Warisan
---A&A---
Dua pekan telah berlalu. Usai acara empat belas harian, sanak saudara mulai pergi satu persatu meninggalkan kediaman Dalmatian. Kini yang tersisa hanya sepi. Kesepian yang terasa begitu menyiksa. Agaknya Afar tidak akan sanggup tinggal lebih lama di rumah ini. Setiap jengkal bagian rumah memberikan begitu banyak kenangan. Dia tumbuh dan besar di sini. Menghabiskan hari-harinya bersama kedua orang tuannya di sini.
"Gimana ya rumah ini, Om?"
Setelah keluarga Afar dari luar kota kembali ke rumah mereka masing-masing dan juga para sahabat Afar yang tadi ikut tahlilan baru saja pulang, kini tinggal Afar, Aira, serta Om Den dan sang anak bungsu.
Keempatnya duduk di ruang keluarga yang letaknya berhadapan dengan kolam renang. Aira duduk di samping Afar, lesehan di lantai. Di bagian lain ada Jovan, dan om Den sendiri duduk di sofa single yang menghadap ketiganya.
"Kamu sama Aira tinggal disini aja."
"Gak bisa, Om. Aku gak bisa. Terlalu menyakitkan buat Aku untuk tetap tinggal di rumah yang punya banyak kenangan sama mama papa." Afar langsung menolak.
Bahkan sejak ia menginjakan kaki di rumah ini, sejak hari pemakaman kedua orang tuanya, Afar tidak pernah mau bermalam. Ia memilih pulang kerumahnya sendiri setiap malam lalu kembali ke esokan harinya untuk mengurus tahlilan.
"Lalu bagaimana? Orang tuamu gak punya ahli waris lain selain kamu, Far. Kamu yang harus mewarisi kekayaan mereka. Termasuk rumah ini."
Memang benar bahwa Satrio dan Ninggrum hanya memiliki satu orang putra. Maka tentu saja semua harta benda mereka akan di warisi kepada Afar.
Sekarang Afar bingung bagaimana mengelola semua ini. Ia tidak cakap dalam berbisnis. Dunianya ada pada arsitektur. Siapa yang akan menjalankan usaha keluarga yang sudah di bangun sang papa sejak dulu?
"Kalau om yang nempati rumah ini bagaimana?" kembali ke masalah rumah.
Lama Om Den terdiam, seperti menimbang-nimbang, tapi akhirnya sebuah gelengan yang ia berikan sebagai jawaban. Afar berdecak malas ke arah Om nya itu.
"Ayolah, Om. Om bisa tinggal disini sama Jovan."
"No thanks, Bro. Gue lebih betah tinggal di apart. Gak capek kalau mau jalan ke kamar." Protes pria berambut gondrong yang terlihat seperti sang papa.
Jovan mewarisi gen Om Den sekali. Selain penampilan, bakat sang papa juga menurun padanya. Pria itu kini sedang menempuh pendidikan di bangku kuliah, mengambil jurusan seni rupa dan sudah berada di semester akhir. Selain disibukan dengan tugas akhir, yang menurut Jovan amatlah ribet, apalagi dosen pembimbingnya yang sulit ditemui, ia juga sering mengikuti event atau perlombaan melukis. Katanya supaya tidak terlalu stress dengan skripsi.
Jovan itu anaknya simple. Sat set sat set adalah moto hidupnya. Jadi untuk tinggal dirumah sebesar ini akan amat ribet. Apalagi jarak rumah paman dan bibinya begitu jauh dari kampus.
"Mending lo jual aja, Bang."
Itu ide yang sangat buruk. Tidak mungkin Afar tega menjual rumah masa kecilnya.
"Gini aja," Om Den yang semula bersandar ke punggung sofa menegakkan tubuhnya lalu menatap Afar dengan serius, "bagaima kalau mertua mu yang nempati rumah ini?"
Mertuanya? Maksudnya orang tua Aira?
Afar menoleh pada sang istri dan menatapnya seolah meminta pendapat? Itu ide yang cukup bagus.
Aira yang ditatap mengangkat bahu tanda tidak tahu. Tetapi rasanya tidak mungkin keluarganya tinggal disini.
"Gak mungkinlah kak orang tua ku tinggal disini."
![](https://img.wattpad.com/cover/267758096-288-k636921.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta Yang Sederhana
Romansa5th story Maira Rubbyka Agni sudah mencintai Zafar dalam diam sejak lama.Tak mengapa bila pria itu tidak pernah meliriknya.Tak mengapa bila mereka tidak pernah ada dalam satu obrolan yang sama. Karena mencintai pria itu sendirian sudah cukup mewarna...