Retak

30 2 0
                                    

Entah mengapa, setiap tragedi selalu dimulai pada malam hari. Kenapa harus malam? ada apa dengan malam? oh malam... dingin mu yang menyengat hingga ketulang, cahaya yang kau telan, apakah kamu juga menelan kebahagiaan manusia?. Namun kurasa tak begitu, kau hanya jahat pada sebagian orang yang kau benci, atau kau hanya senang bermain. Sebegitu bosankah dirimu... 

Lampu itu menyorot lurus, menyilaukan mata, terasa hangat. Dan bagai tempo musik klasik yang mendebarkan, klakson mobil menggema memekakkan pendengaran, jantung bagai berhenti berdetak, tak sempat merespon, tak sempat menoleh, bahkan suara ini tak keluar ketika kau membuka mulutmu lebar... sepersekian detik, waktu bagai berhenti. dan sepersekian detik berikutnya pula...Emu berdarah. 

"KYAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!_" 

𓄃 𓄃 𓄃

Aku berlari di sepanjang koridor. Dengan nafas yang terengah-engah, aku mencari keberadaan Kisa. 

Tak butuh waktu lama untuk menemukannya. Disana dia, anak itu duduk di depan ruang ICU dengan wajah yang tertetuk kebawah. Lampu merah yang menyala menandakan bahwa operasi sedang berlansung didalam sana. Rambutnya kusut, pakaiannya kotor bermandikan tanah dan debu. Dengan langkah pelan dan tanpa dia sadari, aku menghampirinya. 

"Kisa..." panggilku lembut, mengusap rambut hitam pekat miliknya. Dia mendongak, menatap ku dengan mata yang berkaca-kaca. Air mata yang penuh siap tumpah dari pelupuk. 

"Hiks, Mama... Hiks, uhnk" Kisa tersedu.

"Sudah, sudah... tidak apa, temanmu akan baik-baik saja." Ucapku sembari mendekap erat tubuhnya, menenangkan. Ironi, berkata seperti itu meski aku sendiri tidak bisa menjamin kata-kataku. Tapi itu bukanlah masalah, yang terpenting adalah bahwa aku tidak ingin Kisa menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini. 

"A-aku tidak se-sengaja hiks, a-aku ti-t-tidak ber-maksud u-untuk m-me-mendorong Emu...hiks uhnkj, Mama hiks a-aku tidak sengaja hiks hiks Hu.." 

"Cup cup, mama tau, kamu tidak sengaja. Itu bukanlah salahmu, Kisa tidak bersalah.... Emu akan baik-baik saja." Menepuk pelan punggungnya. Tentu saja, kata yang berulang ini tidak akan membuatnya berhenti menangis. 

Meski begitu, aku pun tak kalah terkejutnya ketika Este menelepon dan mengatakan bahwa Kisa terjebak didalam sebuah accident. Kukira itu sungguhan, maksudku, benar-benar Kisa lah yang menjadi korbannya. Namun aku menarik nafas lega ketika mengetahui bahwa itu bukanlah dia, tetapi seorang temannya yang bernama Emu. Syukur tuhan...

"Mama...Emu hiks, t-tidak a-akan hiks, mati k-kan?" Tanya-nya dengan mata yang memerah basah. Aku menatap kedalam kedua bola mata kecil itu, sungguh polos, sungguh manis. Hal-hal yang manis memang banyak yang menyukai, namun juga yang paling rentan untuk digerogoti. 

"Mama?" Dia menanti jawabanku. Bukankah dia sudah tahu apa yang akan terjadi dan kemungkinan terbesar yang ada disana. Kenapa kamu masih menanyakan pertanyaan dengan jawaban yang sudah bisa kamu tebak sendiri? jika seperti ini, semakin jelas bahwa kamu tidak ingin mengakuinya. Namun berusaha menghindar juga tidak ada gunanya. Hal yang akan terjadi itu sudah jauh diluar kendali makhluk fana, seperti aku atau kamu. Menyerahlah, dan terima.

Bukhh!!

Kisa yang sedang berada dipelukanku, secara tiba-tiba tarik paksa dan didorong hingga jatuh terduduk. Siapa?

"GARA-GARA KAMU! INI SEMUA SALAHMU! JIKA SAJA KAMU TIDAK MENDORONGNYA, EMU TIDAK AKAN MENJADI SEPERTI INI!" Anak itu berteriak dengan dada yang naik turun. Suaranya yang keras menggema di sepanjang lorong rumah sakit. 

Kisa yang memang sedang dalam keadaan yang tidak stabil seketika itu pula mulai kembali menangis, namun kali ini lebih keras dan nyaring. 

Anak itu datang menghampirinya yang terduduk dilantai, sejauh ini masih kuperhatikan. Namun ketika dia mulai menjambak dan bahkan mencekik leher dari tanduk kecilku. Seketika itu pula rahangku mengeras. Terlalu!

Tanganku seakan bergerak sendiri, mungkin reflek. Aku menariknya menjauh dari tubuh kecil yang bergetar, mendorongnya kebelakang. 

"Apa yang kamu lakukan?! Terlampau batas!" Wajahku memerah karena geram. Menyakiti fisik itu sudah sangat keterlaluan. 

Meski begitu, tak tampak sedikit pun raut takut atau bersalah di wajahnya. Dia justru mengeram menantang, menggertakkan gigi-giginya. Kilat matanya menyiratkan kebencian. 

"Nona muda! apa yang sedang anda lakukan duduk di sana." 

Ditengah kekacauan, seorang wanita setengah baya berseru, menghampiri dengan cepat dan menarik tegak anak itu. 

"Nona baik-baik saja? apakah Nona terluka? tolong beritahu saya jika Nona merasa sakit." selidik wanita itu, khawatir.  

Namun anak itu hanya diam, tak menjawab. Aku bisa merasakan emosi yang meluap darinya. 

"Ma-af Ma-af Hiks..."

"Aku, benci Kamu!" 

𓄃 𓄃 𓄃 

Waktu berlalu bagai air yang mengalir di sungai. Aku menghembuskan nafas berat. Hubungan yang retak, bagaikan kaca yang dibanting. 

Sudah dua tahun berlalu sejak kecelakaan yang tak di sengaja itu. Aku tau apa yang kalian pikirkan, tenang saja... anak 'itu' masih hidup. Kejadian dua tahun lalu tidak sampai merenggut hidupnya, hanya saja... sedikit cacat. 

Dia kehilangan kedua kakinya, dan harus menjalani seumur hidupnya dengan duduk di kursi roda. Ya, tapikan masih hidup. Gapapa lah ya~ 

Meski begitu bahkan hingga sekarang Kisa terus saja menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi pada saat itu. Sudah kubilang itu bukan salahnya! tapi dia bahkan tidak mendengarkanku. Anak itu benar-benar berubah drastis. Aku berpikir, apakah mungkin itu karena dia yang sedang mengalami masa puber ya? merawat anak itu benar-benar bagai ujian kesabaran. 

Tapi tragedi itu bukanlah hal yang seberapa, mereka memintanya kembali. Dan yep! mereka mulai semakin ketat mengawasiku. Mencurigaiku sebagai pengkhianat. 

Itu terjadi dua tahun yang lalu. Tepat disaat Kisa sedang benar-benar terpuruk karena kecelakaan itu, Ramy mengirimiku sebuah surat. Itu bukanlah surat undangan pesta ulang tahun atau surat yang mengatakan bahwa kamu tiba-tiba memenangkan tiket liburan keluar negri. Kesimpulannya, bukan kabar yang membahagiakan. 

Itu adalah surat resmi dari para tetinggi yang mengatakan bahwa jasa asuhku sudah tidak diperlukan, jadi segeralah untuk mengembalikannya ke penangkaran dalam kurun waktu kurang dari satu bulan. Tapi aku sama sekali tidak memberikan tanggapan untuk sesaat. 

Dari pada memberikan tanggapan, kepala ku dipenuhi oleh pertanyaan, 'Bagaimana caraku untuk menyelamatkannya? bagaimana caraku menyembunyikannya?' 

Aku bukanlah orang awam yang tidak mengerti dengan kondisi dan kenyataan sebenarnya yang ada di sana. Justru aku orang yang paling tahu tentang itu. Aku sudah melihatnya dengan mata kepala ku sendiri. Bahkan anjing pun masih diperlakukan lebih baik ketimbang mereka yang berakal. 

"Tidak! Kisa tidak boleh pergi." 

Mungkin spontan, kalimat itu secara mengejutkan muncul dikepalaku. Mungkin ceritanya akan berbeda jika dia tidak masuk sedalam ini, mungkin ceritanya akan berbeda jika dia tidak terpaku di depan gerbang mansionku saat itu. Mungkin aku tidak akan peduli. Tapi ceritanya sekarang berubah, terkadang sesuatu berjalan bersinggungan dengan apa yang kamu harapkan. Dan itu bukanlah hal yang bisa kamu atur seinginmu.

Ya, memang benar. Namun aku tidak akan menyebut ini sebagai pengkhianatan. Aku hanya...ingin melindungi 'keluargaku'. 

𓄃 𓄃 𓄃

Bersambung____

tolong tinggalkanlah jejak bintang (Vote) di bawah, dan berikan tanggapan kamu tentang Bab ini di kolom komentar, Terimakasih...

Satu bintang dari mu sangat berharga untuk ku. Jadi jangan lupa untuk mendukung penulis dengan memberikan vote ya~😁 hehe.

Oh iya! selamat tahun baru 2023 yaww~

*

My fragile little hornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang