Fav - Twenty Nine

3.5K 737 501
                                    

"Balikan, yuk?"

Melihat Jeno yang terbatuk-batuk, Rayana refleks bangkit dari duduknya. "Gapapa, Jen?"

Ah, padahal terlihat jelas wajah lelaki itu sudah memerah akibat sedakan mendadak di tenggorokannya.

Rayana jadi merasa sedikit bersalah.

"Minum lagi, Jen. Perlu aku bawain galon di belakang?"

Sontak membuat lelaki itu terkekeh di sela-sela batuknya. "Kuat emang?"

"Ketawa lagi. Itu muka kamu sampe merah. Sakit banget, ya?"

Jeno berdeham pelan, tangannya bergerak memegangi bagian leher, memijatnya pelan, berusaha meredakan rasa sakit yang tampaknya belum hilang itu.

Sadar atas ucapannya beberapa saat lalu, Rayana mengatupkan bibir rapat. Percaya atau tidak, ia mengucapkannya dalam keadaan setengah sadar. Sebagian hatinya menolak, sebagian lagi menyetujui.

Bisa dibilang, tadi itu bentuk spontanitas karena hari ini ia melihat sisi lain yang menggemaskan dari Jeno. Padahal Rayana ingat dengan jelas bagaimana emosi lelaki di sebelahnya ini jika sudah berhadapan dengan Jaehyun.

Ah, flashback lagi.

"Ay."

Rayana menoleh dengan kedua alis terangkat. Matanya sesekali mengerjap melihat lelaki yang tampak menunduk di sebelahnya.

Jeno yang menghela napasnya, berhasil membuat Rayana semakin gelisah tak karuan.

Sebersit ucapan Yuta tadi malam kembali singgah di benaknya. Rayana yakin mulut sialan kakaknya itu ada andil dalam proses pencetusan kalimat berbahaya seperti tadi. Ditambah lagi, dorongan dari sikap menggemaskan Jeno hari ini. Paket komplit.

Kalau diingat kembali, Rayana sudah menolak Jeno beberapa kali. Kalau hari ini ia tertolak, harusnya tak apa, kan? Lagipula, yang tadi benar-benar setengah sadar.

"Yang tadi serius?"

Rayana menggigit kecil bibir bawahnya.

"Refleks gitu nggak, sih?" tanya Jeno lagi. Kini, lelaki itu sudah menolehkan kepalanya, meminta jawaban lewat sorot mata.

Jeno benar. Rayana hanya harus menganggukkan kepala, kenapa rasanya enggan, ya? Seolah tahu akan ada goresan yang tercipta setelah gerakan ringan dari kepalanya ini.

"Aku sayang kamu."

Rayana bergeming. Dapat ia rasakan detak jantungnya berpacu melampaui batas normal.

"Aku belum pernah bilang gitu, ya? Baru sadar." Jeno terkekeh pelan dengan mata yang masih terkunci pada wajah Rayana.

"Jen?"

"Kita belum pernah bicara soal hubungan kita, kan? Iya nggak, sih?"

Rayana diam sejenak, memperhatikan raut teduh Jeno dengan senyum simpul yang menambah ketampanannya sekian persen.

"Bicarain sekarang mau?"

"Kalo aku nggak mau?"

"Yaaaa, gapapa. Makanya aku nanya dulu, kan? Takut kamunya nggak nyaman kalau bahas ini."

Hangat.

Padahal dibilang pembahasan sensitif juga bukan. Tapi lelaki di sebelahnya ini bergerak sehati-hati itu.

Rayana sempat terkekeh kecil sebelum menganggukkan kepalanya.

"Sebelumnya, aku minta maaf kalo sikap aku waktu pacaran dulu buat kamu mikir aku nggak sayang sama kamu. Bener?"

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang