Menahan bulir bening yang semakin memberontak ingin keluar dari tempat asalnya.

"Mama nggak gila, Aya."

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang