🤍 Chapter 11

56 12 0
                                    

Masih Sedingin Es.

---A&A----

Resepsi pernikahan Aira dan Afar sudah dua hari berlalu. Namun Bella tak langsung kembali ke Bandung. Dia masih tinggal di Jakarta untuk lima hari ke depan dan dua hari ini dirinya selalu berkunjung kerumah Aira. Tentu saja Bella akan datang saat Afar pergi kerja. Jadi hampir seharian dia menemani Aira yang masih pengangguran itu.

Mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol, menonton TV atau memasak bersama. Dari sana akhirnya Bella tahu alasan Aira bisa menikah dengan Afar dan kenapa wanita itu memilih tak memberi tahunya dan Damar. Sedikit banyak Bella mengerti. Bahkan sekarang gadis itu iri setengah mati pada Aira setelah tahu betapa beruntungnya sang sahabat bisa menikah dengan pria yang dicintainya, cinta pertama pula. Bella jadi sangat ingin tahu amalan apa yang sudah Aira lakukan sehingga Allah menjodohkan wanita itu dengan pria yang dia cintai. Aira hanya tertawa pahit mendengar kehisterisan Bella. Andai sahabatnya itu tahu bagaimana pernikahannya dengan Afar yang sesungguhnya.

Aira memang tidak menceritakan masalah yang satu itu pada Bella. Bagaimanapun juga dia tidak ingin mengumbar aib rumah tangganya sekalipun kepada sahabat karibnya sendiri. Biarlah penderitaan itu ia tanggung seorang diri. Aira tak ingin membuat Bella repot-repot memikirkan kehidupannya disaat gadis itu tengah sibuk dengan tugas akhir yang belum juga selesai.

Hari ini Aira dan Bella memasak sup ayam dan pregedel kentang. Tadi pagi mereka sudah ke pasar. Membeli bahan masakan sekaligus cuci mata dan kulineran. Aira yang mentraktir Bella. Sisa uang yang diberi Afar dari bulan-bulan kemarin, yang terisa lumayan banyak karena Aira sangat hemat menggunakannya, ia habiskan demi menyenangkan hati sang sahabat. Kapan lagi dia bisa berbuat seperti itu. Bella sudah sangat sering mentraktirnya makan atau memberinya pimjaman uang. Sekarang gilirannya.

Aroma sup ayam yang tengah di masak Bella berpadu dengan pregedel kentang buatan Aira. Meski keduanya sudah mengisi perut dengan jajanan-jajanan pasar, mencium aroma masakan sendiri membuat rasa lapar itu kembali datang.

Setelah dirasa matang Aira membagi sop ayam kedalam dua mangkok. Satu untuknya dan Bella, satu lagi untuk Afar. Meski pria itu tak pernah menuntut Aira untuk memasak, sebenarnya lebih ke tidak peduli, Afar tetap mau memakan masakan Aira.

"Kayaknya gue harus cepat deh. Udah mau sore. Bentar lagi paling laki lo pulang."

"Gak papa kok Bel. Kak Afar gak akan masalah kok kalau aku bawa teman." Aira meletakan nasi yang sudah ia sendok dari rice cooker kemudian ikut duduk dihadapan Bella.

"Tetap aja. Segan gue ganggu pengantin baru."

"Apaan sih." Bella cekikikan seraya menyendokan nasi kedalam piringnya. Ditatapnya Aira yang merengut. Bella berpikir ekspresi itu menggambarkan perasaan Aira yang tengah malu-malu. Padahal kenyataannya Aira sedang mengasihani diri sendiri. Ia dan Afar hanya pengantin di atas kertas. Sejatinya mereka tetap dua orang asing yang terpaksa tinggal di dalam satu rumah.

"Jangan nunda-nunda ya Ra."

"Nunda apa?"

Bella membuat gerakan didepan perutnya. Aira langsung paham.

"Enggak kok Bel." Masih jauh kami dari kata itu, Bel. Sambung Aira dalam hati. Bahkan Aira tak yakin apakah pernikahan ini bisa bertahan atau tidak. Entah ia atau Afar yang akan mundur.

