Butiran pasir putih kasar menggesek telapak kaki tak beralas yang berjalan diatasnya. Angin sepoi-sepoi terasa hangat terpapar sinar mentari yang semakin menyengat.
Aku duduk dibawah payung biru beralaskan tikar. Memakai sunscreen untuk melindungi kulitku. Begitu pula dengan Airin yang sudah sedia dengan kacamata hitamnya.
"Yeayy!! Pantai! aku suka pantai." Kisa bersorak kegirangan.
"Wow!" Aiden yang melihat kilauan biru air laut tanpa basa-basi lansung membuka pakaian, melemparnya asal dan terjun kedalam. Ombak kecil menambah sensasi yang menyenangkan.
"Kisa jangan main terlalu jauh oke." Ucap ku ketika melihat Kisa yang juga turun mengikuti Aiden.
"Aye-aye mama!" Balasnya yang sudah basah kuyup.
Aku hanya menghela nafas dan kembali berkutat dengan buku yang kubawa. Bukan buku yang menarik, hanya sebuah novel romansa yang sedang kubaca akhir-akhir ini.
Novel itu menceritakan tentang kisah diantara seorang badut dari sirkus keliling dan seorang Nona dari keluarga terpandang. Mereka berdua saling mencintai satu sama lain, namun sayangnya sang Nona telah memiliki tunangan.
Meski begitu sang Nona tidak mencintai tunangannya, mereka dijodohkan untuk pernikahan politik. Dan sang tunangan yang mengetahui bahwa sang Nona mencintai rakyat kalangan bawah itupun lantas memotong tali pertunjukkan dan membuat sang badut terjatuh dari ketinggian bersama dengan sepeda roda satu yang digunakannya dan mengalami cedera.
Lehernya patah.
klise bukan... dan aku yakin kalian pasti sudah mengetahui akhir dari kisah ini.
"huff~"
Aku tidak mengerti kenapa orang-orang sangat menyukai kisah cinta yang berakhir tragis dan beranggapan bahwa itu adalah kisah yang manis? tapi memang, cerita dengan akhir yang bahagia lama-kelamaan juga terasa membosankan.
Lantas, akhir seperti apa yang seharusnya kita dapatkan...
Crack_
Suara ranting kayu patah terinjak. Aku melirik dari ujung mata, enggan untuk menoleh.
"Kamu... Evelyn?" Pria itu bertanya ragu. Kali ini barulah aku benar-benar memutar kepala menoleh melihatnya.
Siapa? suara itu terdengar tidak asing.
"Jangan bilang bahwa kamu sudah lupa dengan teman kecil mu ini" Dia menyindir halus. Aku kembali memperhatikannya lamat-lamat, dari ujung kaki hingga kepala.
"Zesa?" Sebut ku setengah ragu.
"Eyy! Nona muda kita sudah kembali rupanya HeHe" Dia mengacak-acak rambutku, tersenyum lebar hingga tampak gigi grahamnya. Lalu mengambil tempat tepat di sebelahku.
"Ya begitulah..."
"Jadi bagaimana rasanya tinggal di ibu kota? pasti seru banget lah ya!" Ujarnya antusias.
"Biasa saja, tidak semenarik yang kamu bayangkan"
"Begitu... lalu kenapa kamu kembali?" Tanya nya lagi.
"Aku sedang membawa mereka berlibur, lagian ini adalah tempat yang bagus... kupikir mereka akan menyukainya" Jawabku berterus terang.
"Dan kamu, apa kabar? lama tidak bertemu" Ucapku berbasa-basi. Canggung.
"Seperti yang kau lihat, aku baik. Sebenarnya, aku hanya sedang berjalan-jalan mencari angin dan terkejut ketika melihat teman lama yang sudah lama tidak bersua berjemur di atas pasir. Bahkan aku sempat ragu jika aku salah melihat orang" Zesa tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My fragile little horn
Fantasyrasanya baru kemarin, ketika dia masih memanggilku 'mama' dengan suara kecil nya, dan tangan kecil itu memeluk pinggang ku bahkan ketika aku berusaha untuk menolaknya. * tolong katakan padaku, orang tua mana... yang tega melihat anaknya sendiri aka...