19 November 2021
•••
Tyo tak menyangka, pernikahannya akan dijalankan dalam waktu dekat. Lebih tepatnya bulan depan. Dan sesuai keinginan Keysa, ia tak ingin pesta pernikahan meriah, justru yang outdoor dan sedikit tamu. Tyo merasa Keysa tipe wanita yang sederhana, meski faktanya Keysa ogah jika orang terlalu banyak, akan ada suara-suara tak mengenakan telinga mengetahui siapa calon suaminya. Hanya orang terdekat yang Keysa sayangi dan menyayangi Keysa, jadi ia merasa aman dari gunjingan apa pun, terutama suara menerka apakah Keysa hamil di luar nikah hingga memutuskan demikian, biar orang lain menilai bagaimana dirinya.
Baik Tyo dan Keysa, mereka melakukan rutinitas seperti biasa, meski kadang diselingi pertemuan untuk mengurus pernikahan mereka tetapi tak ada yang terlalu berkesan. Kehidupan keduanya terasa agak kaku, tetapi Tyo positive thinking saja ini hanya permulaan, setelah menikah nantilah PDKT sebenarnya, mereka sudah halal dan boleh lebih dekat.
Di saat-saat sibuk itu pula, Tyo kadang mencuri-curi waktu untuk bekerja apa yang ia bisa. Ini upaya menambah harta benda yang akan menjadi mahar untuk Keysa dan juga membantu pendanaan pernikahan mereka. Meski Pak Gunawan tak membebankan perihal tersebut pada keluarganya, tetaplah dia adalah pihak pria, orang yang bertanggung jawab karena telah mengambil seorang putri dari keluarga Pak Gunawan. Keysa, adalah tanggung jawabnya saat itu juga.
Saat Tyo bersiap-siap akan jadi juru parkir diajak temannya yang tukang parkir depan pasar, suara sang ibu memanggilnya.
"Yo!" Tyo menoleh, menemukan ibunya membawa peti usang di tangan. "Sini sebentar, sebelum kamu pergi Ibu mau ngomong."
Tyo terdiam, ia menatap ibunya dan kotak itu bergantian, perasaannya tak enak meski demikian Tyo menurut. Pria itu menghampirinya, membantu si wanita duduk, dan kotak itu diletakkan di pangkuan oleh sang wanita.
"Bu, enggak usah dipakai, Bu. Ini harta--"
"Yo, biarin Ibu ngomong dulu." Ibunya menegur, mendiamkan Tyo seketika. Ibunya lalu membuka kotak itu dan menemukan ragam perhiasan di sana, meski demikian matanya terpatri pada beberapa buah foto yang ada di sana. Foto dirinya yang masih agak muda, seorang pria yang agak mirip Tyo, dan seorang anak laki-laki, Tyo waktu masih kecil.
Baik Tyo dan ibunya tersenyum melihat foto itu, walau hanya ada tiga tetapi banyak kenangan yang ada di dalamnya.
Tyo ingat ayahnya meninggal saat dia masih sekolah dasar, semenjak itu ia dan ibunya luntang-lantung menghidupi diri. Tyo terpaksa berhenti sekolah sejak tamat SD karena tak ada biaya melanjutkan ke SMP terlebih banyak kendala, jadi ia hanya bisa membantu ibunya kerja serabutan di pelabuhan guna memilah ikan dan membantu pengangkutan, banyak hal yang mereka lakukan di sana.
"Kamu tumbuh begitu cepat, ya, Yo. Gak kerasa, kamu udah sedewasa ini, bahkan kamu bakalan punya pujaan hati. Ibu bangga banget sama kamu, Yo," ujar ibunya menatap intens foto itu, Tyo tersenyum. "Perangai kamu mirip sekali sama almarhum Bapak kamu, hal yang bikin Ibu sangat cinta dan sayang pada dia. Ibu yakin, Keysa akan merasakan hal sama seperti Ibu ke kamu, dan Ibu pula yakin ... kamu bisa menyembuhkan hati dia, Nak. Ibu yakin sekali."
"Aamiin, Bu ...."
"Aamiin ...." Ibunya balik mengambinkan, menatap anak semata wayangnya itu dan mengusap pipinya, ada bayangan Tyo saat kecil di sana. "Alhamdulillah."
Tyo masih tersenyum, meski kala ibunya mengalihkan pandangan ke arah kotak lagi dan mengeluarkan perhiasan itu, Tyo menyendu.
"Ini memang warisan Bapak kamu, satu-satunya peninggalan yang almarhum serahkan pada Ibu, dan Ibu menjaganya dengan baik karena sangat sayang pada beliau." Dan percakapan saat ini membuat Tyo merasa emosional.
Tyo memegang tangan ibunya, menahan agar perhiasan tersebut tak dikeluarkan dan tetap pada tempatnya. "Bu, enggak usah ...."
"Yo ...." Ibunya menatap hangat Tyo, seakan memerintah anaknya untuk tidak melakukan hal tadi. "Dulu Bapak berpesan meninggalkan harta ini, agar dimanfaatkan saat kita butuh. Dan Ibu sengaja menjaganya hingga saat ini, karena Ibu tahu kebutuhan apa yang paling diperlukan ...."
Ibunya memasukkan perhiasan itu, menutupnya, kemudian menyerahkannya ke Tyo.
"Bu ...."
"Jadikan itu mahar untuk Keysa, Yo." Detak jantung Tyo tak keruan mendengar pernyataan ibundanya. "Keysa akan jadi seorang yang berharga buat kamu, dan sudah seharusnya kita memberikan sesuatu yang berharga juga buat dia."
Tyo menggeleng. "Enggak, Bu. Ini punya Ibu sama Bapak. Aku bisa kok beli buatku sendiri."
"Yo." Ibunya memegang bahu pria muda itu, menatap matanya dengan intens. "Ini warisan dari Ibu dan Bapak ke kamu."
Mata Tyo berkaca-kaca menatap ibunya yang tersenyum hangat.
"Bu, aku janji bakalan jaga ini, utuh. Sampai ke anak cucu. Mereka yang bakalan warisin harta berharga ini, aku janji semua yang ada di sini akan tetap utuh selayaknya cinta Bapak dan Ibu."
Ibunya tertawa pelan, anak laki-lakinya kini menangis meski pelan. "Ya Allah, semoga anakku dan keluarganya nanti sakinah, mawadah, warohmah ...."
"Aamiin, Bu ... aamiin ...." Tyo memeluk ibunya hangat, keduanya berpelukan seakan tak ingin melepaskan selama beberapa saat.
"Ya udah, kamu mau berangkat kerja kan? Hati-hati di jalan ya, Nak. Biar Ibu simpenin ini." Ia mengambil kotak itu lagi.
"Iya, Bu." Tyo menyalami ibunya. "Assalamuallaikum."
"Waallaikumussalam."
Tyo pun beranjak pergi dengan perasaan semringah menuju tempat kerja, menjadi juru parkir. Ia bekerja dengan giat dan sangat cekatan, membantu orang-orang yang memarkir atau mengambil motor, dan menjaga agar kondisi tetap aman. Agak kelelahan, Tyo duduk di dekat post di mana ada temannya yang asyik menghitung uang pecahan dua ribuan.
Meski tiba-tiba.
"Eh Yo, katanya bener ya?" Tyo menoleh ke temannya itu, menggumam menanggapi. "Lo nikah nanti sama anak Pak Gunawan?"
Tyo agak kaget, temannya tahu? Padahal Tyo tak bercerita pada siapa-siapa. Karena memang permintaan Keysa agar menutupi itu dan tidak mungkin Tyo memberitahukan itu pada dunia juga kecuali memang ada orang yang bertanya, ia tak ingin dianggap sombong karena hal itu.
Bagaimana temannya tahu? Yah mungkin kabar angin, pastilah berita ia dan Keysa akan menyebar, dan banyak menuai kontroversi, tetapi sejauh ini hanya sebagian kecil yang tahu sepertinya. Tyo bersyukur.
Kalau temannya ini tahu, Tyo tak punya alasan untuk menutupinya.
"Mm iya ...."
"Hah?! Yang bener lu sama anak Pak Gunawan? Jangan ngada-ngada deh!" Tyo hanya diam, kalau temannya tak percaya ia tak ada hak menguatkan ungkapannya. "Tapi beneran lu bakalan nikah sama ... Keyla, Keyna, Key Key anak Pak Gunawan yang punya perusahaan itu?"
"Keysa." Tyo meralat ungkapannya, kemudian mengangguk.
"Ah, gak mungkin lu! Pasti halu kan?" Yah, mau percaya atau tidak, Tyo tak masalah, tapi kenapa temannya ini, galau kah jadi percaya terus tidak percaya, dan diulang lagi siklusnya. "Eh tapi lu beneran bakal nikah, Yo? Pestanya katanya private ya? Gak diundang dong gue? Atau jejangan lo ngehalu doang, Yo!"
Tyo menghela napas, sabar.
"Halu lo pasti, kan! Dahlah jangan ngarep lo nikah sama Keysa, tu cewek kayak punuk dirindukan bulan bagi lo!" Memang pepatah itu cocok untuk Tyo, tetapi yah Tyo diam saja.
Dalam hati ia hanya bisa meminta maaf pada temannya ini karena tak bisa mengundangnya ke pesta pernikahan, karena pernikahan mereka pernikahan private. Mungkin Tyo akan memberikan hal lain, semoga ia tak tersinggung.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA ISTRIKU [B.U. Series - T]
Любовные романы21+ Tyo itu miskin dan hanya lulusan SD. Meski demikian ia pekerja keras, begitu berbakti pada sang ibu, dan memiliki cita-cita tinggi. Namun itu lantas tak membuka hati seorang Keysa untuk mencintai suaminya yang notabenenya mereka menikah atas das...