Fav - Seventeen

4.4K 867 447
                                    

"Aku mau pulang, naik taksi aja gapapa," pamit Rayana, melangkahkan kaki menjauh dari lingkaran para lelaki itu.

Sebersit harapan sempat hadir. Rayana masih berpikir positif bahwa Jeno akan segera menyalakan motor dan mengantarnya pulang.

Nyatanya tidak.

Bahkan sampai kakinya berhenti di depan pagar sekolah, tangan kekar itu tak juga menggapai pergelangannya.

Kalimat 'masalah keluarga jadi tameng' adalah bagian paling menusuk yang ia dengar tadi. Hei, Dude. Salah kalau punya rasa takut setelah melihat apa yang terjadi di depan mata?

Rayana masih nggak habis pikir. Jeno yang kemarin-kemarin irit ngomong, udah bisa ngoceh panjang lebar, nyelekit banget lagi.

Banyak bergaul sama Haechan, sih. Buruk banget memang pengaruhnya.

Rayana mengernyit saat melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam, berhenti tak jauh darinya. Familiar, pernah lihat. Tapi, lupa dimana.

Hingga sosok pria paruh baya yang keluar dari sana, membuat Rayana ingat. Itu mobil yang terparkir di halaman rumah saat ia mendengar kabar perceraian orang tuanya.

"Princessnya Papa!" Pria itu melambai. Pria yang menyebut dirinya sendiri Papa. Pria yang hampir sebulan ini tak mengabari keluarganya. Bahkan enggan membalas pesan dari gadis yang baru saja ia panggil dengan sebutan 'princess'.

Rindu, tapi nggak suka. Itu gimana, ya?

"Pulang bareng Papa, yuk?" ajak pria itu. Menggenggam erat tangan mungil putrinya.

Rayana masih membeku. Jujur, ia benar-benar rindu. Tapi bukan pertemuan seperti ini yang ia idamkan.

"Hei, Aya? Nggak kangen Papa?"

Lantas pertemuan yang bagaimana? Rayana sendiri tidak paham dengan isi hatinya.

"Ikut Papa, ya?"

Setelah menunduk agak lama, gadis itu mendongak. Kedua alisnya naik seraya bertanya, "Papa sendiri?"

Pria itu tersenyum. "Iya, ikut Papa, yuk?"

"Selingkuhannya mana?"

Hening beberapa saat. Pria di hadapannya terkekeh ringan, lalu melebarkan kedua tangannya. Bersiap memeluk gadis yang masih bingung harus berbuat apa lagi setelah ini.

Ia menolak pelan tubuh sang papa.

"Princess, are you okay?"

Rayana tersenyum tipis saat mengingat satu hal. "Udah mau sidang ya, Pa?"

"Aya ...."

Mendengar panggilan lembut barusan, setetes cairan bening jatuh dari sudut matanya.

"Aya mau sama Papa, kan?" Pria itu menggenggam kedua tangan putrinya, mengecupnya pelan dengan tatapan memohon. "Bareng Papa, ya?"

Dengan tangis yang semakin menjadi, Rayana menggeleng. "Aya mau pulang."

"Pulang ke rumah Papa, ya?"

Gadis itu menggeleng kuat. Tangannya ia tarik paksa dari genggaman sang papa, sayangnya gagal.

"Aya nggak sayang Papa?"

"Aya mau pulang, Pa."

"Iya, sama Papa. Ke rumah Papa. Kan Aya sendiri yang bilang kangen sama Papa."

Gadis itu menatap sendu pria di hadapannya. Kekehan pahit mulai terdengar. "Papa baca pesan dari Aya, kan? Kok nggak dibales?"

"Aya ..., pulang sama Papa, ya?"

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang