Sinar matahari mulai semakin memanas. Sudah berlalu beberapa waktu sejak para siswa dan siswi di suruh berkumpul di lapangan, berbaris. sebagai bentuk dari kedisiplinan.
"Dan maka dari pada itu, penting bagi kita untuk menjaga kebersihan sekolah kita tercinta ini. Bukankah jika sekolah kita bersih, maka kegiatan belajar mengajar juga akan menjadi menyenangkan(?). Dan jika bukan kita yang menjaga, lalu siapa lagi?. maka dari itu, saya harap kan kepada semua ananda tersayang untuk membuang sampah pada tempat nya..." Nasehat kepala sekolah.
Kisa menggigit bibir. Menahan rasa sakit yang menggerogoti perutnya sejak tadi. Ingin agar acara basa-basi Nasehat ini segera berakhir dan dia bisa segera pergi ke toilet sekolah.
Sebenarnya dia sudah tidak tahan, tapi juga tidak berani untuk beranjak meninggalkan barisan nya. Alhasil, Kisa sekuat tenaga menahan diri dan menunggu meski tidak tau kapan akan berakhir.
"Kamu kenapa? muka kamu pucat..." tegur seorang anak yang berbaris di sebelah Kisa. Dia menyadari gerak-gerik kisa yang memang terlihat gelisah sedari tadi.
"Pe-rut ku sa-kit se-kali." Jawab Kisa terbata-bata menahan sakit.
"Ja-jadi aku harus gimana? atau kamu mau aku panggil kan guru?" Anak itu kebingungan sekaligus khawatir melihat kondisi Kisa.
Kisa hanya diam tak menjawab, membuat anak itu semakin panik.
"Aku panggilin bu guru ya, atau mau aku temanin ke wc?"
Kisa masih diam.
"Yaudah, aku panggilin guru dulu ya... tunggu sebentar."
Baru saja anak itu hendak beranjak untuk meminta bantuan guru, Kisa dengan cepat menahan lengan nya.
"Ja-jangan...aku tidak apa-apa" suaranya bergetar.
"kamu yakin? ah, nggak pokoknya aku panggilin guru ya. Kamu pucat banget lho"
Kisa semakin mengerat kan pegangan tangan nya, tidak membiarkan anak itu pergi memanggil guru.
"Tidak apa-apa... udah nggak sakit lagi." ucap nya berbohong.
Anak itu terdiam sejenak, wajahnya masih terlihat khawatir. Tidak percaya dengan kata-kata kisa yang mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, tapi dia juga tidak bisa memaksa.
"Yaudah deh...tapi kamu mau aku temanin ke wc?" anak itu masih berusaha menawarkan bantuan. Tapi lagi-lagi Kisa menggeleng menolak bantuannya.
Kehabisan akal, semua tawarannya di tolak oleh Kisa. Dia menoleh ke kiri dan kanan. Mencari sesuatu yang mungkin bisa membantu (?).
"Ah! ini dia." anak itu berjongkok, mengambil sesuatu di tanah.
"Tangan mu"
Kisa melihat bingung.
"Cepetan sini tangan mu."
Kisa menurut, dia mengulurkan satu tangan nya dan lansung di tarik cepat oleh anak itu. Anak itu meletakkan sebuah batu kecil dan menutup tangan kisa, mengepal.
Lagi-lagi Kisa bingung.
"Genggam kuat-kuat batu nya. Kata nenek kalau genggam batu nanti sakit perut nya hilang."
Kisa mengangguk mengerti. Semakin mengeratkan genggaman tangan nya.
"Makasih ya."
Anak itu ikut mengangguk.
"Sama-sama."
𓄃 𓄃 𓄃
'Duh bagaimana ini, aku lupa membawa pensil warna...'
KAMU SEDANG MEMBACA
My fragile little horn
Fantasyrasanya baru kemarin, ketika dia masih memanggilku 'mama' dengan suara kecil nya, dan tangan kecil itu memeluk pinggang ku bahkan ketika aku berusaha untuk menolaknya. * tolong katakan padaku, orang tua mana... yang tega melihat anaknya sendiri aka...