🤍 Chapter 8

54 11 0
                                    

Selamat Tinggal Bandung

---A&A---

Pengembaraan Aira di kota kembang disudahi dengan kepiluan. Tiada yang menghantarkannya pergi. Setelah meninggalkan Aira seorang diri, Bella tak juga mau menemuinya. Berulang kali Aira mengetuk pintu, sebanyak itu pula keheningan yang ia dapatkan. Dan pada akhirnya, Aira meninggalkan rumah Bella tanpa sebuah pamit yang layak.

Ia menapaki teras rumah sang sahabat dengan gamang. Sesekali menoleh kebelakang berharap sahabatnya itu menyusul. Tapi tidak. Sampai tubuh Aira masuk ke dalam mobil Afar Bella tak kunjung keluar.

Kini, Aira sudah meninggalkan Bandung bersama sang suami. Membawa segala kesedihan dan penyesalan itu bersamanya.

Di dalam mobil yang empat bulan lalu Aira naiki, suasana hening tetap bertahan sampai mereka tiba di Jakarta. Aira sama sekali tidak berminat membuka obrolan. Bahkan sedari tadi ia sudah mati matian menahan tangis. Pun Afar tidak berminat bertanya. Jangankan menanyakan apa yang tengah terjadi pada Aira yang membuat gadis itu murung sejak tadi, menanyakan kabarnya saja pun tidak. Aira sedang tidak berharap apa-apa pada Afar kali ini. Dia lelah dan hanya segera ingin beristirahat.

"Turun."

"Iya Kak?" Sangking larutnya dalam lamunan, Aira jadi tak menyimak betul apa yang Afar katakan.

"Gue lapar." Ujar pria itu seraya membuka seatbelt.

Aira menyapukan pandangan keluar mobil, dan ternyata sekarang mereka sedang berada di parkiran sebuah restauran.

"Kak Afar makan aja. Aku tunggu di mobil ya. Aku gak lapar kak."

Setelah mengatakan itu, Aira mendapat tatapan tajam dari Afar. Pria itu memajukan badan sehingga menojokan Aira ke pintu mobil dibelakangnya. Aira menggigit bibirnya gugup.

Hembusan nafas Afar terasa membelai wajah Aira. "Gue gak peduli lo ada masalah apa. Yang jelas gue gak mau lo tunjukin kesedihan lo itu dihadapan gue. Paham?"

Dengan takut-takut Aira menganggukan kepala.

Untuk beberapa saat Afar belum juga menjauh darinya. Kedua tangan pria itu masih mengukung badannya yang sudah menegang sedari tadi sejak dia mendekat. Tatapan Afar sudah tidak tajam. Tapi kedua mata itu masih menatap Aira dengan lamat. Aira bahkan tak berani mengedipkan mata.

"Kak Afar." Cicit Aira pelan lantaran tak tahan.

Pria itu akhirnya mengerjap, tapi belum juga menjauh.

"Ka..katanya mau makan. Ayo," tambah Aira lagi yang akhirnya membuat Afar tersadar lantas segera menjauh.

Afar berdeham beberapa kali. Lalu tanpa mengatakan apa-apa dia keluar dari mobil meninggalkan Aira yang saat ini tengah mengatur detak jantungnya. Sebuah senyum tipis terukir dibibir Aira. Kesedihan yang tadi melanda seketika berganti dengan perasaan hangat.

Dengan senyum tertahan Aira ikut turun dari mobil dan pergi menyusul sang suami yang sudah masuk terlebih dahulu kedalam bangunan penuh kerlip lampu itu.

***

Langit sudah gelap ketika mereka sampai di sebuah komplek perumahan. Mobil yang membawa mereka behenti tepat di satu satunya rumah yang lampunya masih belum menyala.

"Dorong pagarnya."

Aira manut. Meski agak kesal lantara Afar tidak pernah menggunakan kata tolong saat memberi perintah.

Dengan sedikit tenaga Aira mendorong pagar setinggi badannya itu. Setelahnya dia menyingkir dan membiarkan mobil Afar masuk. Sementara sang suami belum turun Aira mengamati rumah mungil dihadapannya. Untuk ukuran seorang juragan beras yang luar biasa sukses rumah ini terlalu kecil bagi keluarga Afar. Rasanya tidak mungkin bahwa Pak Satrio dan Buk Ninggrum yang berpakain modis, yang datang kerumahnya dengan mobil mewah tempo lalu, tinggal di rumah sesederhana ini.

Bukan Cinta Yang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang