Fav - Seven

6.9K 1K 280
                                    

"Aku dulu punya gejala fobia."

Rayana refleks menoleh, menatap lelaki di sebelahnya yang tengah menunduk dalam.

"Sama cewek," gumam Jeno pelan.

"Hah?"

"Waktu kecil aku hampir dilecehin sama tetangga yang kena gangguan jiwa," jelasnya frontal. Rayana yang sudah bingung sejak awal, semakin terheran-heran.

"Udah sembuh lama, tapi masih belum terbiasa kontak fisik sama lawan jenis," sambungnya lagi.

Rayana kembali mengernyit. Masih belum paham dengan apa yang barusan lelaki itu jelaskan. Atau lebih tepatnya, masih terkejut karena mendengarnya terlalu tiba-tiba.

Terlebih lagi, fobia wanita? Tidak terbayang sedikitpun di benak Rayana kalau seorang Jeno yang kekar ini pernah menderita gejala fobia seperti itu.

"Maaf, Ay," ujarnya lagi.

"Kamu gapapa?"

Jeno mendongak sekilas, lalu mengangguk ragu.

Sekarang, giliran Rayana yang dilingkupi perasaan bersalah. Kalau sudah begini, Rayana yang salah, ya? Tapi, Jeno juga baru menceritakannya. Mungkin jika Rayana mengetahui hal ini lebih awal, hubungan mereka masih bisa diselamatkan.

Ah, susah ya ceritanya?

Iya, sih.

Pasti susah.

"Nggak pernah kontak fisik sama cewek lagi?" tanya Rayana setelah menyelesaikan perang batinnya.

"Salaman doang."

"Beneran?"

Jeno mengangguk. "Sama keluarga aja tapi."

"Sama aku nggak mau coba?"

EH.

Jeno menoleh, hingga beberapa detik kemudian, lelaki itu tertawa renyah.

"Masyaa Allah, ganteng! Ganteng banget!" pekik Rayana girang.

Jeno semakin terkekeh.

Aduh, lemah. Rayana lemah. Mau menyublim aja rasanya.

Dengan senyum yang masih menghiasi wajah tampannya, lelaki itu mengangguk, lalu perlahan mengangkat telapak tangan.

Rayana yang masih terlena melihat senyum menawan lelaki itu, lantas terperanjat saat Jeno melirik tangannya.

"Gapapa?" tanya gadis itu ragu.

"Coba dulu."

"Kalo nggak bisa, reaksinya gimana emang?"

"Coba dulu, Aya."

Ini Jeno yang fobia, malah Rayana yang ketakutan.

Kan nggak lucu kalau Jeno kejang-kejang selesai salaman sama Rayana. Apalagi di tempat umum kayak gini. Bisa dilaporin pakai ilmu gaib Rayana nanti.

"Pegal, Ay."

Perlahan, tangannya mulai terangkat. Ia menyentuh telapak tangan Jeno ragu-ragu, sebelum akhirnya saling berjabat erat.

Jeno sempat tersentak, lalu kembali menetralkan wajah. "Dingin," ujarnya.

"Kamu dingin? Efeknya jadi kedinginan ya?" Rayana semakin panik.

Jeno kembali terkekeh. "Tangan kamu dingin."

"Gapapa, Jen?"

Jeno diam sejenak, lalu mengangguk ringan. "Gapapa."

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang