Semuanya berubah, keadaan berubah hanya dalam semalam. Para tanduk emas itu mencurigaiku sebagai pengkhianat. Tentu saja, dengan segala kejanggalan yang ada, tidak mungkin mereka akan mempercayai alasan yang kukatakan. Mereka menandaiku sebagai orang dalam masa percobaan. Segala hak dan fasilitasku hampir semuanya di cabut. Aku bahkan tidak bisa mengikuti rapat pengawas. Setiap gerakanku di pantau. Bahkan pelayan di rumah ini pun tidak bisa kupercayai, kecuali Este. Bagaikan sangkar perak, dan aku adalah burung yang terjebak.
Este adalah satu-satunya pelayan yang setia padaku. Dia mengetahui segalanya, dia memahami ku. Tentu saja, dia bagaikan sosok ibu yang selalu merawatku dengan hati-hati. Dia adalah pengikut setia para emas, namun dia lebih memilihku ketimbang para tanduk emas dan 'memalsukan' kesetiaannya.
Sedangkan Kisa, anak itu kukirim jauh keseberang benua ini. Dengan harapan agar dia bisa memulai hidup barunya disana. Aku bahkan membiayai harga untuk operasi wajahnya agar tidak ada seorangpun yang mengenali. Tentu saja itu sebelum hak ku dan harta ku yang ditahan.
Tok
Tok,
"Nona, silahkan teh anda"
Este masuk membawa secangkir teh bersama nampan.
"Kue sus?"
Tanya ku yang menyadari keberadaan makanan manis itu. Este mengangguk sopan.
"Saya membeli kue sus kesukaan Anda. Saya harap Nona bisa sedikit beristirahat dan tenang setelah memakannya."
Aku tersenyum tipis,
"Terimakasih"
"Dengan senang hati" Ucapnya dan terus pamit keluar dari ruangan.
Aku mengambil Kue itu, menggigit kecil. Lembut dan manis, bagian dalamnya seakan meleleh didalam mulut. Sensasi inilah yang membuatku amat menyukai kue sus. Sebenarnya, ketika aku kecil dahulu aku tidak terlalu menyukai makanan ini. Lalu sejak kapan aku mulai menyukainya? Entahlah... aku pun tak tau.
Aku memang tidak menyukai rasanya. Ketika Este memaksaku untuk memakannya, aku menolak dengan keras dan berlari keluar rumah. Este terus memaksaku setiap saat, dia ingin aku mencicipi kue pemberiannya. Tapi justru semakin dipaksa aku semakin menolak.
Hingga akhirnya aku menyerah, Aku mulai lelah menghindar dan memutuskan untuk mengambil satu gigitan dengan wajah merengut.
"Tidak enak, rasanya aneh!" Dahiku sengaja kubuat berkerut, walau rasanya tak seburuk itu.
Itulah kalimat yang kuucapkan. Meski begitu, hatiku sedikit membenarkan, 'manis' kata yang tidak ingin kuutarakan, Malu, Egoku terlalu besar untuk mengakui. Sangat berlawanan bukan.
Aku tidak menyukainya diawal, namun siapa sangka bahwa aku akan menyukai kue ini pada akhirnya. Terkadang, itu bukan karena kamu benci... tetapi hanya karena kamu belum mengetahui rasa manis yang ada di dalam sana. Kamu takut untuk mencobanya. Namun, bak kata pepatah "Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta." Cobalah, cicipilah, kenali dia terlebih dahulu sebelum kamu mulai menyimpulkan apakah kamu akan menyukainya atau tidak.
Ini bukan hanya karangan pendapat, tapi ini mirip seperti diriku. Aku tidak mengenalnya, itulah alasan kenapa aku menolak kehadirannya. Namun dia memaksa masuk, terus memaksa dan mendorongku hingga aku menyerah dan berakhir dengan mencicipinya. Rasa manis itu membuatku ketagihan dan tidak bisa berhenti untuk tidak memakannya. Dan pada akhirnya, aku tersadar bahwa aku telah kalah oleh tanduk kecil yang rapuh itu.
𓄃 𓄃 𓄃
"Selamat siang Nona" beberapa karyawan yang lewat menyapa.
"Siang." menjawab singkat sekilas mengangguk untuk beramah tamah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My fragile little horn
Fantasyrasanya baru kemarin, ketika dia masih memanggilku 'mama' dengan suara kecil nya, dan tangan kecil itu memeluk pinggang ku bahkan ketika aku berusaha untuk menolaknya. * tolong katakan padaku, orang tua mana... yang tega melihat anaknya sendiri aka...