🤍 Chapter 6

60 10 0
                                    

Balik lagi setelah sekian lama. Yang lupa ceritanya boleh baca ulang ya. Hehe

Bismillah. Semoga kali ini bisa nulis tanpa tersendat.

Bagi yang gak mau kena php. Balik kesini pas udah tamat aja. Masukin perpus nya dulu😂

Acuh

----A&A----

Tidak ada adegan dramatis yang terjadi. Afar tetap berdiri diposisinya. Tak beranjak, bahkan tak juga mengalihkan pandangan dari Damar dan Aira. Padahal beberapa kali mata Aira melirik keseberang jalan dengan was was, takut Afar datang lalu melabrak mereka berdua yang mengakibatkan Damar jadi tahu segalanya.

"Ayo, gue anter ke kos." Seperti biasa Damar menawari untuk mengantar Aira pulang.

Aira ingin menolak. Tapi jika ia tetap bersikeras dengan pilihannya, Damar akan curiga. Lantas mau tak mau ia berbalik mengikuti langkah Damar yang kembali memasuki area kampus menuju parkiran. Meninggalkan Afar sendirian, menatap punggung Aira dengan pandangan tak terbaca.

"Nih pake."

Helm berwarna hitam disodorkan pada Aira. Tapi gadis itu hanya bergeming. Aira mendengar suara Damar tapi tak begitu menyimak. Afar bersarang dipikirannya kini. Dia tak enak hati pada Afar. Pria itu telah sudi meluangkan waktu untuk menjemputya, tapi dirinya justru pergi dengan laki-laki lain, di depan kedua mata pria itu pula.

"Ra."

"Eh iya, Dam. Sorry."

Dengan cepat Aira mengambil helm yang disodorkan Damar dan mengenakannya. Lupakan dulu Afar. Barangkali pria itu sudah pergi.

Dalam perjalanan menuju kos lama, tubuh Aira mendadak dingin. Ia yang biasanya cukup aktif membuka obrolan jadi bungkam seribu bahasa.

Damar bukannya tidak menyadari hal itu, apalagi sudah berhari-hari Aira hilang kabar. Tapi dia memilih menyimpan segala pertanyaan dibenaknya sampai mereka tiba di kosan Aira.

Saat motor yang di kendarai Damar berhenti ditujuan, Aira tak kunjung turun. Damar melirik ke kaca spion dan menemukan wajah tegang Aira menatap sebuah mobil yang rasanya mengikuti mereka sejak tadi. Damar pikir hanya kebetulan. Tapi ketika mereka berhenti, mobil itu juga ikut berhenti.

"Ra?"

Masih belum mendapatkan jawaban. Damar mencoba bersabar.

"Ra, kita sudah sampai."

"Eh Iya."

"Lo kenapa sih?" Tanya Damar sementara Aira menanggalkan helm. Wajah tegang Aira semakin kentara sekarang. "Mobil itu ngikutin kita deh kayaknya." Tambah Damar lagi membuat Aira tak lagi berani melirik mobil Afar.

"Enggak ah Dam. Perasaan kamu aja mungkin."

Damar mengedikkan bahu tanda ia juga tak yakin. Kini atensinya kembali kepada gadis yang tengah membenahi kerudung itu.

"Lo kemana aja sih kemaren-kemaren? Dikampus gak ada. Gue telpon gak pernah di angkat. Di whatsapp pun gak di read. Gue tanya Bella, anak itu jawab gak tahu tapi wajahnya biasa-biasa aja, gak ikutan cemas kayak gue. Ada yang lo sembunyiin ya? Ada yang kalian sembunyin?"

Beragam pertanyaan itu membuat Aira langsung tersudut. Bagaimana ini? Ia bingung, untuk memberi tahu Damar atau tidak.

"Kan pasti ada yang lo sembunyiin."

"I...itu Dam. Sebenarnya Aku... Aku udah gak tinggal disini lagi." Akhirnya Aira memilih jujur. Sepertinya tidak memungkinkan lagi untuk menyimpan masalahnya yang satu ini.

"Terus kenapa lo bawa gue kesini? Sekarang lo tinggal dimana? Kenapa juga lo harus tutup tutupin ini dari gue?" Lagi, Aira diserbu dengan berbagai pertanyaan.

"Please jangan buat gue kwatir Ra."

Melihat wajah frustasi Damar membuat Aira mau tak mau membuka cerita. Dimulai dari dirinya yang diusir dari kos dan sekarang tinggal di rumah sewa Bella. Ia menceritakan segalanya. Minus pernikahan nya dengan Affar. Sepertinya Aira harus mempertimbangkan hal itu terlebih dahulu.

"Lo kebiasaan sih. Takut banget ngeroptin gue."

"Sorry ya Dam udah bikin kamu kwatir."

"Lain kali jangan gitu lah," protes Damar dengan wajah ditekuk. "Lain kali kalau ada apa-apa tu tu bilang. Kita kan sahabat, Ra. Gue akan coba selalu ada buat lo."

Hati Aira tersentuh. Sungguh beruntung dirinya mempunyai sahabar seperti Damar dan juga Bella.

"Makasih ya Dam. Yaudah kamu balik aja."

"Loh. Katanya gak tinggal disini lagi."

"Eh itu, a... aku mau ketemu Intan dulu."

Mata Damar memicing. Ia sempat curiga, tapi akhirnya memilih pergi. Dirinya juga harus kembali ke kampus.

Setelah melihat Aira memasuki pagar berwarna coklat itu, Damar kembali tancap gas meninggalkan Aira yang kembali berbalik ketempat semula.

Aira memastikan Damar benar-benar pergi sebelum mendekat kearah mobil Afar.

"Kak." Aira mengetuk jendela mobil. Dari tempatnya berdiri ia masih bisa melihat wajah Afar yang menatap lurus kedepan dengan kaca mata hitam bertengger di hidungnya. Jantung Aira kembali beraksi tak normal. Kak Afar ganteng banget.

Perlahan kaca mobil diturunkan. Kini Aira bisa melihat wajah Afar dengan jelas. Seulas senyum terbaik Aira berikan untuk sang suami.

"Cowok lo?"

Mata Aira membulat, tak menyangka pertanyaan itu yang akan keluar dari mulut Afar.

"Enggak kak. Enggak kok. Dia Damar sahabat aku. Kita cuma sahabat kok, gak lebih."

"Lebih juga gak papa." Balas Afar santai, membuat Aira menatap sedih kearah Afar. Apa yang Aira harapkan. Afar cemburu? Ah tidak akan pernah sepertinya.

"Kak Afar kenapa ngikutin Aku sampai kesini?" Untuk menghilangkan perasaan sedihnya Aira mengajukan pertanyaan lain.

"Gue check lo gak ada lagi di kamar. Gue pikir lo kabur. Sebenarnya gue sih gak masalah. Tapi kalau sampai nyokap tahu, bisa habis gue."

"Kak Afar takut banget ya sama Mama."

Mata Afar mendelik tajam kearah Aira. Yang ditatap langsung mengatupkan mulut rapat-rapat.

"Udah gak usah banyak tanya. Masuk lo."

Dengan wajah ditekuk Aira memutari mobil Afar dan duduk disamping pria itu. Ia memasang sabuk pengaman dengan lesu. Mobil mulai melaju di iringi helaan nafas Aira. Hilang sudah niatnya untuk memberi tahu Afar kalau skripsinya sudah di acc dosen pembibing. Sepertinya pria di sampingnya ini benar-benar tak tertarik padanya.

To be continued.

Bukan Cinta Yang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang