Fav - Twenty Three

3.9K 765 397
                                    

"Nana masih di rumah lo?"

Jeno yang hendak memakai helm, menjeda sebentar hanya untuk menganggukkan kepalanya.

"Gue sama Haechan kenapa nggak boleh ke sana, sih?" Renjun menatap sengit lelaki yang sedang menyiapkan motornya itu.

"Lo berdua berisik."

"Nggak, Jen. Beneran. Janji. Potong kuping Renjun kalo kita berdua berisik," ujar Haechan seraya mengangkat telapak tangannya.

"Bangsat. Lo liat! Gue nggak bakal berisik kalo Haechan nggak mancing duluan!" pekik Renjun tak terima.

"Gue juga nggak bakal gangguin kalo lo nggak emosian. Liat lo marah-marah tuh, candu banget, Jun." Haechan tergelak saat mendapat pelototan tajam dari temannya itu.

"Serius, Jen. Lo tega banget kalo nggak biarin gue ikut. Dari tadi malem gue nanyain Nana kenapa nggak lo jawab, terus hari ini dia nggak dateng lo juga nggak mau jelasin kenapa. Ulangan fisika loh tadi, nggak mungkin Nana sampe izin kalo masalahnya sepele." Renjun berujar seraya menahan bagian depan motor Jeno.

"Udah, biarin. Nanti kita dateng diem-diem," sahut Haechan, mengundang tatapan maut dari Renjun.

"Oke, nanti gue langsung kunci pager," jawab Jeno.

Renjun berdecak kesal. "Goblok ya, Chan!"

Jeno menatap dua lelaki di hadapannya bergantian. Sebenarnya, ia tidak masalah jika dua temannya ini berkunjung. Walaupun berisik dan menyebalkan, setidaknya berguna untuk memperbaiki suasana hati Jaemin yang masih tidak karuan sejak kejadian tadi malam.

Pasalnya, lelaki itu yang enggan bertemu dengan siapapun. Bahkan Jeno sang pemilik kamar saja memutuskan untuk tidur di kamar kakaknya tadi malam.

Jaemin sedang sensitif. Syukurnya saat dicek sebelum pergi sekolah, lelaki itu tidak melakukan aksi berbahaya seperti Rayana tadi malam.

"Aya juga nggak masuk, ya?" tanya Renjun lagi. Raut yang sejak tadi khawatir, tampak semakin gelisah.

Jeno mengangguk.

Sejujurnya, fokus Jeno sedang terbagi dua. Di satu sisi, ia ingin menjenguk Rayana yang dikabarkan demam tinggi. Di sisi lain, ia ingin menemani Jaemin yang masih enggan berbicara sepatah katapun.

Tapi, mengingat Rayana masih memiliki Yuta, pilihannya jatuh ke Jaemin. Temannya itu tidak memiliki siapapun di sisinya saat ini.

"Janji jangan ribut," tawar Jeno setelah mempertimbangkan banyak hal.

Sontak membuat Renjun dan Haechan mengangguk antusias.

"Geser," titah Jeno pada Renjun yang masih berdiri di depan motornya.

Jeno melajukan motornya lebih dulu, sebelum akhirnya disusul dua temannya dari belakang.

Tadi malam, setelah Jaemin mengucapkan satu kalimat penuh pengakuan itu, Rayana nyaris hilang keseimbangan kalau saja tubuhnya tidak dalam dekapan Jeno.

Kalimat itu, kalimat terakhir yang ia dengar dari Jaemin sampai detik ini. Bahkan saat Jeno selesai mengantar Rayana pulang dan kembali ke taman, lelaki itu masih di posisinya.

Berlutut dengan kepala yang menunduk dalam.

Renjun dan Haechan yang baru kembali dari apotek saat itu sudah berulang kali bertanya ada apa, baik Jaemin maupun Jeno tetap memilih bungkam.

Ah, aslinya Jeno juga kesal. Dua temannya itu ke apotek seberang saja kembalinya lebih dari lima belas menit. Jeno curiga dua lelaki itu adu mulut dulu di sana. Kebiasaan.

Favorite | Jeno✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang