"lalu mie keluar dari hidungnya, mana mukanya polos banget kayak orang yang gak bersalah HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA" Airin dan kisa tergelak bersama.
aku menggeleng-geleng melihat tingkah Airin yang ternyata memang tak ada bedanya dengan Kisa. kekanak-kanakan.
"Nona tidak ingin bergabung dengan mereka?"
"tidak, aku tidak punya waktu untuk memainkan permainan anak-anak, dan aku masih harus memeriksa beberapa dokumen lagi." ucapku sambil tidak menghilangkan fokus dengan tumpukan kertas di depan ku.
bep!
tepat setelah aku mengatakannya, lampu di rumah ini mati secara bersamaan menyebabkan keadaan menjadi gelap gulita.
"Este?"
"sebentar nona, saya akan keluar dan memeriksa nya."
"Mama...Huaaaaaaa Mama!" teriak kisa setengah menangis.
"ehhhh kisa."
"mama..." lirihnya lagi.
"tetap diam di sana sampai lampunya menyala."
aku berusaha meraba-raba meja mencari handphone ku agar bisa menyalakan senter. setidaknya itu akan sedikit membantu dan tidak akan menjadi terlalu gelap seperti sekarang.
"nona sepertinya listrik nya mati total, tidak tau kapan akan hidup kembali. di luar juga gelap." Este datang sambil membawa lilin menyala di tangannya.
"mama!" kisa berlari kecil kearah ku dan memeluk ku.
"mama takut..." ucapnya lagi. aku mengangkatnya dan mendudukkan nya di samping ku.
Este lalu meletakkan lilin itu di atas meja, dengan sedikit cahaya penerangan dari lilin akhirnya aku mendapatkan handphone ku kembali.
"sial! aku lupa mengisi daya." seru ku kesal melihat batang daya handphone ku yang berwarna merah dan hanya tersisa satu. daya ini tidak akan cukup untuk bertahan hingga pagi dan akan segera habis beberapa saat lagi.
"kalian ada yang memegang handphone?"
Airin menggeleng.
"handphone ku ada di kamar atas." jawabnya.
aku berbalik melihat kearah Este.
"saya sedang mengisi daya handphone saya di dapur."
"huh..." menghela nafas.
"berdoa saja agar llistriknya bisa segera kembali menyala sebelum lilin ini habis atau kita akan menghabiskan malam dalam keadaan gelap gulita."
"mama, kisa takut gelap..." dia menyeludupkan kepalanya di tubuh ku.
"jangan manja."
"tapi kisa takut...hiks." dia mulai kembali terisak.
"hei kisa, bagaimana jika kita bermain sambil menunggu listriknya hidup?" seru Airin memberi ide.
"main?"
"iya main" ucapnya lagi, aku mengangkat sebelah alis.
"memangnya permainan yang bisa di mainkan di dalam gelap?"
"fufufu, tentu saja ada!"
"hm?"
"sini" dia menarik tangan ku, dan mengambil lilin yang ada di atas meja lalu menyuruh ku duduk menghadap dinding. aku masih diam, penasaran dengan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.
"kisa, eve, lihat." aku mengangkat alis.
"ini burung" ucapnya senang. dia membuat bayangan dengan membentuk tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My fragile little horn
Fantasyrasanya baru kemarin, ketika dia masih memanggilku 'mama' dengan suara kecil nya, dan tangan kecil itu memeluk pinggang ku bahkan ketika aku berusaha untuk menolaknya. * tolong katakan padaku, orang tua mana... yang tega melihat anaknya sendiri aka...