Fav - Six

7.9K 1.1K 251
                                    

Senyum kecil terukir di wajah tampan Jeno saat jarinya menggeser-geser layar ponsel. Matanya fokus menilik satu persatu foto Rayana di album khusus yang sampai sekarang masih ia sematkan di galeri.

Teringat saat tadi pulang bersama, gadis itu sudah kembali bawel seperti biasanya. Walaupun Jeno masih menjawab ogah-ogahan, percayalah, jantungnya sudah berdegup tak karuan.

Rasanya manis, seperti kembali ke masa awal berpacaran. Kalau berpisah selalu membawa candu seperti ini, Jeno rela putus-nyambung berulang kali dengan Rayana.

"Kemaren buang napas, sekarang senyum-senyum. Gue ruqyah juga lama-lama!"

Jeno menoleh sekilas, lalu mencebikkan bibir. "Berisik."

Doyoung terperangah. "Permisi, Adik? Butuh cermin? Ini kamar gue. Kamar gue. KAMAR GUE."

"Numpang rebahan doang nggak boleh?"

"Nggak. Lo kalo rebahan nggak pernah beres."

"Dih?"

"Tiap lo di sini tugas gue nggak kelar-kelar, njir. Nih, selalu. Nggak pernah balance kalo ada lo," gerutunya setelah melihat hasil yang tertera di kalkulator.

"Bismillah dulu."

"Telat, anying."

Jeno mengedikkan bahu tak acuh, lalu kembali memusatkan atensinya pada layar ponsel.

"Heran. Ini perusahaan nggak bisa ya ngerjain laporan keuangan sendiri? Nyusahin mahasiswa doang taunya." Doyoung lanjut menggerutu.

"Kalo nggak gitu, isi buku lo apaan," respon Jeno malas.

"Ngitung duit orang mulu, wujudnya nggak ada," lanjut Doyoung lagi. Jarinya masih sibuk menekan-nekan tombol kalkulator, mencari penyebab dua kolom yang tak kunjung balance itu.

"Ngoceh mulu, isi otaknya nggak ada."

"Anak setan."

Jeno terkekeh.

Kakaknya suka mendumel, respon saat diganggu juga lumayan memuaskan. Nggak heran kalau Jeno yang jarang ketawa bisa refleks tergelak saat bersama Doyoung.

"Udah balikan sama Aya?"

"Belum."

"Udah cerita?"

"Belum."

"Wassalam lah. Gitu aja terus."

"Susah, Bang."

Doyoung lantas menoleh, lalu memutar kursi belajar. Mengalihkan fokusnya dari kalkulator dan angka-angka yang tak bersahabat itu. "Lo sayang Aya nggak, sih?"

"Sayang, lah. Gila ya nanya kayak gitu?"

"Iya, gue makin gila semenjak lo putus."

Jeno berdecak pelan. "Gue sayang Aya."

"Terus lo pikir, dengan sikap lo yang kayak gini Aya bakal tau itu? Aya bakal nebak sendiri lo pernah punya gejala fobia sampe nggak mau disentuh? Aya bakal ngertiin semua yang nggak lo ucapin langsung?"

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang