KRIIINGG!
KRIIINGG!
Bel pulang berbunyi nyaring. Anak-anak berseragam berhamburan keluar melewati gerbang yang terbuka.
Mengayun-ayunkan kaki sembari menunggu jemputannya datang untuk membawanya pulang ke rumah.
Kisa duduk di bawah pohon beringin besar yang ada di samping sekolahnya. di tanah terdapat banyak sekali biji-bijian yang dia tidak tahu dari mana asalnya, padahal pohon beringin sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia telah berbuah. Tapi tak mengapa, menyenangkan rasanya karena dia bisa sesekali bermain dengan biji-bijian itu, memungut dan menggosok-gosokkannya di kursi yang dia duduki. Yeah dihitung-hitung biar gak suntuk-suntuk amat.
"..."
"Hai Kisa!"
"HAAAAAAA!!!" Kisa berteriak spontan. Pasalnya Emu yang secara tiba-tiba muncul di depan wajahnya sukses mengejutkan jantungnya.
"ada apa dengan mu, kamu berteriak seolah baru melihat penampakan saja..." Ucap emu dengan wajah tak bersalah.
"Itu karena mu!" Seru Kisa dengan dada yang naik turun.
"hmm..." Emu berekspresi datar.
"By the way.. tumben kok kamu belum pulang? jemputan mu belum datang ya" Emu mengambil tempat, ikut duduk di samping Kisa.
"Ya begitulah..."
Emu mengangguk-anggukkan kepala.
"Lalu emu sendiri kenapa belum pulang?"
"Ya sama aja kayak kamu, jemputan ku juga belum datang."
Kisa ber-oh Ria.
"...Uhm-"
"Meow!"
"!"
"Meow!" Suara imut seekor kucing menarik perhatian keduanya, saling bertatap-tatapan.
Kisa membungkuk, mengulurkan tangan dan menggendong kucing liar tersebut. Mendekapnya di dada.
"Hiyaah! Bawa itu menjauh. Kotor!!" Emu memandang kucing itu dengan tatapan jijik.
Kisa mengernyit.
"Jangan berbicara seperti itu, walaupun dia hanya seekor kucing tapi tetap saja dia juga pasti memiliki perasaan... sekarang dia akan merasa sedih jika kamu mengatainya seperti itu."
Emu masih memberikan tatapan jijik.
"Ternyata benar, polos dan bodoh itu berbeda tipis. Dia itu hanya binatang tidak mungkin dia mengerti apa yang kukatakan!. Buang!!!" Emu sedikit membentak, menjauhkan diri dari Kisa.
"Meow.."
Cicitan anak kucing itu tidak merubah sedikit pun mimik wajah Emu. Kisa menghela nafas.
"Yasudah deh, kamu jaga diri yang baik ya kucing kecil..." Ucap Kisa sambil mengelus lembut surai kucing.
"Ah! kurasa aku memiliki sisa roti makan siang ku tadi, sebentar" Merogoh saku dan mengeluarkan gumpalan sapu tangan. Sampu tangan itu membalut potongan kecil roti yang sudah sedikit kacau.
"Kamu masih menyimpan makanan sisa di saku mu?" Emu bertanya keheranan. Dia tidak mengerti.
"Makanan itu berharga, jangan di sia-siakan..."
"Tapi itu makanan sisa, tidak pantas untuk di makan kembali. Jika kamu mau bukankah kamu bisa membeli roti yang baru? Itu lebih baik." Emu berujar spontan.
"haa..." Kisa tersenyum kecut, tipis.
"tanduk perak seperti mu tidak akan mengerti bagaimana rasanya ketika perut mu melilit dan pedihnya menahan lapar. bahkan jika aku ingin membeli sepotong roti, aku bahkan tidak di izinkan untuk memasuki toko, dan berakhir mencuri labu di ladang tanduk tembaga..." ucap Kisa setengah berbisik. Alis Emu semakin berkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My fragile little horn
Fantasyrasanya baru kemarin, ketika dia masih memanggilku 'mama' dengan suara kecil nya, dan tangan kecil itu memeluk pinggang ku bahkan ketika aku berusaha untuk menolaknya. * tolong katakan padaku, orang tua mana... yang tega melihat anaknya sendiri aka...