Bap!
"Yeyy, akhirnya sampai!" Kisa berlari masuk bersemangat.
Este mengangkat koper, dibantu oleh sopir yang juga memindahkan barang-barang keluar dari bagasi. Aiden merenggangkan otot, Terlalu lama tidur dalam posisi duduk membuat sendi-sendinya pegal.
"Hoahm" Menguap lebar.
"Selamat datang kembali Nona Evelyn." Para pelayan berjajar, berbaris rapi menyambut di depan pintu hingga kedalam. Hal biasa, itulah etika. Aku berlenggang, mengabaikan mereka dan menyusul Kisa.
Airin dengan wajah kusutnya lansung menjatuhkan diri diatas sofa, melempar ranselnya entah kemana. Dia pasti sangat kelelahan, begitu juga denganku.
"Aku belum puas, jika bisa...aku masih ingin berlibur sedikit lebih lama lagi..." Gerutunya cemberut.
"Menurutku lima hari sudah sangat cukup Rin, kamu tidak bisa terus bersantai dan mengabaikan tugas-tugasmu kan. Terlebih, kita ada penilaian semester dalam 2 minggu kedepan." Balasku menimpali. Dia kembali mendesah.
"Itu benar... tapi tetap saja... Ah! bagaimana jika akhir semester ini kita pergi liburan bersama lagi? ketempat yang berbeda." Dia berujar antusias. aku menimbang.
"...Boleh saja, tapi kemana?"
Kali ini dia yang terdiam, berpikir menentukan tempat yang paling ingin dia datangi.
"Air terjun surga!" sebutnya setelah berpikir lama.
"...Bisakah kamu sarankan tempat yang lain selain yang berhubungan dengan air? sungguh, akhir-akhir ini kami sangat sering menghibur diri dengan air. Seperti aquarium dan pantai beberapa waktu lalu. Aku ingin mencari suasana lain selain yang berhubungan dengan air." Airin hanya ber-o ria. Tak mengapa, Namun aku ingin Kisa mendapatkan suasana baru, belajar hal baru selain hal-hal yang berbau akuatik. Dia tidak pernah mempelajari hal lain semenjak dia tinggal dirumah ini, dan jika Aiden mengetahui seberapa bodohnya anak itu...dia akan mendengus dan mengomel.
"Hm, bagaimana dengan hutan tundra?" Airin kembali memberi usulan.
"Bisa"
"Sungguh?"
Aku mengangguk,
"Okey! kalau begitu destinasi wisata kita yang berikutnya adalah hutan tundra" Tersenyum lebar. Dia segera mengeluarkan sebuah note book kecil dari ranselnya. Mengambil pena dan menulis sesuatu di atas kertas, antusias.
"Sip!, aku akan menempel ini di kamar ku dan ini, kamu tempel juga di kamarmu agar kamu tidak lupa dengan rencana kita." Airin menyodorkan selembaran kertas note book yang sudah dia tulis itu kepadaku. Aku mengambilnya dan membaca isi kertas itu. Tertulis, hutan tundra.
"Kamu tidak perlu menulisnya seperti ini, tanpa di tulispun aku akan tetap ingat." Menghela nafas.
"Tidak, semua makhluk hidup bisa mengalami yang namanya lupa bahkan tanpa mereka inginkan. Itu bukan sesuatu yang bisa dikendalikan hanya dengan kata-kata. Jadi untuk berjaga-jaga aku akan memberikanmu catatan itu." Lagi-lagi aku hanya menarik simpul tipis, menggeleng.
"Percayalah, aku tidak butuh catatan ini...aku tidak akan lupa semudah itu" Aku berusaha meyakinkannya lagi, tapi Airin menggelengkan kepalanya keras.
"Tidak! kamu akan lupa" Dia bersikukuh tegas.
"Aku tidak akan lupa, Rin. Bahkan jika aku benar-benar lupa...bukankah masih ada kamu yang akan mengingatkannya padaku? Kamu tidak mungkin lupa kan."
Airin sekali lagi menggelngkan kepalanya keras-keras.
"Tidak! Bagaimana jika aku juga lupa dan kamu pun lupa? Maka rencana kita untuk berlibur bersama akan batal." Dia masih bersikeras dengan argumennya. Lagi-lagi aku akan mengalah, percuma untuk berdebat jika dia seyakin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My fragile little horn
Fantasyrasanya baru kemarin, ketika dia masih memanggilku 'mama' dengan suara kecil nya, dan tangan kecil itu memeluk pinggang ku bahkan ketika aku berusaha untuk menolaknya. * tolong katakan padaku, orang tua mana... yang tega melihat anaknya sendiri aka...