Dua malam yang lalu, hidup Zaidan masihlah tenang dan berjalan seperti biasanya. Tapi, setelah tanpa sengaja bertemu Flora malam kemarin di restoran tempat para keluarganya berkumpul, semuanya mendadak kacau. Dua malam adalah waktu yang teramat singkat untuk mengubah semuanya. Hanya dalam dua malam, ia sudah berhasil dibuat mendatangi kediaman Flora. Yang tak perlu dijelaskan untuk apa, karena semua pasti sudah tahu.
Benar. Melamar Flora!
Melamar Flora! Iya, melamar Flora!
Demi apa pun, Zaidan tak pernah berpikir kalau akan seperti ini kejadiannya. Zaidan dan Flora bukan sepasang kekasih. Mereka hanyalah dua orang yang kebetulan pernah bersekolah di tempat yang sama. Tak begitu akrab, kecuali sering bertengkar dan cekcok adu mulut. Dan kini, Zaidan disuruh melamar Flora. Menikahi wanita itu! Yang benar saja?
Uh. Rasanya Zaidan ingin berteriak kalau ini gila dan hal terkonyol yang pernah ia lakukan seumur hidup. Melamar wanita yang bukan kekasih, juga bukan orang yang dicintainya. Akan jadi apa kelak rumah tangga mereka?
Flora cantik, Zaidan akui itu. Tapi dirinya tak mencari istri yang cantik. Sebab, kecantikan fisik hanyalah bonus semata. Lagi pula, cantik fisik tak akan abadi juga bisa memudar dan luntur seiring bertambahnya usia.
Zaidan menginginkan wanita yang mampu membuatnya merasa nyaman. Istri adalah tempatnya pulang, membagi suka dan duka. Begitulah pikirnya. Sedangkan Flora, yang ada bukan ketenangan yang dirinya dapat jika mereka menikah, tapi tekanan batin.
Oh ya ampun, Zaidan bukannya mau berburuk sangka terhadap Flora. Ia hanya mengingat bagaimana keras kepalanya wanita itu. Ia tak yakin bisa mengatasi Flora nantinya.
Lumayan lama Zaidan termenung sembari menyantap makanan di piringnya dengan gerakan lamban. Tatapannya tertuju pada papanya Flora yang entah berbicara apa, Zaidan tak begitu memperhatikan hingga membuat sang mama menyenggol lututnya dengan mata melotot.
"Jadi, kamu beneran serius sama anak Om 'kan?"
Pertanyaan bernada serius itu dilontarkan oleh papanya Flora dan ditujukan untuknya. Zaidan tahu ia harus segera menjawab dan tidak seharusnya membuat mereka semua menunggu. Sebelum membuka mulut untuk bersuara, lelaki itu terlebih dahulu menatap Flora yang terlihat menegang di tempatnya. Wanita itu sempat meraih sendok yang berisi nasi dan berniat menyuapkannya ke mulut, tapi gagal karena mendengar pertanyaan sang papa.
Berdeham, Zaidan menegakkan kepalanya menatap lurus papanya Flora. Kemudian ia menganggukkan kepala seraya berujar, "iya, Om."
Ini semua demi orang tuanya. Zaidan harus bertanggung jawab menikahi Flora karena ketahuan telah berciuman dengan wanita itu. Ya, hanya gara-gara ciuman bibir, bukannya Flora hamil duluan. Tapi, orang tuanya sudah terlanjur khawatir. Mereka khawatir dirinya akan terjerat pergaulan seks bebas. Untuk menghilangkan kekhawatiran itu, terpaksa Zaidan menyetujui keputusan untuk menikahi Flora. Keputusan yang diambilnya beberapa jam sebelum makan malam.
Usai pulang dari kantor, Zaidan memasuki kediamannya dengan tampang nelangsa. Lelaki itu selalu terpikir ucapan mamanya yang mengatakan kalau dirinya diminta melamar Flora gara-gara ciuman mereka.
"Abang kenapa?" tanya Vanya, adik bungsu Zaidan ketika melihat kakak sulungnya itu menghempaskan diri ke sofa sebelahnya dengan kasar sambil memijit pangkal hidung. Terlihat seperti orang yang sedang stres berat.
"Abang pusing." Zaidan menjawab sembari menyenderkan kepalanya di bahu Vanya. Adik bungsunya itu tak keberatan karena mungkin kasihan melihat wajah kusutnya.
"Abang sih. Pakai ketahuan ciuman sama Kak Flora segala. Jadinya malah disuruh buru-buru ngelamar 'kan? Kalo Abang nikah, nanti siapa yang nemenin Vanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Wife
RomanceIni cerita tentang Zaidan Willy Nugraha. Putra pertama pasangan Shanum-Andra (alm) dan Akbar (Unpredictable Wedding) *** Dulunya, Zaidan dan Flora merupakan teman sekelas yang tak pernah akur. Mereka sering bertengkar lantaran kesalahpahaman yang te...