"Pokoknya gue doain yang terbaik buat lo. Gak sabar gue dapat ponakan."

"Aamiin." Mesti tak yakin, Aira tetap mengamininya sepenuh hati.

---A&A----

Malam ini Afar pulang larut. Biasanya juga begitu, tapi malam ini jauh lebih lama dari sebelumnya. Walau demikian Aira tetap setia menunggu sang suami.

Segelas kopi tersaji diatas meja. Sengaja Aira seduh untuk menghilangkan kantuk yang semakin kuat menyerang. Tampaknya segelas kopi tak cukup. Aira tidak tahan lagi dan hampir saja tertidur diruang tamu sebelum pada akhirnya mendengar suara pagar didorong kemudian tak lama terdengar deru mesin mobil memasuki perkarangan rumah. Aira lekas beranjak dan membukakan pintu. Tepat saat itu Afar keluar dari dalam mobil dengan penampilan yang sudah tak rapi lagi. Kemeja hitam yang lengannya di gulung sampai siku sudah terlihat kusut. Wajah Afar tak jauh beda, berminyak dan tampak lelah.

Aira menyunggingkan senyuman saat Afar kian dekat. Wajah lelah pria itu kini bertambah kusut saat menemukan Aira di depan pintu rumah.

"Lo kenapa masih nungguin gue sih. Kan udah gue bilang gak perlu." Afar mengomel seraya melawati Aira yang sudah memberi akses untuknya masuk.

"Udah berapa kali juga gue bilang sama lo untuk gak bersikap layaknya seorang istri. Gue capek ya selalu bilang hal yang sama."

"Gak bisa gitu kak." Aira mengekori Afar yang berjalan kedapur setelah dirinya mengunci pintu.

"Kalau emang begitu, kenapa kak Afar tetap kasih Aku nafkah?"

Protes Aira lagi yang tak membiarkan Afar tenang meneguk air minumnya. Pria itu melirik jengah setelah meletakan gelas diatas meja.

"Itu beda."

"Kenapa beda? Kasih nafkah kan tanggung jawab suami. Kalau Kakak boleh ngejalani tanggung jawab sebagai suami, kenapa Aku enggak boleh ngejalani tanggung jawab sebagai seorang istri?"

Badan Afar yang lelah bertambah lelah mendengar rentetan kalimat Aira. Entah kenapa wanita itu jadi banyak  tanya. Padahal permintaan Afar serdehana sekali. Tak perlu menunggunya pulang kantor. Tak perlu melakukan apapun untuknya.

"Gue ngasih lo uang belanja juga untuk keperluan rumah ini. Lagian papa mama akan marah besar kalau tahu gue gak kasih lo uang. Jadi gak usah terlalu membesar-besarkan. Udah lah gue capek."

Afar berbalik hendak meninggalkan Aira.

"Ta..tapi Aku tetap mau nungguin Kakak pulang kerja."

"Terserah." Balas Afar acuh lalu menghilang dibalik dinding dapur. Aira belum menyerah. Ia kembali mengejar langkah Afar hingga ke depan pintu kamar pria itu. Afar yang hendak mendorong pintu menoleh kebelakang dan memberikan tatapan peringatan.

"Apalagi?" Seharusnya dari suara tak bersahabat itu Aira tahu bahwa sang suami tidak mau lagi di ganggu. Tapi dia tetap maju dan menyunggingkan senyuman tipis.

"Kakak mau makan? Tadi Aku sama Bella masak sup ayam sama pergedel kentang."

"Enggak dulu. Gue udah makan tadi."

Ceklek

Blam

Pintu dibuka, Afar masuk dan pintu itu kembali tertutup. Seketika sesak menyelimuti hati Aira yang mulanya semangat. Dia sudah mengumpulkan segenap keberanian untuk mengusik Afar. Tapi meski tahu bahwa reaksi pria itu akan seperti ini, Aira tetap saja kecewa. Dia sedih saat Afar lagi-lagi memberi pengabaian.

Allah, bagaimana caranya meluluhkan hati pria itu? Tak usah muluk meminta cinta. Aira hanya butuh perlakuan baik dan dianggap ada.

To be continued...

Bukan Cinta Yang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang